Merayakan Karya Seni Jalanan di Shoreditch, London
Karya seni jalanan menjadi ciri khas Shoreditch. Karya dibuat seiring pergolakan politik dan kondisi sosial masyarakat lokal maupun internasional.
Ketika mural dan grafiti banyak dihapus di berbagai tempat di dunia, di Shoreditch, jantung kota London, Inggris, karya seni jalanan justru dirayakan. Coretan dinding dipelihara sebagai identitas kota, ruang ekspresi, panggung kreativitas, serta sarana menjaga solidaritas.
Langit di Shoreditch bersinar cerah setelah semalaman hujan mengguyur kota, Sabtu (30/10/2021). Semesta seolah mendukung rencana mengikuti tur seni jalanan. Sekitar pukul 11.00 waktu London, belasan pelancong berkumpul di depan Stasiun Shoreditch High Street untuk mengikuti tur yang diselenggarakan oleh komunitas London with Local.
Jonathan, pemandu wisata, menyapa peserta tur. Ia membawa payung berwarna merah sebagai identitas komunitasnya. ”Halo semua,” sapa Jonathan, ramah. ”Tur kita mulai 10 menit lagi, ya! Silakan kalau ada yang mau membeli camilan atau menikmati kopi,” lanjut pria yang sudah bekerja sebagai pemandu wisata selama empat tahun ini.
Setelah sekitar 20 orang berkumpul, Nathan membawa peserta tur menyusuri gang sempit di Shoreditch. Mudah sekali menemukan lukisan dinding di Shoreditch. Tanpa mengikuti tur wisata sekalipun, sebenarnya pelancong bisa menikmati karya seni yang bertebaran di daerah ini. Apalagi, berbagai situs menyediakan peta dengan titik-titik lokasi karya seni berada lengkap dengan nama senimannya.
Namun, mengikuti tur seni jalanan menambah seru petualangan. Pemandu mengajak peserta menyusuri tempat-tempat dengan karya seni yang tak terduga. Ia secara aktif menceritakan proses kreatif dan cerita di balik coretan dinding karya seniman-seniman terkenal, seperti Banksy, Stik, Jimmy C, dan David Speed.
Beberapa gambar karya seniman tersebut sudah menumpuk atau bahkan lenyap tertimpa karya-karya lain. Meski begitu, setiap goresan dan warna yang ada membentuk harmoni dan menyimpan emosi yang menyenangkan untuk dinikmati.
Daerah Shoreditch dulunya tempat tinggal kelas pekerja dan termasuk daerah termiskin di London. Kini, Shoreditch menjelma menjadi daerah pertokoan yang unik dan nyentrik. Di daerah ini juga terdapat banyak pub, kedai kopi, dan restoran.
Sejak dari Shoreditch Overground Station, karya seni jalanan berupa gambar dan tulisan sudah terlihat. Jika belok ke kiri terlihat deretan pertokoan yang menjual barang-barang lawas. Jika belok ke kanan, pemandangan karya seni jalanan menemani sepanjang jalur di bawah terowongan dari Braithwaite Street menuju Spitalfields.
Karya seni dibuat dengan berbagai teknik, bentuk, dan warna. Ada karya berupa tempelan stiker di halte bus, rambu-rambu jalan, atau pagar. Ada deretan kata dan coretan gambar yang saling menumpuk dengan karya lain. Teknik melukis beraneka macam, ada yang dibuat dengan menggunakan cat tembok dan kuas rol, ada yang diciptakan menggunakan cat semprot.
Berdasarkan sejarahnya, lukisan di dinding atau yang biasa disebut mural sudah muncul sejak ribuan tahun lalu. Di Shoreditch, mural dan grafiti muncul pada akhir 1990-an. Dulunya, gambar-gambar di daerah ini dianggap vulgar dan kotor. Lambat laun, satu gambar menggantikan gambar lain hingga terciptalah coretan-coretan dinding seperti sekarang.
Karya seni jalanan menjadi ciri khas Shoreditch. Karya dibuat seiring pergolakan politik dan kondisi sosial masyarakat lokal ataupun internasional. Lukisan-lukisan dinding ini dibuat sebagai ruang komunikasi serta bentuk ekspresi dan kreativitas.
Jalur yang paling terkenal di Shoreditch bernama Brick Lane. Jalur yang mempertemukan Whitechapel di bagian selatan dan Shoreditch di utara adalah surga karya seni jalanan. Jalur ini juga terhubung dengan Bethnal Green Road.
