Intensitas Komunikasi Elite Parpol Buka Kans Lebih Banyak Capres di 2024
Sejumlah parpol memprediksi akan ada tiga hingga empat koalisi parpol untuk pengusungan pasangan capres-cawapres di Pilpres 2024 atau lebih banyak dibandingkan dua pemilu sebelumnya yang hanya dua pasangan calon.
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah partai politik terus membuka komunikasi dengan partai lain menjelang tahapan pendaftaran pasangan calon presiden-wakil presiden yang kemungkinan dibuka September 2023 mendatang. Hal ini bisa membuka peluang terbentuknya alternatif poros koalisi.
Selama dua bulan terakhir, pertemuan dan komunikasi antarketua umum partai politik (parpol) sudah tampak intens. Sebagian pertemuan diungkap ke publik, seperti pertemuan antara Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono ke Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto yang berlangsung di rumah Airlangga, Sabtu (7/5/2022).
Sebulan sebelumnya, tepatnya akhir Maret, Agus pun menyambangi Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh di Nasdem Tower. Di tempat yang sama, Airlangga menemui Surya Paloh, awal Maret lalu.
Deputi Badan Pemenangan Pemilu DPP Partai Demokrat Kamhar Lakumani mengatakan, pertemuan Agus dengan ketum parpol merupakan bagian dari program silaturahmi 360 derajat yang sejak awal dicanangkan oleh Agus dan Demokrat. Pertemuan-pertemuan itu salah satunya bertujuan untuk membangun koalisi di Pemilu Presiden (Pilpres) 2024.
”Sebelum 2022 pun sudah terjalin silaturahmi dengan parpol lain, seperti Partai Keadilan Sejahtera, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Persatuan Pembanguan. Kami harapkan dengan seluruh ketum parpol lain juga terjadi komunikasi politik yang sama,” kata Kamhar saat dihubungi dari Jakarta, Minggu (8/5/2022).
Bagi Demokrat, lanjut Kamhar, tahun ini belum akan menentukan capres yang akan diusung karena waktunya dinilai belum tepat. Tahun 2022 akan dimanfaatkan untuk membangun komunikasi politik sekaligus membuka peluang koalisi dengan parpol lain.
Demokrat pun tidak memiliki beban sejarah masa lalu untuk membuka koalisi dengan parpol mana pun. Oleh karena itu, komunikasi dengan berbagai parpol terus dilakukan untuk mencari kesamaan nilai dan platform politik yang sama sebagai salah satu pertimbangan dalam membangun koalisi.
”Kami realistis konfigurasi politik Indonesia sangat cair dan sering kali baru mengkristal di menit akhir. Jadi terlalu dini jika sejak awal mendeklarasikan dukungan,” ujarnya.
Meski demikian, dengan intensnya komunikasi antarparpol, tak hanya Demokrat, juga konfigurasi politik yang cair, membuat Kamhar yakin akan ada tiga poros koalisi untuk Pilpres 2024. ”Tren terbentuknya tiga paslon capres-cawapres kian menguat karena konfigurasi dan dinamika politik yang cair,” katanya.
Seperti diketahui, untuk mengusung pasangan capres-cawapres, parpol atau koalisi parpol harus memenuhi syarat minimal 20 persen kursi di DPR atau 25 persen suara di Pemilu 2019. Parpol yang telah memenuhi syarat ini hanya PDI-P. Adapun parpol lainnya harus berkoalisi untuk mengusung capres-cawapres di Pilpres 2024.
Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily menilai, komunikasi antarketum parpol adalah sebuah keniscayaan dalam membangun koalisi. Oleh karena itu, Airlangga membuka komunikasi sebagai bentuk penjajakan dengan seluruh parpol. Bahkan bagi Golkar, komunikasi itu jadi penting sebagai bentuk dukungan dari parpol untuk program pemulihan dan menjaga stabilitas ekonomi, bukan hanya kepentingan 2024.
Senada dengan Kamhar, ia memprediksi akan ada lebih dari dua poros koalisi di Pilpres 2024.
”Melihat konfigurasi yang ada, bisa tiga atau empat paslon capres-cawapres. Saya berharap mulai ada yang menentukan koalisi setidaknya akhir tahun ini agar peta koalisi semakin jelas,” tutur Ace.
Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Sirojudin Abbas menilai, komunikasi yang cair di antara ketua umum parpol mengindikasikan kuatnya chemistry di antara mereka. Semakin kuat chemistry-nya, semakin besar pula potensi terbangunnya kerja sama elite maupun parpol.
Menurut dia, ada tiga aspek yang menentukan dalam membangun koalisi.
Pertama, ideologi, khususnya terkait prinsip-prinsip dasar yang diperjuangkan parpol. Kedua, agenda kebijakan yang ingin diperjuangkan jika berkuasa. Terakhir, representasi tokoh yang bisa mewadahi kepentingan mereka.
”Semakin besar persamaan di antara mereka dan semakin cair komunikasinya, maka prospek kerja sama dalam membangun koalisi akan semakin terbuka,” katanya.
Meskipun demikian, faktor ketokohan tetap menjadi penentu dalam pembentukan koalisi. Jika ada tokoh yang dinilai bisa mewadahi perbedaan kepentingan di antara parpol-parpol tersebut, terlebih punya elektabilitas tinggi, lebih besar peluang koalisi terjalin.