Fenomena Anggota Legislatif Pindah Parpol Berpotensi Terulang di Pemilu 2024
Parpol terbuka menerima anggota legislatif dari parpol lain yang ingin bergabung dan menjadikan mereka caleg untuk Pemilu 2024, bahkan ada yang sengaja mendekati anggota legislatif parpol lain. Apa efek dari taktik ini?
Oleh
IQBAL BASYARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Perpindahan anggota legislatif ke partai politik lain kemungkinan kembali marak menjelang Pemilu 2024. Sejumlah anggota legislatif disebut sudah menyatakan niat pindah partai. Partai pun bersikap terbuka jika memang ada anggota legislatif yang ingin bergabung, bahkan ada yang sengaja mendekati anggota legislatif partai lain. Dengan merekrut anggota legislatif dari partai lain, peluang partai memperbesar raihan suara atau menambah kursi di parlemen diyakini lebih besar tetapi fungsi kaderisasi partai dikorbankan.
Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jazilul Fawaid mengklaim sudah ada tiga anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari partai politik (parpol) lain yang membuka komunikasi untuk bergabung dan menjadi calon anggota DPR dari PKB untuk Pemilu 2024. Ia tidak menyebutkan namanya, namun menyebut anggota DPR itu berasal dari Partai Gerindra, Partai Amanat Nasional, dan Partai Persatuan Pembangunan. "Kami terbuka masuknya calon nonkader, termasuk anggota DPR atau caleg yang gagal dari parpol lain," ujarnya saat dihubungi Rabu (30/3/2022).
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
PKB, lanjut Jazilul, tidak melakukan pendekatan khusus untuk mengajak anggota legislatif dari parpol lain agar mau menjadi calon anggota legislatif (caleg) dari PKB pada Pemilu 2024 karena hal itu dianggap tidak etis. Meski demikian, jika niat bergabung itu muncul dari anggota legislatif tersebut, PKB bersikap terbuka.
Meski demikian, bukan berarti mereka yang berniat bergabung lantas diterima begitu saja. Mereka tetap harus menjalani mekanisme penjaringan di internal, salah satunya uji kelayakan dan kepatutan seperti yang dilakukan terhadap bakal caleg lain hingga akhirnya bisa mendapatkan Kartu Tanda Anggota PKB. Setelah itu, PKB akan melihat keseriusan dari anggota legislatif itu untuk bergabung guna memastikan kesungguhan niatnya berpindah dari parpol lama menuju PKB. "Harus disaring dahulu, jangan sampai merusak partai," tuturnya.
Partai Nasdem yang pada Pemilu 2019 banyak merekrut anggota DPR dari parpol lain juga akan menjadikan strategi itu sebagai salah satu strategi parpol menghadapi Pemilu 2024. Wakil Sekjen bidang Pemenangan Pemilu Partai Nasdem Jakfar Sidik mengatakan, Nasdem terbuka kepada siapapun yang tertarik dengan nilai-nilai Nasdem untuk bergabung sebagai bacaleg di Pemilu 2024.
"Kami membuka komunikasi dengan semua orang. Tentu ajakan terbuka ini untuk siapapun kalau ada yang tertarik," katanya.
Jakfar menuturkan, ada sejumlah kriteria bagi mereka yang ingin bergabung dengan Nasdem. Kriteria itu adalah memiliki integritas yang dibuktikan dengan popularitas yang positif di daerah pemilihan yang dipilih. Selain itu, harus memiliki rekam jejak dan modal sosial yang baik, serta memiliki elektabilitas yang tinggi. Nasdem juga mensyaratkan bakal caleg tidak sedang menjadi tersangka kasus korupsi, pelecehan seksual, dan narkotika.
Syarat-syarat itu, lanjutnya, dibuat untuk bisa mengakomodasi putra-putri terbaik agar bisa mewakili konstituennya di parlemen. Nasdem ingin memberi apresiasi kepada siapapun yang memiliki prestasi untuk dimajukan sebagai bacaleg dan berjuang bersama-sama. "Kami sudah melakukan pemetaan dapil (daerah pemilihan) sambil terus melakukan konsolidasi," ucap Jakfar.
Parpol nonparlemen seperti Partai Perindo pun terbuka merekrut anggota legislatif parpol lain untuk maju menjadi caleg dari Perindo. Namun, mereka cenderung lebih memaksimalkan merekrut tokoh masyarakat, mantan kepala daerah, kepala daerah, dan pemengaruh atau influencer.
"Bacaleg dari anggota legislatif parpol lain belum tentu bisa mengunci kemenangan," kata Wakil Ketua Umum Perindo Ferry Kurnia Rizkiyansyah.
Lebih lanjut ia menjelaskan, ada dua jalur yang ditempuh untuk menjaring bakal caleg. Yakni melalui konvensi rakyat. Dengan cara ini, siapapun yang berniat menjadi anggota legislatif bisa mendaftar ke Perindo dan menjalani proses seleksi oleh Perindo. Jalur kedua, partai mendekati figur-figur yang bisa mendatangkan suara dan kursi di parlemen. Figur ini setidaknya harus dikenal luas oleh masyarakat dan memiliki kapasitas yang mumpuni. Bahkan Perindo akan memberikan bantuan logistik kepada figur tersebut jika potensi keterpilihan sebagai anggota legislatif, terutama DPR, tinggi namun kurang memiliki modal.
"Kami sudah memetakan dapil mana saja yang potensial untuk mendapatkan kursi. Tinggal menempatkan bacaleg yang sesuai," tutur mantan anggota Komisi Pemilihan Umum ini.
Peneliti di Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional, Wasisto Raharjo Jati, menilai, rencana parpol merekrut anggota legislatif dari parpol lain atau bahkan menerapkan strategi "pembajakan" anggota DPR lain menunjukkan kebutuhan parpol terhadap vote getter atau penarik suara, semakin tinggi. Parpol meyakini dengan cara itu bisa mendapatkan tokoh yang popularitas dan elektabilitasnya tinggi tanpa perlu kerja keras. Dengan merekrut mereka, parpol berharap dapat mengunci kemenangan untuk mendapatkan kursi di parlemen, memperbesar suara parpol atau bahkan memenangkan pemilu.
Namun, hal ini justru menunjukkan penurunan nalar parpol untuk menjalankan fungsi kaderisasi. Parpol cenderung tidak mau mencetak kader dari nol dan lebih memilih merekrut anggota DPR yang sudah memiliki basis konstituen kuat. Bahkan tindakan ini berpotensi bisa menggembosi parpol lain karena kader potensialnya diambil.
"Orientasi parpol terhadap kekuasaan lebih tinggi dibandingkan membangun regenerasi kadernya," katanya.
Menurut Wasis, "pembajakan" anggota DPR justru tidak memberikan hal positif di sistem demokrasi. Sebab, parpol mestinya mengutamakan ideologi dalam merekrut anggotanya sehingga tidak sembarangan dalam merekrut kader terutama yang diajukan sebagai bacaleg. Fenomena ini menunjukkan lemahnya basis ideologi parpol di akar rumput sehingga parpol bisa mudah mengambil kader parpol lain tanpa memperhatikan ideologi.