Menjajal Kayak di Situ Lengkong
Menjelajahi Situ Lengkong, Panjalu, Ciamis, Jawa Barat, dengan menggunakan kayak bisa menjadi salah satu alternatif wisata petualangan. Tertarik mencoba?
Sinar Matahari pagi menerobos pohon-pohon di pinggiran danau, Minggu (28/3/2021). Semburat halusnya berebut menembus kabut tipis yang melayang di atas permukaan Situ Lengkong Panjalu, Ciamis, Jawa Barat. Deretan kayak warna-warni yang disusun melingkar terlihat kontras di keheningan situ yang pagi itu seperti masih terlelap. Di kejauhan tampak Gunung Sawal yang membentang menambah keelokan panorama di sekitar.
”Kita keliling danau dulu, setelah itu baru kita main kayak,” kata Iwan Wahyudi. Lelaki yang akrab dipanggil Chiwong itu sejak Oktober tahun lalu mengelola wahana kayak di situ seluas 67 hektar itu.
Pandemi korona membuatnya pulang dari Pulau Dewata ke kampung istrinya, Magda, di Panjalu, Ciamis. Sektor pariwisata di Bali mendapat pukulan sangat berat akibat pandemi Covid-19, membulatkan tekadnya kembali ke kampung.
Akan tetapi, sebagai orang yang berkecimpung di bidang pariwisata selama lebih dari 30 tahun, kepulangan ke kampungnya ternyata membawa berkah tersendiri. Situ Lengkong Panjalu dengan permukaan air yang tenang menjadi perhatiannya. Peluang terbuka untuk memberdayakan potensi kekayaan alam yang sejak 1919 telah ditetapkan sebagai cagar alam oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda tersebut.
Kini, Iwan mengelola Kancra Kayaking, yang menyediakan wahana bermain kayak di Situ Lengkong. Bermain kayak di danau yang dapat ditempuh dalam waktu tiga jam dari Bandung, yang terletak sekitar 35 kilometer sebelah utara Kota Ciamis, itu pun semakin populer. Bahkan, sebuah laman perjalanan menyebutkan, bermain kayak di kawasan yang sejuk itu merupakan salah satu dari tujuh destinasi terbaik untuk bermain kayak di Indonesia selain di Raja Ampat, Papua; Danau Tamblingan, Bali; Batu Lumpang, Pangandaran, Jawa Barat; Belitung; dan Danau Toba.
Selama ini, para wisatawan yang datang ke danau di ketinggian 700 meter di atas permukaan laut itu adalah para peziarah. ”Sejak Gus Dur—KH Abdurrahman Wahid (Presiden RI 1999-2001)— ke sini berziarah ke Nusa Gede, hampir setiap hari 1 x 24 jam para peziarah berdatangan ke Situ Panjalu,” kata Iwan.
Para peziarah berdatangan dari beberapa daerah untuk menyeberang ke sebuah pulau di tengah situ, Nusa Gede. Penduduk sekitarnya menyebut Nusa Larangan. Di pulau yang merupakan kawasan cagar alam itu terdapat makam Sanghyang Prabu Borosngora, seorang pangeran penyebar agama Islam di kawasan Panjalu, Ciamis dan sekitarnya. Menurut Babad Panjalu, Borosngora adalah Raja Panjalu Islam pertama, putra Prabu Sangyang Cakradewa, seorang raja yang memimpin Panjalu menjadi kerajaan yang makmur dan disegani pada masanya.
Bus-bus berisi wisatawan berdatangan siang malam. Para pengunjung akan lebih ramai lagi jika bulan Maulud tiba, bersamaan dengan ritual Nyangku. Upacara ritual yang berlangsung setiap tahun tanggal 24 Maulud itu memandikan sejumlah barang-barang pusaka Panjalu, termasuk pedang yang dipercaya pedang Sayidina Ali.
Perahu-perahu kecil yang berkapasitas 25-an orang hilir mudik menyeberangkan para peziarah yang tak henti melantunkan salawat Nabi. ”Kami datang dari Banten, beberapa bus,” ujar seorang ibu.
