Ketika ”Gap” Muda dan Partai Politik Harus Dikubur dengan Saling Aktif dan Membuka Diri Jelang Pemilu 2024...
Peran generasi muda dalam Pemilu 2024 amat besar dan sangat menentukan. Namun, dua tahun jelang Pemilu 2024, generasi muda bingung tentukan pilihannya. Selain parpol yang aktif, anak muda juga harus buka diri.
Oleh
IQBAL BASYARI
·6 menit baca
Generasi muda disebut-sebut menjadi penentu dalam Pemilihan Umum 2024. Jumlahnya yang diperkirakan lebih dari 50 persen dari daftar pemilih tetap membuatnya menjadi ceruk pemilih yang amat menggiurkan. Namun, dua tahun jelang pemungutan suara Pemilu 2024 masih banyak generasi muda yang bingung menentukan pilihannya.
Direktur Jenderal Dukcapil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh pernah mengungkap, perkiraan jumlah daftar penduduk potensial pemilih pemilihan (DP4 ) dari dinas kependudukan dan pencatatan sipil kabupaten/kota yang telah dikonsolidasikan, diverifikasi, dan divalidasi DP4 Pemilu, tercatat lebih kurang 206, 68 juta jiwa, dan perkiraan jumlah DP4 Pilkada lebih kurang 210,50 juta. DP4 yang terus di-update dan disinkronisasikan menurut rencana diserahkan dukcapil ke KPU pada 14 Oktober 2022. Dari KPU selanjutnya, data pemilih diberikan kepada KPUD (situs dukcapil Kemendagri.go.id)
Sejauh ini, berbagai survei menunjukkan. Generasi Z (usia 8-23 tahun) dan generasi milenial (usia 24-39 tahun) masih jauh dari partai politik. Meski antusias mengikuti pemilu, mayoritas masih belum menentukan pilihannya. Di sisa waktu yang tersisa jelang pemungutan suara 14 Februari 2024, parpol pun terus berupaya merayu generasi muda melalui berbagai platform di media sosial yang lekat dengan kehidupan mereka.
Peran generasi muda dalam Pemilu 2024 yang amat besar bukanlah tanpa sebab. Hasil Sensus Penduduk 2020 yang dilakukan Badan Pusat Statistik menunjukkan mayoritas penduduk Indonesia didominasi oleh generasi Z dan milenial. Proporsi generasi Z (lahir tahun 1997-2012) sebanyak 74,93 juta jiwa atau 27,94 persen, disusul kaum milenial (lahir tahun 1981-1996) sebanyak 69,38 juta jiwa atau 25,87 persen. Total populasi Indonesia mencapai 270,20 juta jiwa per September 2020. Artinya, jumlah mereka amat signifikan untuk diperebutkan suaranya di pemilu.
Demikian pula hasil survei tim Riset dan Analitik
Kompas
Gramedia Media bersama dengan Litbang
Kompas
yang menunjukkan tingginya antusiasme kaum milenial (lahir tahun 1981-1996) dan generasi Z (lahir tahun 1997-2012) untuk mengikuti Pemilu 2024. Sebanyak 86,7 persen menyatakan bersedia berpartisipasi dalam pemilu. Sementara 10,7 persen masih menimbang dan 2,6 persen lainnya menolak mengikuti ajang elektoral tersebut.
Survei menggunakan telepon dilakukan terhadap 3.224 responden berusia 17-40 tahun yang tersebar di 80 daerah pemilihan (dapil) pada 5 Januari-9 Februari 2022. Sampel diambil dengan metode pencuplikan acak. Dengan metode ini, tingkat kepercayaan mencapai 95 persen, sedangkan margin of error lebih kurang 1,79 persen.
Dalam demokrasi di mana parpol menjadi salah satu unsur terpenting, ada semacam jarak yang cukup jauh dengan orang-orang muda yang seharusnya bagian penting dan harus diurus dengan baik.
Antusiasme juga tecermin dari Survei Pemilih Pemula yang dilakukan Lembaga Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Insani Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah (PP IPM). Dalam survei yang dilakukan pada 15 April-21 April 2022 menunjukkan 71,9 persen pemilih pemula sudah tahu tanggal pemungutan suara Pemilu dan Pemilihan Kepala Daerah 2024. Namun, 79,3 persen pemilih pemula belum memiliki pilihan pada pemilu mendatang.
Hasil survei ini cenderung sama dengan hasil survei Litbang Kompas pada Oktober 2021 lalu. Porsi responden dari generasi Z (di bawah 24 tahun) yang belum menentukan pilihan pada partai politik masih 48,1 persen, sedangkan dari kalangan milenial atau disebut pula generasi Y mencapai 39,3 persen. Artinya, mayoritas generasi Z dan milenial (87,4) persen belum menentukan pilihan.
”Dalam demokrasi di mana parpol menjadi salah satu unsur terpenting, ada semacam jarak yang cukup jauh dengan orang-orang muda yang seharusnya bagian penting dan harus diurus dengan baik,” kata Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Arif Wibowo dalam diskusi bertajuk ”Perilaku Pemilih Pemula dalam Pemilu” yang diselenggarakan PP IPM, Sabtu (23/4/2022).
