Bangun Komunikasi ke NU, Prabowo Dinilai Jajaki Basis Pendukung Baru
Upaya Prabowo Subianto mengunjungi sejumlah pondok pesantren dan tokoh NU merupakan upaya penetrasi terhadap kelompok Islam. Itu diperlukan untuk menjajaki basis pendukung baru menuju Pilpres 2024.
JAKARTA, KOMPAS — Sepanjang pekan libur Lebaran 2022, Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto sowan ke sejumlah kiai dan tokoh Nahdlatul Ulama di Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Meski Prabowo dan Gerindra menepis adanya agenda politik, beberapa pertemuan tersebut dinilai sebagai upaya menggalang dukungan bagi Prabowo dari salah satu organisasi kemasyarakatan terbesar untuk maju di Pemilu Presiden 2024.
Penggalangan dukungan itu pun diperlukan. Sebab, dalam beberapa waktu terakhir tingkat elektabilitas Prabowo mulai tersalip oleh tokoh potensial calon presiden lainnya.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Penggalangan dukungan tersebut dimulai sejak hari pertama Lebaran, Senin (2/5/2022). Perjalanan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto dimulai dari Jakarta ke Yogyakarta menemui Presiden Joko Widodo yang merayakan Idul Fitri di Istana Kepresidenan Yogyakarta. Sehari setelahnya, Prabowo kembali ke Jakarta untuk bersilaturahmi dengan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Megawati Soekarnoputri di Jakarta.
Seusai bertemu Megawati, selama tiga hari berturut-turut, Prabowo berkeliling ke sejumlah pondok pesantren Nahdlatul Ulama (NU) di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Ia menemui beberapa kiai yang kemudian mendoakannya untuk maju di Pilpres 2024. Selain itu, ia juga menemui Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa yang merupakan salah satu tokoh perempuan terkemuka NU.
Wakil Ketua Umum Gerindra Irfan Yusuf Hasyim mengatakan, wajar jika Prabowo bersilaturahmi dengan para kiai dan ulama. Sejak jauh-jauh hari Prabowo pun telah berpesan kepada seluruh pengurus DPP Gerindra agar selalu berkomunikasi dengan kalangan tersebut. Oleh karena itu, sebelum momentum bulan Ramadhan dan Idul Fitri 1443 H, sejumlah pengurus DPP kerap menemui para kiai dan ulama tanpa disertai Prabowo.
”Jadi, teman-teman pengurus yang mewakili Pak Prabowo berkonsultasi, berkomunikasi, dan bersilaturahmi ke kiai-kiai itu,” kata Irfan saat dihubungi dari Jakarta, Senin (9/5/2022).
Baca juga: Menteri yang Ingin Maju di Pilpres 2024 Diingatkan untuk Jaga Etika Politik
Ia melanjutkan, safari itu dilakukan untuk mewakili Prabowo. Sebab, Ketua Umum Gerindra yang juga menjabat sebagai Menteri Pertahanan itu diklaim enggan melakukan aktivitas lain di hari dan jam kerja. Oleh karena itu, ketika ada kesempatan cuti bersama untuk merayakan Lebaran 2022, Prabowo langsung menggunakannya untuk sowan kepada para kiai yang telah bersahabat sejak lama dengan dia.
”Kalau itu diartikan sebagai upaya untuk (menuju) pilpres, sah-sah saja orang menilai seperti itu. Tetapi, intinya merajut kembali silaturahmi dengan kiai-kiai karena sejak menjadi menteri, konsentrasinya full di Kementerian Pertahanan,” ujar Irfan.
Menurut dia, silaturahmi dengan para kiai pun tidak berhenti di situ. Seusai Lebaran, meski Prabowo akan kembali fokus pada pekerjaannya, komunikasi akan dilanjutkan oleh para pengurus DPP Gerindra, baik kepada tokoh yang sudah pernah ditemui Prabowo maupun yang belum ditemui.
Seusai Lebaran, meski Prabowo akan kembali fokus pada pekerjaannya, komunikasi akan dilanjutkan oleh para pengurus DPP Gerindra, baik kepada tokoh yang sudah pernah ditemui Prabowo maupun yang belum ditemui.
Deklarasi capres
Sekalipun pengurus DPP, DPD, dan DPW Gerindra sudah berulang kali menyatakan dan meminta Prabowo untuk maju di Pilpres 2024, ia belum pernah menyatakan kesediaan memenuhi permintaan tersebut. Irfan melihat, hal itu dipengaruhi oleh kultur Jawa yang dijunjung kuat oleh Prabowo. Ada kecenderungan, ia tidak ingin menyatakan dirinya berniat untuk berkontestasi karena masih menjadi bagian dari pemerintahan.
Baca Juga: Safari Lebaran Prabowo Telah Melintasi Mayoritas Provinsi di Jawa
”Ada perasaan sungkan atau segan sebagai anggota kabinet, kok, tiba-tiba menyatakan menyiapkan diri (maju di Pilpres). Tapi insya Allah, dengan dorongan para kiai dan harapan dari seluruh pengurus Gerindra, pada waktunya beliau akan menyatakan kesiapan,” katanya.
Berdasarkan survei sejumlah lembaga, Prabowo merupakan salah satu tokoh potensial calon presiden (capres) yang posisinya konsisten berada di peringkat tiga besar. Dalam survei Indikator Politik Indonesia yang diselenggarakan pada 14-19 April lalu, misalnya, tingkat elektabilitas Prabowo 23,9 persen atau berada di posisi kedua setelah Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, yakni 26,7 persen, dan unggul atas Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang elektabilitasnya 19,4 persen.
