Kehangatan dari Tepi Tagus
Sebelum berangkat, saya pastikan kondisi sepeda prima. Sebelum melipat dan meletakkannya di dalam koper, angin ban harus dikosongkan. Di banyak maskapai, sepeda dikategorikan sebagai peralatan olahraga atau sport equipment yang tidak dihitung sebagai beban bagasi. Menyenangkan bukan?
Dari Hotel Pestana CR7 tempat saya menginap, rencana menjelajah Lisabon yang berbukitbukit dan terletak di tepi sungai saya rancang. Di hotel milik bintang sepak bola Cristiano Ronaldo ini, sepeda boleh jadi teman di dalam kamar.
Pukul 08.30
Puri Sao Jorge
Bukit pertama dan utama yang saya tuju adalah tempat Puri Sao Jorge berdiri di distrik Alfama. Jalan-jalan kecil seperti labirin yang dikeraskan dengan susunan batu asyik ditelusuri dengan sepeda. Tanjakan dan turunan merupakan jalan khas perbukitan. Untuk yang tidak kuat dengan tanjakan yang terjal, bahkan untuk pejalan kaki, disediakanlift setinggi kira-kira tiga lantai bangunan.
Saat jalanan menurun, angin dingin yang menampar-nampar pipi menjadi sensasi tersendiri. Karena bersepeda, suhu 5-7 derajat celsius tidak membuat menggigil. Kayuhan pedal sepeda, terutama saat jalanan menanjak, menghasilkan hangat di dalam tubuh.
Selain puri dengan bentengnya di puncak bukit, di distrik ini bisa dijumpai bangunan kuno dan reruntuhannya. Saat gempa bermagnitudo 8,5-9 dengan pusat di Samudra Atlantik menghancurkan Lisabon pada 1 November 1755 distrik Alfama selamat dengan kerusakan yang minimal.
Di dinding-dinding bangunan yang runtuh dan dibiarkan sebagai area terbuka, mural menjadi pemandangan menyegarkan. Sejumlah protes juga disampaikan di mural itu, seperti ”mass tourism = human polution”. Pernyataan yang memancing senyum sambil memandangi sepeda yang saya lipat di ujung gang.
Menyusuri jalan-jalan menuju Puri Sao Jorge memang ideal dilakukan pagi sebelum rombongan turis yang berjalan kaki memenuhi jalan-jalan kecil yang terhubung ke mana-mana. Rombongan turis biasa tiba sekitar pukul 10.00. Dari ketinggian ini, Lisabon dan Sungai Tagus bisa ditatap dengan lebih hening.
Pukul 09.30
Praca Do Commercio
Puas mengeksplorasi labirin di distrik Alfama, sepeda saya pacu menuju Praca Do Commercio, plaza atau alun-alun terbesar di Lisabon. Jalan menurun membuat laju sepeda sangat cepat dan tenaga bisa dihemat.
Di alun-alun yang menghadap Sungai Tagus ini, berdiri patung yang disebut Rua Agusta sejak 1873. Alun-alun seluas sekitar 35.000 meter ini dibangun kembali setelah hancur karena tsunami pada tahun 1755.
Selain para turis, alun-alun juga merupakan titik temu sejumlah moda transportasi di Lisabon, seperti trem listrik, trem listrik wisata, bus, kereta, tuk-tuk, pesepeda, dan pejalan kaki. Trem menjadi sangat ikonik karena lintasan sejarah dan usianya yang lebih dari satu abad.
Dari alun-alun ini, garis lurus bisa ditarik ke alun-alun yang lebih kecil, yaitu Praca Dom Pedro IV atau Rossio Square yang unik karena lantai mosaik dan burung merpatinya. Banyak orang, terutama turis, berjalan kaki. Kanan dan kiri jalan adalah pusat belanja dan oleh-oleh. Sarden yang terkenal adalah salah satunya.
Karena cerah, meskipun suhu dingin, banyak orang melepas jaket tebalnya menghabiskan waktu di tempat terbuka ini.
Sebagai kota terbesar di Portugal, Lisabon yang luasnya sekitar 100 km persegi ditinggali sekitar 560.000 orang. Bersama daerah penyangga, ada 3 juta orang tinggal atau 27 persen penduduk Portugal tinggal di Lisabon Metropolitan.
Komposi ini membuat Lisabon sibuk sejak pagi dan surut kegiatannya menjelang tengah malam. Warga lokal hangat menyambut orang asing dan tidak enggan memberi bantuan ketika diminta. Kunjungan turis asing ke Portugal sekitar 11 juta per tahun.
Pukul 18.15
Belem
Setelah menjelajah distrik Alfama, distrik Belem yang berbatasan dengannya menarik disinggahi. Selain terkenal sebagai tempat berangkat para penjelajah Portugis seperti Vasco da Gama yang ”menemukan” India pada 1497, Belem terkenal karena Pasteis de Belem yang menjual egg tart, pastry yang amat tersohor dari Portugis.
Setiap hari, rata-rata 200.000 egg tart terjual. Pembeli di akhir pekan harus antre hingga ke jalan raya untuk bisa membeli egg tart yang resep rahasianya dipertahankan sejak 1837. Posisinya di persimpangan dan dekat taman membuatnya selalu ramai pengunjung hingga malam.
Menikmati egg tart yang renyah dengan kelembutan isian custard yang serupa creme brulee dengan manis karamel terasa pas dipadukan dengan minuman cokelat panas. Tiga egg tart cukup sebagai cadangan tenaga mengayuh sepeda menyusuri tepian Sungai Tagus yang sangat lebar menuju hotel.
Pukul 12.30
Cristo Rei
Sampai di Hotel Pestana CR7, BMW 5 Series Touring menunggu di tempat parkir untuk dicoba. Setelah sepeda dilipat dan diletakkan di bagasi yang lapang, bahkan untuk tiga sepeda sekaligus, kami menuju Cristo Rei melintasi Ponte 25 de Abril berwarna merah di atas Sungai Tagus.
Meski sebagai orang asing dan tidak tahu jalan, membawa kendaraan kini tidak merepotkan. Cukup menulis tempat tujuan, teknologi yang ditanam di kendaraan mengantar kita ke tempat tujuan tanpa tersasar.
Begitu juga saat hendak mencoba kereta gantung yang ada di sepanjang Sungai Tagus. Cukup menulis The Nations Park Gondola Lift, teknologi menunjukkan jalan untuk kita yang ”buta”. Diresmikan tahun 1998, kereta gantung ini menjadi daya tarik baru turis.
Senja adalah saat terbaik naik kereta gantung yang jumlahnya 40 kabin dan masing-masing bisa diisi 8 orang dewasa. Matahari terbenam yang terpantul di permukaan sungai menjadi pemandangan indah jika disaksikan dari ketinggian.
Penumpang kereta gantung bisa membeli tiket pergi-pulang atau salah satunya. Banyak orang tua mengajak anak-anak mereka.
Di taman di sepanjang tempat kereta gantung dioperasikan, banyak pilihan untuk beraktivitas, beristirahat atau makan. Banyak orang berolahraga, seperti lari, bermain skateboard, dan bersepeda.
Menjelang malam, kami memilih makan di salah satu restoran masakan China terbaik di Lisabon yang ramai. Meskipun harus antre, kami rela menanti demi lidah Asia kami.