Arif mendengar masukan dari generasi muda, termasuk anaknya yang kini berusia 21 tahun, bahwa parpol zaman now kurang gaul, tak terkecuali PDI-P. Maka ini menjadi pekerjaan rumahnya untuk memfasilitasi anak muda agar paham dunia politik dan secara sadar mau terlibat dalam politik. Sebab tidak ada satu hal dalam hidup yang tidak ada kaitannya dengan politik.
Ia mencontohkan, Presiden pertama Indonesia Soekarno terlibat dalam dunia politik sejak muda. Bahkan saat usianya masih 26 tahun, Bung Karno mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI). Maka ia pun mengikuti dengan terlibat organisasi Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia semenjak kuliah dan menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat di usia 41 tahun.
”Parpol harus menyiapkan karpet merah kepada anak muda sebagai generasi penerus untuk memimpin parpol agar masa depan parpol menjadi lebih baik,” kata Arif.
Mendorong generasi muda
Dalam catatan Kompas, sejumlah parpol berupaya mendorong keterlibatan generasi muda dalam organisasi. Di PDI-P, sekitar 80 persen pengurus di tingkat anak ranting, ranting, dan cabang berusia di bawah 35 tahun. Ke depan, dalam strategi pemenangan pemilu, ”komandan lapangan” yang akan diterjunkan oleh PDI-P juga anak-anak muda. Mereka juga membentuk berbagai komunitas juang di masyarakat yang penggeraknya didominasi anak-anak muda, seperti komunitas juang yang bergerak di bidang lingkungan hidup, penanganan bencana, atau advokasi hak-hak rakyat.
Sementara Partai Golkar menyiapkan strategi khusus untuk mendekati generasi Y dan Z. ini. Pendekatan yang dimaksud dimulai dengan menampilkan sosok muda dalam kursi pimpinan alat kelengkapan dewan (AKD) di DPR. Semua unsur pimpinan Golkar juga diwajibkan untuk membuat akun media sosial serta aktif menggunakannya sebagai media komunikasi dengan publik. Ada pula Golkar Institute yang pada tahap awal difokuskan untuk mendidik anak muda.
Parpol harus menyiapkan karpet merah kepada anak muda sebagai generasi penerus untuk memimpin parpol agar masa depan parpol menjadi lebih baik.
Peran organisasi sayap dalam bidang kepemudaan, misalnya Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) dan Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI), untuk merekrut dan mengadakan kegiatan juga dioptimalkan. ”Jadi, sekarang di internal Golkar, ada program yang secara rutin dilakukan oleh anak-anak muda yang aktif di organisasi sayap itu,” kata Wakil Ketua Umum Golkar Ahmad Doli Kurnia Tandjung.
Sejumlah parpol pun mendekati generasi muda melalui media sosial, seperti Tiktok, yang kini populer. Partai Kebangkitan Bangsa mengenalkan politik kepada generasi muda melalui berbagai platform media sosial, salah satunya Tiktok. Bahkan, PKB memiliki tim khusus yang dipimpin langsung oleh Sekretaris Jenderal DPP PKB Hasanuddin Wahid untuk menggarap kalangan calon pemilih muda.
Banyak ruang kosong untuk generasi muda berdialog tentang politik.
Adapun Partai Amanat Nasional membentuk juru bicara muda dari generasi milenial dan generasi Z. Keberadaannya bertujuan untuk memberikan kesadaran politik kepada kaum muda agar tidak apatis atau skeptis dengan politik. PAN juga membentuk organisasi sayap Barisan Muda Penegak Amanat Nasional (BM PAN) yang diketuai kadernya yang juga vokalis grup band Ungu, Sigit Purnomo Said alias Pasha Ungu.
Ketua Yayasan Visi Nusantara Maju Yusfitriadi mengatakan, parpol menjadi jalan satu-satunya untuk memberikan pemahaman yang kuat dalam membangun konstruksi kebangsaan. Generasi muda harus membuka diri, membuka kerangka berpikir, dan memberikan kontribusi besar atas kebijakan yang konstruktif melalui parpol. ”Diskursus politik harus digerakkan agar generasi muda memilih parpol,” ujarnya.
Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Nurlia Dian Paramita menuturkan, ada banyak ruang kosong untuk generasi muda berdialog tentang politik. Mereka tidak boleh hanya terjebak dalam hedonisme dan ”baper” dan mesti mengedepankan logika serta prinsip-prinsip yang dianut dalam memilih parpol. Sebab ada beragam preferensi anak muda menentukan parpol, bahkan dari hal sederhana mengenai warna yang disukai.
Tentu dengan membuka diri, memperluas kerangka berpikir, dan juga terutama memberikan kontribusi yang nyata dalam kehidupan politik dan bernegara agar semakin demokratis dan sejahtera, niscaya seperti kata Bung Karno, ”pemuda bisa mengguncang dunia”. Tidaklah terlalu utopis jika memang partisipasi pemuda nyata, aktif dan produktif.