Sapa Akar Bakau
”Di sini, kondisi karang yang masih bagus 30 persen, 40 persen sedang, dan 30 persen rusak,” kata Ismail yang juga Ketua Perhimpunan Nelayan Ikan Hias dan Tanaman Hias (Pernitas) Kepulauan Seribu.
Perhimpunan ini memiliki legalitas untuk melakukan transplantasi karang. Karang dikategorikan ke dalam kelompok tanaman hias meskipun aslinya merupakan hewan. Ismail sendiri adalah putra daerah yang lahir dan besar di Pulau Panggang, tidak jauh dari Pulau Pramuka. Ia terpanggil untuk melestarikan alam Kepulauan Seribu yang telah memberi warganya hidup dan kehidupan.
Kerusakan karang biasanya diakibatkan predator, suhu, dan ulah manusia. Tim Ismail kemudian memilihkan potongan-potongan karang dari jenis Acropora dan Pocillopora untuk ditanam. Potongan indukan karang setinggi 10 sentimeter ini kira-kira membutuhkan waktu 8-12 bulan untuk mulai tumbuh.
Jika penanganannya baik, kemungkinan karang bertahan hidup mencapai 95 persen. Syaratnya, karang tidak boleh dibiarkan berlama-lama di luar air laut. Potongan karang harus ditambatkan pada perangkat serupa panel jaring dengan bantuan semen. Posisinya diusahakan tegak agar arah tumbuhnya bagus. Proses mengisi panel ini harus diupayakan secepat mungkin, paling lambat 30 menit, agar karang tidak terancam kering dan mati. Setelah itu, panel dibawa ke perairan dan ditaruh di kedalaman air laut.
”Setiap bulan purnama, akan dikeluarkan telur di sekitar karang tadi. Jika kita bersikap tidak sopan terhadap mereka, hewan akan keluar dari karang dan karang menjadi putih alias mati,” ujar Ismail.
Karang-karang ini masih harus menghadapi ancaman predator, perubahan suhu air laut, dan sampah yang berpotensi menghambat pertumbuhan. Jenis karang yang paling cepat tumbuh, seperti Pollipora dan Acropora, hanya mampu menambah 1 sentimeter pertumbuhan per bulan. Pada jenis karang lain bahkan 1 sentimeter pertumbuhan hanya bisa dicapai dalam waktu setahun. Menurut Ismail, ada 64 marga karang yang ditemukan di Kepulauan Seribu dengan spesies mencapai ribuan. Masing-masing menampilkan warna yang berbeda-beda.
Para mahasiswa kemudian dengan cepat bergotong royong menempelkan pangkal potongan karang dengan bantuan semen ke penambat berbentuk cincin dari potongan pipa plastik yang ditambatkan di panel jala. Mereka kemudian berbasah-basah melintasi pantai untuk membawa panel dan menanamnya di dasar air yang dangkal. Ada 1.000 karang yang mereka tanam saat itu.
Tahun lalu, mereka juga mengerjakan hal yang sama dan menanam 1.200 karang. Biaya penanaman karang diperoleh dengan cara donasi. Setiap orang yang memberi donasi, namanya akan dituliskan di sepotong kertas dan disematkan pada tiap potongan karang yang mereka ”beli”. Para mahasiswa ini kemudian dengan telaten memotret satu demi satu nama yang tertera sebagai bukti meskipun sebenarnya mempertinggi risiko karang mati karena terlalu lama di luar air laut.
Pelindung daratan
Selesai menanam karang hias, langsung dilanjutkan menanam mangrove. Jenis tanaman ini hidup di habitat air payau atau antara laut dan daratan yang dipengaruhi pasang surut. Jika kita sering mendengar kata bakau, ini adalah salah satu jenis mangrove yang hidup dominan di pantai dari jenis Rhizophora sp. Mangrove merupakan pertahanan pertama daratan terhadap air laut. Di pesisir Pulau Pramuka terlihat beberapa kelompok mangrove yang juga merupakan hasil penanaman oleh mahasiswa dari perguruan tinggi lainnya pada 2005. Tingginya saat ini sudah mencapai 12-15 meter.
Mangrove sebenarnya tumbuhan pesisir berlumpur. Kondisi pesisir Pulau Pramuka yang minim lumpur menyebabkan unsur haranya minim sehingga perlu pemupukan. Menanam mangrove di pesisir pulau kecil dengan di pesisir daratan pulau besar berbeda. Dengan kandungan lumpur yang sangat sedikit, menanam mangrove dilakukan lengkap dengan plastik pembungkus akarnya agar tidak tercerai berai dan mudah patah. Jika patah, tanaman akan mati. Setelah tiga bulan ditanam, barulah akar mulai menancap ke pasir. Setelah itu, plastik yang membungkus akar baru diambil agar tidak mengotori lautan.
Menanam mangrove sebenarnya sederhana saja, hanya dengan membenamkan akarnya ke pasir. Yang sulit adalah pemeliharaannya. Beruntung ada Pak Nalin, warga setempat, yang dengan sukarela merawat pohon-pohon mangrove muda ini.
Penanaman mangrove harus dilakukan dengan sistem rumpun berjarak. Tanaman mangrove harus ditanam secara berkelompok agar memiliki ketahanan lebih kuat menghadapi empasan air laut yang menuju darat. Setiap kelompok diatur dalam jarak tertentu yang kelak membentuk hutan mangrove. Bersama dengan lamun atau rumput laut (sea grass) dan ekosistem terumbu karang, hutan mangrove membentuk hutan pantai.
Hutan ini berfungsi sebagai penahan ombak selain sebagai sumber biota ikan, kerang, udang, dan lainnya yang dapat dimanfaatkan masyarakat sebagai sumber penghasilan. ”Masyarakat pulau lebih dekat kalau mau cari ikan, tidak perlu ke tengah laut. Kepiting bakau yang jadi favorit di sini juga ditemukan di kawasan hutan pantai,” kata Juliansyah, penyuluh muda Balai Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu.
Menjelang sore, acara pun selesai dan kapal telah menanti membawa rombongan kembali ke Ibu Kota. Kenangan akan pucuk-pucuk pohon bakau dan karang menemani perjalanan pulang yang masih bersahabat dengan angin kencang.