Rasionalisasi Anggaran Pemilu Bisa dengan Optimalisasi Teknologi
Efisiensi anggaran pemilu dapat dilakukan pada sejumlah pos anggaran dengan memaksimalkan penggunaan teknologi. Rekapitulasi pemungutan suara, contohnya, bisa menggunakan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap).
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Efisiensi anggaran pemilu dapat dilakukan pada sejumlah pos anggaran dengan memaksimalkan penggunaan teknologi. Rasionalisasi anggaran pemilu diharapkan melalui proses pertimbangan secara matang, termasuk perkembangan kondisi pada 2024.
Badan Anggaran DPR bersama pemerintah sudah meminta penyelenggara pemilu mengkaji kembali usulan anggarannya. Sejauh ini proses pengkajian tersebut masih dilakukan Sekretariat Jenderal Komisi Pemilihan Umum (KPU). Sejumlah pos anggaran dinilai bisa dirasionalisasi.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Menurut anggota KPU Provinsi Bali, Anak Agung Gede Raka Nakula, penempatan anggaran di setiap tahapan tidak bisa dikurangi. Sebab, setiap tahapan yang akan diselenggarakan harus ada anggaran yang mendukungnya. Namun, efisiensi anggaran bisa dilaksanakan dengan mencermati pola kegiatan yang akan dilaksanakan. Misalnya, efisiensi bisa dilakukan pada metode sosialisasi dengan memanfaatkan media daring dan media sosial.
”Begitu juga bimtek (bimbingan teknis) kepada penyelenggara bisa melalui media daring sehingga bisa menghemat anggaran,” kata Nakula saat dihubungi di Jakarta, Kamis (17/3/2022).
Selain itu, melihat situasi pandemi Covid-19 yang sudah melandai dan ada kebijakan pemerintah bahwa dengan sudah vaksinasi sebanyak tiga kali bisa tidak menggunakan alat pelindung diri, hal itu bisa menghemat anggaran dengan cukup mencuci tangan dan menggunakan masker.
Penghematan anggaran juga bisa dilakukan dengan metode digitalisasi, seperti pencalonan menggunakan Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) dan Sistem Informasi Pencalonan (Silon), sehingga mengurangi kertas kerja. Rekapitulasi pemungutan suara bisa menggunakan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) sehingga tidak banyak menghabiskan anggaran untuk mengadakan logistik rekapitulasi.
”Intinya setiap tahapan penyelenggaraan memanfaatkan teknologi dengan sistem informasi, seperti Sidalih (Sistem Informasi Data Pemilih), Sidakam (Sistem Informasi Dana Kampanye), dan Sirekap,” kata Nakula.
Penghematan anggaran juga bisa dilakukan dengan metode digitalisasi, seperti pencalonan menggunakan Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) dan Sistem Informasi Pencalonan (Silon), sehingga mengurangi kertas kerja.
Menurut anggota KPU Provinsi Banten, Ramelan, perlu ada pertimbangan yang matang dalam merasionalisasi anggaran pemilu. Penganggaran pemilu perlu melihat pertumbuhan jumlah penduduk 2024 yang membuat surat suara dan tempat pemungutan suara (TPS) bertambah. Belum lagi pertimbangan inflasi kenaikan harga pada 2024. Selain itu, perlu dipertimbangkan dampaknya.
Sebagai contoh, ketika kegiatan sosialisasi dikurangi, perlu dipertimbangkan cara alternatif agar informasi yang disampaikan kepada masyarakat mencukupi. Begitu juga dengan pengadaan logistik perlu ada pertimbangan perubahan harga.
Ramelan berharap, honorarium untuk penyelenggara pemilu ad hoc tidak dirasionalisasi. Sebab, beban kerja mereka sangat besar. Ia juga berharap, bimtek untuk penyelenggara ad hoc ditingkatkan. Sebab, selama ini dari tujuh anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), hanya satu orang yang mendapatkan bimtek. Idealnya empat hingga lima anggota KPPS yang mendapatkan bimtek.
”Cita-cita membangun pemilihan yang jurdil (jujur adil) dan berintegritas itu ujung tombaknya KPPS. Kalau mereka tidak paham, kan,repot,” ucap Ramelan.
Sementara itu, anggota KPU Kabupaten Bantul, Mestri Widodo, mengatakan, pendanaan penyelenggaraan pemilu oleh KPU bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Hal itu sesuai dengan Pasal 451 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Mekanisme kebijakan anggaran, termasuk alokasi untuk sebelas tahapan pemilu yang dilaksanakan oleh KPU daerah, menjadi kewenangan KPU RI.
”Pos tahapan pemilu di KPU daerah sudah diatur di dalam daftar isian pelaksanaan yang telah diposkan atau diatur oleh KPU RI,” kata Mestri.
Kompas sudah meminta keterangan kepada Sekretaris Jenderal KPU Bernad Dermawan Sutrisno terkait dengan perkembangan proses rasionalisasi anggaran pemilu, tetapi tidak direspons.
Rasionalisasi penghematan seharusnya dapat dilakukan pada sejumlah pos anggaran, seperti pelaksanaan kegiatan focus group discussion, rapat koordinasi, dan rapat pimpinan yang perlu dikurangi.
Rasionalisasi anggaran
Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Nurlia Dian Paramita mengungkapkan, anggaran terbanyak dibutuhkan untuk keperluan logistik penyelenggaraan pemilu dan belanja pegawai. Logistik penyelenggara pemilu masih dibuat dalam skema berbasis protokol kesehatan pandemi Covid-19 yang menyebabkan peningkatan anggaran. Sementara itu, belanja pegawai banyak dihabiskan untuk gaji penyelenggara ad hoc yang harus mendapatkan perhatian dengan berkaca pada pengalaman Pemilu 2019.
Menurut Mita, rasionalisasi penghematan seharusnya dapat dilakukan pada sejumlah pos anggaran, seperti pelaksanaan kegiatan focus group discussion (FGD), rapat koordinasi, dan rapat pimpinan yang perlu dikurangi. Begitu juga dengan cetak atribut seperti jaket dan topi dapat dihemat. Kegiatan sosialisasi juga bisa dialihkan ke media virtual.