Survei Charta Politika pada 10-17 April menunjukkan hasil serupa. Secara berturut-turut, tiga besar elektabilitas capres pilihan publik adalah Ganjar (29,2 persen), Prabowo (23 persen), dan Anies (20,2 persen).
Wakil Ketua Umum Gerindra Ferry Juliantono mengatakan, hasil survei yang memperlihatkan posisi Prabowo di jajaran tertinggi menunjukkan bahwa masyarakat memiliki harapan besar agar dia bisa memimpin Indonesia. Akan tetapi, saat ini Prabowo dan Gerindra masih memprioritaskan untuk membantu pemerintah menyelesaikan persoalan masyarakat, terutama terkait dengan ekonomi. Deklarasi sebagai capres pun belum akan dilakukan saat ini.
”Bagi keluarga besar Gerindra, tentu dukungan terhadap Pak Prabowo untuk menjadi capres merupakan keniscayaan, apalagi didukung dengan hasil survei yang bagus. Tetapi kami berpendapat pada waktunya Gerindra akan mengumumkan, tapi bukan saat sekarang,” katanya.
Baca juga: Cek Ombak Dahulu, Arungi Lautan Pilpres Kemudian
Wakil Ketua Umum Gerindra Sufmi Dasco Ahmad menepis adanya agenda politik dalam pertemuan Prabowo dengan para tokoh NU. Namun, ia tidak memungkiri bahwa tahapan Pemilu 2024 memang sudah dekat. Permintaan dari pengurus daerah agar Gerindra mengusung Prabowo sebagai capres pun tidak bisa dihindari. ”Akan tetapi, kami masih fokus konsolidasi partai,” ujarnya.
Meski demikian, ia mengatakan, pihaknya tengah menghimpun masukan dari akar rumput, pengurus daerah, dan anggota Dewan Pembina Gerindra untuk mencari tokoh yang tepat untuk menjadi pendamping Prabowo. Saran yang dimaksud diharapkan berdasarkan situasi riil di lapangan.
Jajaki basis baru
Pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno, memandang, upaya Prabowo mengunjungi sejumlah pondok pesantren dan tokoh NU merupakan upaya penetrasi terhadap kelompok Islam. Hal itu dilakukan untuk menggantikan Persatuan Alumni 212 yang tak lagi mendukungnya setelah memutuskan masuk ke pemerintahan. NU sebagai organisasi kemasyarakatan (ormas) memiliki jumlah pengikut yang besar. Ormas tersebut juga memiliki pandangan keagamaan moderat yang penting bagi Prabowo yang saat ini ada di dalam pemerintahan.
Upaya Prabowo mengunjungi sejumlah pondok pesantren dan tokoh NU merupakan upaya penetrasi terhadap kelompok Islam. Hal itu dilakukan untuk menggantikan Persatuan Alumni 212 yang tak lagi mendukungnya.
Secara demografis, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah merupakan daerah yang memiliki jumlah pemilih terbanyak. Dalam Pilpres 2014 dan 2019, Prabowo belum pernah memenangi perolehan suara, khususnya di Jawa Timur. Pada Pilpres 2019, Prabowo yang berpasangan dengan Sandiaga Uno meraih 8,4 juta suara, turun dari raihan pada Pilpres 2014, yakni 10,2 juta suara, saat ia berpasangan dengan Hatta Radjasa. Perolehan itu kalah dari pasangan Jokowi-Jusuf Kalla pada 2014 yang mendapatkan 11,6 juta suara, kemudian pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin pada 2019 mendapatkan 16,2 juta suara.
”Artinya, Prabowo sedang membuka semak belukar politik untuk melapangkan jalannya ke 2024,” kata Adi.
Baca juga: Menimbang Panjang Pendek Durasi Kampanye Pemilu 2024
Ia menambahkan, upaya tersebut juga cenderung dipengaruhi oleh realitas politik bahwa tingkat elektabilitas Prabowo mulai disalip oleh tokoh potensial capres lainnya. Dalam survei berbagai lembaga pada April, elektabilitas Prabowo berada di peringkat kedua di bawah Ganjar. Padahal, dalam survei-survei sebelumnya, Prabowo masih konsisten di posisi teratas.
”Prabowo tidak bisa terus-menerus berada di zona nyaman. Jika tetap ingin melihat kans politik di 2024, ia harus melakukan kampanye, kerja-kerja politik untuk meyakinkan publik,” katanya.
Upaya total, kata Adi, perlu dilakukan Prabowo karena Pilpres 2024 bisa jadi merupakan kesempatan terakhirnya untuk berkontestasi. Sebelumnya, ia sudah tiga kali mengikuti pilpres, tetapi selalu gagal. Untuk itu, Prabowo harus mulai lebih sering tampil sebagai Ketua Umum Gerindra. Sebab, jika dibandingkan dengan tokoh potensial capres lain, manuvernya dinilai sudah jauh tertinggal.
Strategi politiknya selama ini, yakni membangun citra sebagai menteri yang tidak pernah memanfaatkan jabatan demi kepentingan politik pribadi, itu saja tidak cukup.
”Prabowo sudah kecurian start dari yang lain. Yang lain sudah semakin kencang dengan berbagai deklarasi, pasang baliho, sukarelawan-sukarelawan, sedangkan Prabowo justru belum melakukan apa-apa,” ujarnya.