Masa Reses, antara Menyerap Aspirasi dan Dekati Konstituen demi Pemilu 2024
Masa reses yang bertepatan dengan Ramadhan dimanfaatkan sejumlah anggota DPR untuk menyerap aspirasi dan mendekati konstituen sebagai bekal di Pemilu 2024. Sayangnya, kegiatan reses ini belum sepenuhnya sesuai UU MD3.
Publik berhak mengetahui pelaksanaan masa reses Dewan Perwakilan Rakyat. Pada masa reses yang dimulai pada 15 April dan berakhir pada 16 Mei, sebagai contoh, pelbagai kegiatan dilakukan oleh anggota DPR. Kegiatan itu di antaranya mereka memanfaatkan waktu reses yang bertepatan dengan Ramadhan ini dengan melakukan umrah ke Tanah Suci.
Namun, ada pula yang kembali ke daerah pemilihan (dapil) untuk bertemu dengan konstituen dan menggelar acara buka bersama, pembagian santunan, pemberian sembako, sosialisasi kebijakan, dan pelatihan kepada masyarakat.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Sayangnya, selama ini belum ada mekanisme pertanggungjawaban yang jelas kepada publik. Oleh karena itu, tidak ada yang dapat memastikan apakah pelaksanaan reses di dapil itu telah sesuai atau belum dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2019 tentang Perubahan Ketiga atas UU No 17/2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3).
Reses kali ini pun sedikit berbeda karena menjadi reses pertama di tengah mudik Lebaran yang diperbolehkan di masa pandemi. Pola aktivitas anggota DPR kini mulai lebih banyak bersentuhan dengan masyarakat kendati tetap ada penerapan protokol kesehatan. Namun, sama seperti tahun-tahun sebelumnya, belum ada mekanisme khusus yang dibuat untuk pertanggungjawaban publik atas kegiatan reses.
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Guspardi Gaus, dari Dapil Sumatera Barat II ini mengatakan, ia sudah berada di dapil sejak awal masa reses. Sejumlah kegiatan dilakukan untuk mengisi masa reses, seperti mengisi ceramah di masjid di dapilnya, membagikan 1.000 paket Lebaran, hingga memberikan sosialisasi tentang perlunya sertifikasi tanah. Dapil Guspardi meliputi lima kabupaten, yaitu Agam, Padang Pariaman, Lima Puluh Kota, Pasaman, dan Pasaman Barat, serta tiga kota, yaitu Pariaman, Bukittinggi, dan Payakumbuh.
”Saya juga melakukan kegiatan peduli anak yatim yang bekerja sama dengan komunitas motor anak-anak muda. Anak-anak yatim diajak berkeliling Kota Padang dan kemudian dibawa ke tempat rekreasi, lalu buka puasa bersama. Ada santunan untuk tiap-tiap anak yatim piatu tersebut,” tutur Guspardi, Rabu (27/4/2022), saat dihubungi dari Jakarta.
Baca juga: Gunakan Masa Reses, DPR Kebut Pembahasan Rancangan PKPU
Guspardi juga berkolaborasi dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk sosialisasi tentang program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Sosialisasi tersebut dirasakan perlu untuk memudahkan pendataan dan sertifikasi tanah. Komisi II DPR tempatnya bertugas juga membawahi bidang agraria dan pertanahan.
Terlebih lagi umumnya tanah di Sumbar adalah milik adat, suku, jorong, ataupun nagari. Banyak pertanyaan dan keraguan tentang sertifikasi lahan milik komunal tersebut.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Arsul Sani, juga memilih mendekati konstituen secara langsung. Pandemi memberikan dampak ekonomi yang serius di tengah masyarakat sehingga pemberian bantuan berupa sembako dan bantuan finansial menjadi salah satu hal yang ia lakukan.
Beberapa kegiatan terkait dengan pengajian, pertemuan dengan aktivis partai, dan tokoh-tokoh masyarakat juga tetap dilakukan Arsul. Lomba shalawat dan seni-seni tradisional islam juga diselenggarakan. ”Setelah Lebaran, kemungkinan juga akan dilakukan sejumlah pelatihan atau capacity building untuk masyarakat,” kata Arsul yang berasal dari Dapil Jawa Tengah X, meliputi Kabupaten dan Kota Pekalongan, Kabupaten Pemalang, dan Kabupaten Batang.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Arsul Sani, juga memilih mendekati konstituen secara langsung.
Pengalaman pada reses sebelumnya, Arsul melakukan pelatihan penanaman dengan metode hidroponik untuk masyarakat. Situasi pandemi Covid-19 membuat mobilitas orang terbatas sehingga untuk mengatasi kebosanan konstituen, ia membuat pelatihan hidroponik untuk masyarakat.