Saya bersama sejumlah rekan perhimpunan pencinta alam dan pendaki gunung, Palawa Unpad, berencana bersepeda dari Bandung menuju Panjalu, Ciamis. Namun, kepergian seorang sahabat, Ai Sobaryadi—salah seorang pendiri Palawa Unpad—saat berlatih sepeda sepekan sebelumnya membatalkan niat itu. Perjalanan dilanjutkan untuk mengenang almarhum untuk tetap berkegiatan di alam bebas.
”Silaturahmi dan persaudaraan harus terus berlangsung,” kata Iwan, tuan rumah yang menghidupkan Kancra Kayaking di situ tersebut.
Rekreasi petualangan
Deretan kayak warna-warni yang disusun sedemikian rupa menjadi kontras dengan hamparan air danau yang bersalut kabut tipis. Kami, berduapuluh orang, sudah bersiap memegang dayung masing-masing yang juga berwarna-warni. Isal, anak muda si pemandu, memimpin pemanasan setelah menjelaskan prosedur penggunaan kayak dan keamanannya.
Berangkat dari hanya dua kayak, dalam waktu sekitar enam bulan Kancra Kayaking kini memiliki 24 kayak yang didatangkan Iwan langsung dari pabriknya di Bali. Kayak yang berada di Situ Lengkong sepenuhnya adalah kayak rekreasi yang aman dan berbeda dengan kayak yang biasa dipakai di cabang olahraga kayak. ”Desainnya sangat stabil sekali, sangat aman dan bisa dimainkan siapa pun, tidak memerlukan keahlian apa pun,” kata Iwan.
Isal, salah seorang dari tiga pemandu dari Galuh Scott Rescue (GSR) yang memiliki keahlian rescue di perairan, membantu rombongan kayak untuk menyusuri danau dan mengelilingi Nusa Gede atau Nusa Larangan seluas 9,25 hektar. Walaupun harus mengayuh lebih dari 2 kilometer, tidak terasa ada kelelahan, kecuali keseruan semata.
”Biasanya, sih, mereka yang tidak biasa olahraga suka pegel-pegel di bagian pinggang dan bahu setelahnya,” kata Isal. Sebagai keluarga pencinta alam Palawa Unpad, rasa pegal yang diduga akan timbul seusai berkayak tidak terjadi. Kemungkinan kebiasaan olah tubuh menjadi penjaganya.
Kancra Kayaking membagi tiga titik pemberhentian bagi peserta kayaking untuk beristirahat, atau mengambil foto di spot-spot terbaik yang instagramable, atau sekadar beradu cepat. Di Titik 60, misalnya, sang pemandu menceritakan legenda Situ Lengkong yang terkenal itu. Konon, air di situ tersebut merupakan limpahan dari air zamzam yang dibawa oleh Sanghyang Prabu Borosngora dari Mekah seusai kepulangan beliau dari berguru kepada Sayidina Ali (599-661 M).
Kami juga berhenti di Titik 70, sebuah spot hutan alami yang disebut sebagai ”spot Amazon” karena suasana hutan dengan rimbun pepohonan yang sejuk dan lebat mengesankan seperti hutan Amazon. ”Kami sengaja tidak memberi tanda buatan. Biarkan alam Situ Panjalu menyajikan keindahannya secara natural,” kata Iwan mengenai spot foto yang menarik itu. Sebuah pohon yang melengkung di atas pemukaan air menjadi semacam pigura atau frame bagi mereka yang ingin berfoto di bawahnya. Sulur-sulur dan akar pepohonan yang menjuntai ke perairan juga memberi sensasi tersendiri.
Mungkin karena itulah, Iwan menyebutkan, bermain kayak di Situ Lengkong bukan melulu hanya rekreasi semata. Sensasi petualangan juga begitu terasa.
Suatu saat Iwan Wahyudi diminta untuk berbagi cerita mengenai pariwisata di Ciamis dengan para penggiat wisata daerah tersebut, termasuk pihak Pemerintah Daerah Kabupaten Ciamis.
