Sekali Prabowo, Tetap Prabowo
Pernyataan Prabowo Subianto bahwa kandidat calon presiden tidak harus dirinya berbuntut panjang. Partai Gerindra pun menegaskan bahwa deklarasi untuk mengusung Prabowo sebagai calon presiden segera dilakukan.
Tradisi baru yang ditunjukkan Partai Golkar, Partai Amanat Nasional, dan Partai Persatuan Pembangunan untuk membentuk koalisi terlebih dulu sebelum menetapkan calon presiden belum diikuti oleh partai-partai politik lain. Ada yang berdalih masih terlalu dini membentuk koalisi, ada pula yang punya beralasan sudah menetapkan capres yang akan diusung pada Pilpres 2024.
Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) salah satunya. Partai politik pemenang kedua pada Pemilu 2019 itu telah lama menetapkan untuk mengusung ketua umumnya, Prabowo Subianto, sebagai capres. Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani pada Sabtu (4/6/2022), bahkan, menyebut deklarasi pengusungan Prabowo akan segera dilakukan.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pernyataan itu sekaligus menepis spekulasi Prabowo tidak akan maju dalam Pilpres 2024. Anggapan bahwa dalam Pilpres 2024, Prabowo memilih untuk menjadi king maker dan kemungkinan tidak akan maju merupakan anggapan yang keliru.
Saat ini, Partai Gerindra berharap partai-partai politik lain dapat mendukung pencalonan Prabowo. ”Pak Prabowo berharap partai-partai politik di luar Gerindra bisa men-support, mendukung dan bisa berkoalisi dengan dirinya untuk maju menjadi calon presiden,” kata Muzani dalam keterangan resminya.
Dalam jumpa pers seusai pertemuan dengan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh pada Rabu (1/6/2022) lalu, Prabowo mengatakan bahwa calon presiden untuk Pemilu 2024 bisa siapa saja. Pernyataan itu disampaikan untuk menjawab pertanyaan yang diajukan wartawan mengenai kriteria sosok capres. Menurut Prabowo, siapa pun bisa menjadi capres asalkan memenuhi kriteria menurut undang-undang, yakni warga negara Indonesia, juga sehat jasmani dan rohani.
Ketika ditanya lebih jauh mengenai sosok yang memenuhi kriteria tersebut, Prabowo mengatakan bahwa sosok capres bisa siapa saja. ”Enggak harus Prabowo. Siapa saja,” ujarnya.
Baca juga: Prabowo Subianto-Surya Paloh Sepakat Jaga Stabilitas Nasional
Muzani menjelaskan, ucapan itu menunjukkan bahwa Prabowo menjunjung tinggi demokrasi dan urusan rumah tangga partai politik lain. Melalui pernyataan itu, Prabowo tetap membuka peluang munculnya capres lain.
Pak Prabowo berharap partai-partai politik di luar Gerindra bisa men-’support’, mendukung dan bisa berkoalisi dengan dirinya untuk maju menjadi calon presiden.
”Itu sebabnya, Pak Prabowo mengatakan, tidak hanya dirinya yang dimungkinkan untuk menjadi calon presiden, tetapi siapa saja yang bisa didukung oleh partai lain adalah sesuatu yang bisa menjadi calon presiden. Ini adalah bagian dari cara Pak Prabowo menunjukkan dirinya sebagai seorang yang demokratis,” ujarnya.
Muzani juga kembali menegaskan bahwa capres yang akan diusung oleh Gerindra adalah Prabowo Subianto. Saat ini, Partai Gerindra tengah mencari waktu dan lokasi yang tepat untuk mendeklarasikan Prabowo sebagai capres yang diusung dalam pilpres. Menurut rencana, deklarasi Prabowo sebagai capres Gerindra akan digelar dalam waktu dekat. Deklarasi sekaligus dilakukan sebagai penegasan bahwa semua kader Partai Gerindra yang meminta agar Prabowo menjadi capres.
”Untuk itu, kami instruksikan kepada semua kader Gerindra di desa-desa, di kelurahan, kecamatan, kabupaten, dan provinsi. Serta semua anggota DPRD Gerindra tingkat 1 (provinsi) dan 2 (kabupaten), dan DPR untuk bersiap-siap memenangkan Prabowo Subianto sebagai presiden tahun 2024,” ujarnya.
Sebenarnya, jika melihat perolehan suara pada Pemilu 2019 serta kepemilikan kursi di DPR, Partai Gerindra belum bisa mengusung capres-cawapres sendiri. Berdasarkan hasil rekapitulasi KPU, Gerindra meraih 12,57 persen suara sah nasional pada Pemilu 2019. Adapun kursi DPR yang dikuasai Gerindra sebanyak 78 atau 13,5 persen dari total kursi DPR.
Artinya, Gerindra masih harus menggandeng parpol lain untuk dapat mendaftarkan Prabowo dalam Pilpres 2024. Sebab, Undang-Undang Pemilu mengatur, hanya parpol atau gabungan parpol yang memiliki minimal 20 persen kursi DPR atau meraih paling sedikit 25 persen suara sah nasinonal pada pemilu sebelumnya yang dapat mengusung capres-cawapres.