Di luar kegiatan itu, Arsul dengan dukungan Nahdlatul Ulama NU Circle (NU Circle) menggalakkan gerakan nasional pemberantasan buta aksara matematika (Gernas Tastaka). Kegiatan ini melibatkan guru-guru madrasah yang dilatih untuk mengajarkan matematika dengan cara yang menyenangkan. Harapannya, anak-anak sekolah lebih dapat mengikuti pelajaran matematika dengan lebih baik dan tidak menganggap mata pelajaran itu menakutkan.
Baca juga: Jelang Reses DPR, Nasib RUU Perlindungan Data Pribadi Masih Menggantung
Lain lagi dengan anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Nabil Haroen, yang terpilih dari Dapil Jateng V. Wilayah dapilnya meliputi Kabupaten Boyolali, Klaten, Sukoharjo, dan Kota Surakarta. Nabil memilih untuk pendekatan door to door untuk menyapa konstituennya. Pertemuan dengan skala kecil lebih dipilih agar unsur kedekatan lebih terasa.
Namun, pendekatan massal juga dilakukan, seperti sosialisasi ke pasar-pasar tradisional. ”Saya kemarin datang ke lima pasar di Solo untuk sosialisasi mengenai obat-obatan dan bahan makanan berbahaya. Karena di pasar, misalnya, masih banyak teri medan yang mengandung formalin, bakso mengandung boraks, dan kerupuk yang memakai pewarna tekstil,” katanya.
Menurut rencana, Nabil akan membagikan alat pengecek (tester) obat dan bahan makanan berbahaya. ”Kami akan kasih gratis 10.000-20.000 alat pengetes obat dan bahan makanan berbahaya itu ke paguyuban pedagang pasar,” ujarnya.
Sebagai kader PDI-P, ia juga mendapatkan titipan paket beras premium berukuran 5 kilogram (kg) dari Ketua DPP PDI-P Puan Maharani untuk dibagikan kepada masyarakat. Hampir semua kader PDI-P yang turun ke lapangan mendapatkan titipan paket beras dari Puan untuk disampaikan kepada masyarakat yang membutuhkan. ”Jumlahnya beda-beda, antara pimpinan dan anggota biasa beda-beda. Kalau seperti saya yang anggota biasa, mendapatkan titipan beras 10 ton,” katanya.
Saat reses, Nabil juga menerima sejumlah aspirasi dari masyarakat Solo yang mengeluhkan tunjangan hari raya (THR) belum cair dari sejumlah perusahaan. ”Ini sedang kami advokasi,” ucapnya.
Menjaga konstituen
Kesempatan mendengarkan aspirasi dan membantu konstituen juga dimanfaatkan para anggota DPR untuk mendekatkan diri kepada konstituen. Menjaga konstituen adalah suatu kebutuhan jika ingin terpilih kembali pada Pemilu 2024.
Dalam mendekati konstituen itu, mereka kerap disodori proposal permintaan bantuan dana yang jumlahnya besar. ”Ada saja yang minta, misalnya, kalau berkunjung ke kiai atau tokoh masyarakat lainnya, ada yang dimintai bantuan menambah sumur bor, karena musim kering. Ada yang meminta fasilitas MCK,” kata Arsul.
Baca juga: Tantangan Pemilu 2024
Namun, tidak semua proposal itu dipenuhi. Semua pemberian bantuan itu dilakukan dengan proporsional. Arsul mengaku dalam sebulan bisa menerima 20-25 proposal dari dapil. Belum lagi proposal dari luar dapilnya karena ia juga Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat.
”Kalau dipenuhi semua, kan, besar sekali jumlahnya. Sebab, kalau rata-rata memberi bantuan Rp 2,5 juta, sudah berapa banyak jumlahnya dari dapil dan seluruh Indonesia,” kata Arsul yang juga Wakil Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan ini.
Guspardi juga mengalami hal serupa. Ia menerima banyak proposal dari individu ataupun institusi di dapilnya. ”Saya pilih-pilih juga, karena kalau dari institusi itu, akan saya pertimbangkan. Saya lihat dulu institusinya dan perannya, serta kebutuhannya. Kalau individu lebih ketat lagi, karena ada yang hanya mengaku-aku kenal atau mengaku perwakilan masyarakat,” kata mantan Ketua DPRD Sumbar ini.
Sejumlah kelompok masyarakat di dapil Nabil juga kerap menyodorinya proposal. Salah satunya untuk pembangunan gedung atau kantor. Soal ini, Nabil mempunyai cara untuk mengubah pola pikir masyarakat agar tidak terus-terusan menganggap anggota DPR sebagai pemberi uang ataupun bantuan.