Keberadaan mural ini menunjukkan, karya seni dapat dipakai sebagai sarana untuk menggalang solidaritas. Sejak muncul gerakan Black Live Matters, para seniman juga merespons isu tersebut dengan menciptakan karya di jalanan. Karya yang paling banyak muncul berupa gambar orang-orang kulit hitam. Foto-foto yang digambar bukanlah wajah orang terkenal, tetapi masyarakat biasa. Dari wajah-wajah ini, sang seniman ingin memberi inspirasi tentang keberagaman masyarakat yang hidup di sekitar kita.
Tak hanya sebagai ruang ekspresi, keberadaan mural juga turut menjaga warisan budaya dan identitas kota. Untuk membuktikannya, di Shoreditch terdapat gedung seni pertunjukan New Inn Broadway yang dibangun pada 1576. Tempat ini merupakan lokasi pertama pertunjukan teater Romeo and Juliet karya penulis William Shakespeare (1564-1616).
Pada 1572, Wali Kota London melarang drama dimainkan di dalam kota untuk mencegah penyebaran wabah. Maka, dibangunlah The Globe Theatre di pinggir Sungai Thames, London. Sejak saat itu, keberadaan New Inn Broadway seolah terlupakan. Selama berabad-abad, situs itu hilang sampai ditemukan kembali oleh para arkeolog Museum London pada 2008.
Mereka menemukan sisa-sisa pijakan poligonal dari batu bata dan batu, bersama dengan biji-bijian dan buah-buahan serta pecahan bejana bir dari periode Elizabeth. Sekarang, gedung pertunjukan itu sudah berubah menjadi kantor dengan gaya modern.
Beberapa tahun lalu, seorang seniman melukis mural dengan gambar Romeo dan Juliet. Setelah ada gambar itu, orang-orang kembali peduli terhadap sejarah dan turut merawat kelestarian bangunan yang ada. ”Jujur saja, gambar mural ini bukan favorit saya, tapi menarik memahami bagaimana mural bisa membantu kita merawat sejarah,” kata Jonathan.
Ibnu Habibie, mahasiswa Indonesia yang menempuh pendidikan di SOAS, University of London, merasa takjub dengan pergelaran seni jalanan yang ada di Shoreditch. ”Ketika melihat mural di sana, saya berpikir, wah boleh ya dinding dicoret-coret di sepanjang jalan, dan karya yang ada bukan seperti coretan biasa,” ujarnya.
Mahasiswa asal Jakarta itu tertarik dengan karya-karya yang dibuat dengan media poster dan ditempel di jalan. Selain mampu mengkritik situasi terkini dengan tajam, kontennya juga dibuat sangat jenaka, seperti poster pendiri Facebook, Mark Zuckerberg, yang dibuat dengan tulisan ”You’ve Been Zucked".
Ini merupakan pertama kalinya Ibnu mengikuti tur seni jalanan. Menurut dia, tur telah memberikan perspektif baru dalam memandang karya seni. Ia juga terkesan karena pemandu tur sangat bergairah menjelaskan karya, seperti ketika ia menceritakan rivalitas sesama seniman, yaitu Banksy dan King Robbo.
Sama seperti tempat-tempat lain, banyak orang yang menyukai karya seni jalanan di London, tetapi banyak juga yang menganggap mural dan grafiti sebagai bentuk vandalisme, bahkan keberadaannya dianggap ilegal. Artinya, seseorang yang nekat mencoret dinding bisa saja masuk penjara.
”Sebagian orang mengganggap, mural bisa menurunkan harga tanah. Namun, mereka yang menikmati seni jalanan cenderung melihatnya sebagai ruang ekspresi yang artistik. Di Shoreditch, para pemilik toko dan pub secara khusus mengundang seniman untuk menggambar dinding mereka. Beberapa dinding bahkan disewakan sebagai ruang untuk pemasaran jenama-jenama ternama.
Menurut Jonathan, keunikan seni jalanan dibandingkan seni lain yang ada di galeri atau tempat-tempat elite terletak pada perubahannya seiring dinamika masyarakat. ”Apa yang kita lihat sekarang akan berbeda dengan satu atau dua tahun ke depan. Coba datang ke sini 10-20 tahun lagi, saya juga penasaran akan menjadi seperti apa daerah ini ke depan,” kata dia.