Dilematis
Secara terpisah, pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, berpandangan, pernyataan Prabowo tentang capres tidak hanya dirinya bukan tanpa dasar. Prabowo memang telah menyadari akan ada kandidat capres lain yang nantinya akan turut berkompetisi dalam Pilpres 2024. Pemahaman itu muncul terutama karena belum lama ini Presiden Joko Widodo ketika bertemu dengan sukarelawan pendukungnya memberikan sinyal yang bisa diartikan sebagai dukungannya kepada Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo.
Menurut Ujang, peristiwa itu penting karena Prabowo juga berupaya untuk mendapat dukungan dari presiden selaku pemegang kekuasaan negeri ini. Hal itu setidaknya terlihat dari kunjungan Prabowo ke Yogyakarta untuk bersilaturahmi dengan keluarga Presiden langsung setelah shalat Idul Fitri beberapa waktu lalu. Di sisi lain, Prabowo menyadari bahwa belum lama ini, Surya Paloh telah mengusulkan nama Ganjar Pranowo-Anies Baswedan kepada Presiden Jokowi.
Dalam situasi seperti itu, lanjut Ujang, jika Partai Gerindra segera mendeklarasikan Prabowo Subianto untuk diusung sebagai capres, hal itu sama saja mengunci langkah dan gerak partai. Padahal, dalam politik di Indonesia, deklarasi capres dan cawapres dilakukan pada saat-saat akhir atau ketika mendekati batas waktu pendaftaran capres serta cawapres.
”Mengunci diri itu tidak bagus. Kenapa? Karena Prabowo sudah maju tiga kali sebagai capres sehingga publik sudah tahu sosoknya. Kalau sudah dideklarasikan, langkah politik Prabowo akan mudah dibaca, termasuk akan berkoalisi dengan siapa,” ujar Ujang.
Lihat juga: Prabowo Undang Gibran Naik Kuda di Hambalang
Di sisi lain, jika Gerindra tak segera mendeklarasikan Prabowo sebagai capres yang hendak diusung pada pilpres 2024, bisa jadi efek ekor jas tidak akan didapat. Bahkan, bisa saja dukungan kepada Gerindra akan turun. Situasi dilematis itu yang ditangkap sedang dihadapi oleh Partai Gerindra sekarang.
Soal efek ekor jas, mau tidak mau harus diakui bahwa perolehan suara Gerindra dipengaruhi oleh ketokohan Prabowo. Pada pemilu pertama Gerindra di tahun 2009, partai yang dibentuk tahun 2008 itu meraih 4,46 persen suara sah nasional pada pemilu. Saat itu, Prabowo diusung sebagai cawapres berpasangan dengan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri dalam pilpres yang digelar tiga bulan setelah pemilu legislatif.
Perolehan suara Gerindra naik pada Pemilu 2014 saat Prabowo diusung sebagai capres berdampingan dengan cawapres Hatta Rajasa, Ketua Umum PAN kala itu. Perolehan suara Gerindra melonjak menjadi 11,8 persen, meski pada pilpres yang juga digelar tiga bulan setelah pileg ini, Prabowo-Hatta kalah dari Jokowi-Jusuf Kalla.
Raihan suara Gerindra kembali naik pada Pemilu 2019 saat pileg dan pilpres digelar bersamaan. Gerindra berhasil meraup 12,57 persen suara sah nasional. Meski tak berhasil mengantarkan Prabowo yang kala itu bersanding dengan Sandiaga Uno ke kursi Presiden, Gerindra menjadi pemenang kedua pada pileg setelah PDI-P yang meraih 19,33 persen suara sah nasional.
Simpati publik kepada Prabowo ternyata tak luntur meski Gerindra memilih berada di barisan parpol pendukung pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin pasca-Pemilu 2019. Keputusan Prabowo menerima pinangan Jokowi untuk menjadi Menteri Pertahanan tak menyurutkan simpati para pendukungnya. Dalam berbagai survei selama tiga tahun terakhir, nama Prabowo selalu masuk daftar tiga besar tokoh potensial capres dengan elektabilitas tertinggi.
Survei yang dirilis Saiful Muzani Research and Consulting (SMRC), Sabtu (4/6/2022), menunjukkan elektabilitas Prabowo mengalami kenaikan. Kenaikan salah satunya disumbang perubahan preferensi politik pemilih Jokowi-Ma’ruf pada Pemilu 2019. Pendiri SMRC, Saiful Mujani, mengatakan, dari Desember 2021 ke Maret 2022, kecenderungan pendukung Jokowi-Ma’ruf yang memilih Prabowo naik dari 22,4 persen menjadi 26,3 persen.
Sejak awal mengikuti pemilu di tahun 2009, Gerindra memang selalu mengusung Prabowo dalam pilpres. Meski sudah tiga kali gagal, Gerindra "tak kapok" untuk mengusung Prabowo yang elektabilitasnya stagnan tinggi dibandingkan dengan tokoh potensial capres lainnya. Bahkan, ketika Prabowo mengatakan, ”Capres enggak harus Prabowo,” petinggi Gerindra langsung memberikan klarifikasi bahwa hanya Prabowo capres Gerindra. Istilahnya, sekali Prabowo tetap Prabowo.