”Saya minta mereka memanfaatkan diri saya selaku anggota DPR. Misalnya untuk mengundang pemda (pemerintah daerah) setempat, babinsa (bintara pembina desa) dan bhabinkamtibmas (bhayangkara pembina keamanan dan ketertiban masyarakat) untuk mengajak masyarakat berdonasi. Dengan demikian, kan, mereka bisa mengumpulkan donasi membangun kantor, tidak harus menunggu uluran tangan pemda ataupun pihak lain,” tutur Nabil yang juga Ketua Umum Pagar Nusa, salah satu Badan Otonom Nahdlatul Ulama.
Menurut Nabil, upaya mengubah pola pikir masyarakat untuk tidak menjadikan anggota DPR sebagai tujuan mengajukan proposal tidaklah mudah. Ia pun akhirnya tetap membantu dalam bentuk uang untuk pembangunan kantor kelompok masyarakat tersebut, tetapi jumlahnya tidak sebesar yang diminta. Namun, ia berusaha memberikan solusi lain bagi mereka sehingga tergerak melakukan upaya di luar pengajuan proposal bantuan.
Dalam situasi pandemi, kecenderungan penyimpangan reses itu semakin besar karena banyak anggota DPR yang menggunakan momen pandemi ini untuk bagi-bagi sembako dan bantuan finansial lainnya.
Mekanisme akuntabilitas
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, mengatakan, praktik reses oleh anggota DPR selama ini belum ideal sebagaimana yang diatur di dalam UU MD3. Sebab, sebagian besar waktu reses itu semestinya digunakan untuk menyerap, menghimpun, dan memperjuangkan aspirasi konstituen di dapilnya.
Dalam situasi pandemi, kecenderungan penyimpangan reses itu semakin besar karena banyak anggota DPR yang menggunakan momen pandemi ini untuk bagi-bagi sembako dan bantuan finansial lainnya. ”Pembagian sembako itu sulit untuk tidak dikaitkan dengan kepentingan politik elektoral anggota. Mereka ingin memelihara konstituen di daerahnya,” kata Lucius.
Baca juga: Jurus Jitu Para Penghuni Senayan, Tak Tergoyahkan di Setiap Pemilu
Idealnya, menurut Lucius, anggota DPR tidak semata-mata menjaga suara konstituen, tetapi menyerap aspirasi mereka sehingga dapat disuarakan di parlemen. Dengan praktik reses yang cenderung menyimpang itu, menurut Lucius, tidak banyak aspirasi rakyat di dapil mereka yang dapat diperjuangkan anggota DPR di Senayan.
Fenomena melemahnya aspirasi dari dapil itu dapat dilihat dari kian sepinya penyampaian aspirasi oleh anggota DPR saat rapat paripurna. Dalam rapat paripurna sebenarnya diberi kesempatan bagi tiap-tiap anggota untuk menyampaikan aspirasi dari dapilnya, terutama saat rapat pembukaan masa sidang. Pada rapat perdana itu, anggota baru saja selesai menuntaskan masa reses sehingga ada kesempatan menyampaikan aspirasi.
”Pada praktiknya, penyampaian aspirasi dari dapil itu, kan,tidak begitu jelas, dan jarang sekali kesempatan itu digunakan oleh anggota DPR,” katanya.
Di sisi lain, praktik reses yang tidak sesuai dengan tujuan sebagaimana tercantum di dalam UU MD3 juga tidak mudah untuk dimonitor dan dikoreksi. Sebab, belum ada mekanisme akuntabilitas pelaksanaan reses yang dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.
Sekalipun ada laporan kepada fraksi dan Kesekretariatan Jenderal DPR mengenai kegiatan reses, tetapi laporan itu belum terbuka untuk publik. Belum ada laporan akuntabel yang dilakukan secara terbuka. Misalnya dengan menampilkan laporan reses anggota di laman resmi DPR. Dengan demikian, publik dapat mengetahui apa saja yang dilakukan anggota DPR saat reses dan bagaimana pertanggungjawabannya kepada publik.
Laporan pelaksanaan reses kepada tiap-tiap fraksi dan Kesetjenan DPR yang kemudian diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), menurut Lucius, selama ini juga bersifat administratif.
”Ke depannya, kita perlu mekanisme pertanggungjawaban pelaksanaan reses yang lebih akuntabel dan terbuka sehingga reses benar-benar dapat dijalankan sebagaimana diamanatkan oleh UU,” ujarnya.