Sebelum dimekarkan menjadi kabupaten tersediri, Pangandaran tadinya menjadi andalan pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Ciamis. Wisata dengan bentangan pantai indah itu sebelumnya menghasilkan sekitar Rp 12 miliar ke kas daerah. Dengan terpisahnya Pangandaran menjadi kabupaten tersendiri, Ciamis kehilangan PAD yang sangat besar dan harus mencari penggantinya.
Di depan para pejabat pariwisata Ciamis, Iwan yang sudah berkecimpung di dunia pariwisata selama 30 tahun itu tidak banyak cakap. Dia membeberkan peta pariwisata Jawa Barat yang menggambarkan daerah-daerah tujuan wisata Jabar. Wisata-wisata di Jawa Barat di semua daerah diekspos jelas, dari kawasan Pantai Palabuhanratu, Ciletuh, Pangandaran, hingga wisata pegunungan, seperti Tangkubanparahu, Tampomas, Gede Pangrango, dan situ-situ serta curug di beberapa kawasan.
Keanehan terjadi ketika di peta pariwisata tersebut ternyata Situ Lengkong, Panjalu, Ciamis, sama sekali tidak disebutkan. Para pejabat Ciamis seperti tersadar, potensi wisata alam mereka yang semestinya menjadi andalan sama sekali belum diperhitungkan.
”Kesadaran Situ Lengkong bisa menjadi kawasan wisata alam andalan lambat laun terbangun,” kata Iwan. Sejak membangun wahana kayak dengan bendera Kancra Kayaking, semakin meyakinkan masyarakat serta para pemangku kepentingan lainnya bahwa Situ Lengkong sangat indah dan bisa menjadi tujuan wisata yang penting di Jawa Barat. Apalagi, selama ini danau atau situ tersebut sudah sangat terkenal sebagai kawasan wisata ziarah.
Sepanjang hari, ribuan wisatawan dari sejumlah daerah di Jawa berkunjung ke situ. Namun, sejauh ini, selain mereka yang hanya singgah untuk berziarah ke kompleks pemakaman Raja Galuh Panjalu di Nusa Larangan, banyak di antaranya menginap di Tasikmalaya atau kota lainnya.
Sejauh ini di Panjalu, Ciamis, belum ada hotel yang memadai. Tidak mudah untuk membangun fasilitas-fasilitas pendukung pariwisata, termasuk menyiapkan masyarakatnya. Ke depannya, tidak saja hotel yang harus dibangun di kawasan itu. Namun, masyarakat setempat pun bisa lebih diberdayakan, misalnya dilibatkan dengan menjadikan rumahnya menjadi guest house untuk tamu-tamu yang ingin menginap.
Dengan pengalaman 30 tahun di bidang pariwisata, Iwan perlahan tetapi pasti mulai mengenalkan Situ Lengkong. Media sosial, seperti Instagram ataupun Facebook, memperluas jangkauan promosi. Keindahan alam Situ Lengkong dan hutan lindung Nusa Gede menjadi daya tarik tersediri. Sebagai aktivis pencinta alam, Iwan pun rajin menyusuri kawasan Panjalu.
”Ternyata di sekitar situ ini juga ada curug dan sumber mata air yang tak kalah indahnya. Ke depannya, mungkin bisa kita jadikan paket perjalanan untuk wisatawan,” katanya.
Masyarakat sekitar Kancra Kayaking pun menyambut baik. ”Saya baru tahu juga ternyata dari sini telah lahir atlet-atlet dayung daerah ataupun nasional,” kata Iwan. Saat kami bermain kayak pada Minggu pagi, tampak sejumlah orang berlatih dengan kayak olahraga. Bukan tidak mungkin, jika pemda setempat jeli, mereka berkesempatan melahirkan atlet-atlet kayak andalan yang lahir dari putra daerah setempat.
Kini, para wisatawan, terutama dari berbagai komunitas, sekolah, hingga instansi atau perkantoran bergiliran datang ke Situ Lengkong untuk bermain kayak. Mereka yang bermain kayak ini berbeda segmen dengan wisatawan ziarah yang datang dari sejumlah daerah. ”Jadi, kita tidak mengganggu para penyedia wahana perahu yang lebih dulu ada,” kata Iwan.
Sebuah perkembangan yang menggembirakan. (Agus Hermawan, wartawan Kompas 1989-2019)