Partai Demokrat, Mengawali ”Tahun Macan” dengan Simbol Kuda
Dalam pidato di depan kader Demokrat, Ketua Umum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono menggunakan terminologi kuda, yakni kuda hitam, kuda perang, dan kuda kavaleri. Apa pesan di balik itu? Dan tepatkah penggunaannya?
Di awal ”Tahun Macan Air” menurut penanggalan Tionghoa, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono berpidato dengan mengambil analogi binatang kuda. Terdapat tiga ungkapan terkait kuda yang ia gunakan, yakni kuda hitam, kuda perang, dan kavaleri atau pasukan berkuda.
Hal itu disampaikannya dalam kegiatan bimbingan teknis (bimtek) yang diikuti ratusan kader Partai Demokrat yang menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) pada Kamis (3/2/2022). ”Jangan merasa diri hebat. Lebih baik kita menjadi kuda hitam yang tidak diperhitungkan, tapi menang,” kata Agus.
Dalam kesempatan itu, Agus atau kerap disapa AHY mengajak kader Demokrat untuk tidak jumawa. Menurut dia, lebih baik Demokrat tidak diperhitungkan oleh lawan politiknya. Meski begitu, AHY berharap agar kader Partai Demokrat terus bekerja keras hingga meraih kemenangan. Hal itu dianalogikan dengan istilah kuda perang.
”Kuda perang adalah kuda yang bisa berlari kencang, tapi punya inisiatif kapan harus melambat, berhenti, atau bahkan berbelok untuk mencapai kemenangan. Jadi jangan asal lari kencang tanpa henti atau baru bergerak jika diperintah,” ujar AHY.
Baca juga: Dua Dekade Demokrat, Yudhoyono Ingatkan Komitmen Perjuangkan Kepentingan Rakyat
Menurut AHY, saat ini tren elektabilitas Demokrat terus bergerak naik. Hal itu diklaimnya berbasiskan hasil survei dari berbagai lembaga survei sepanjang 2021. Meski demikian, lanjut AHY, untuk meraih kemenangan, tidak cukup hanya dengan berdasarkan hasil survei. Sebab, hasil survei tersebut baru sebatas kompas atau barometer.
Sebaliknya, AHY berharap agar kader Demokrat yang menduduki jabatan sebagai wakil rakyat bekerja keras dengan turun langsung ke lapangan, ke masyarakat. Sebab, para anggota legislatif tersebut merupakan aset partai yang harus terus berkembang. ”Bantu rakyat dan tunjukkan identitas nasionalis-religius kita sebagai jati diri Demokrat,” ujar AHY.
Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Jovan Latuconsina menjelaskan, analogi binatang kuda dalam pidato AHY sarat dengan pesan. Analogi kuda hitam dipilih karena kisah dari Amerika Serikat pada abad ke-19 tersebut digunakan untuk memberikan semangat kepada para kader Partai Demokrat agar tidak berkecil hati.
Istilah kuda hitam berasal dari kisah yang menceritakan mengenai seseorang yang menunggang kuda berwarna hitam yang sebelumnya dianggap biasa-biasa saja, tetapi akhirnya kuda itu bisa berlari lebih cepat dari pesaingnya dan meraih kesuksesan. Sementara dari sejarah, Partai Demokrat pernah menjadi kuda hitam pada Pemilu 2004 dan berlanjut pada Pemilu 2009. Pada Pemilu 2004, pendiri Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono bisa terpilih sebagai presiden. Kemudian pada Pemilu 2009, Demokrat justru bisa menjadi partai pemenang pemilu.
Terkait analogi kuda perang, Jovan menjelaskan, kuda perang bukanlah kuda pacuan yang hanya melaju terus di lintasan, juga bukan kuda ketangkasan yang hanya mengikuti perintah sang penunggang. Kuda perang justru tahu kapan untuk maju, berhenti, juga mundur untuk kemudian maju.
Dengan analogi tersebut, AHY hendak mengingatkan kader Partai Demokrat yang menjadi anggota DPRD untuk meningkatkan kapasitas dan integritasnya. Dengan demikian, mereka diharapkan memiliki inisiatif, kreativitas, dan inovasi dalam mengembangkan program yang pro rakyat.
Adapun terkait arahan AHY agar kader Demokrat menjadi kavaleri, yang dimaksudkannya, menurut Jovan, ialah pasukan berkuda yang mampu melakukan manuver sekaligus tembakan. Dengan demikian, pasukan berkuda tersebut mampu menghasilkan daya kejut. ”Ketum AHY menyerukan agar para anggota DPRD dari Fraksi Partai Demokrat aktif turun langsung atau manuver, dengan memberikan bantuan yang menyentuh kebutuhan rakyat atau tembakan. Demokrat harus pro rakyat,” ujar Jovan.
Mudah dimengerti kader
Secara terpisah, pengajar komunikasi politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio, ketika dihubungi pada Sabtu (5/2/2022) berpandangan, penggunaan terminologi kuda oleh AHY tersebut mungkin karena lebih dekat dengan kehidupan sehari-hari dan mudah dimengerti kader Partai Demokrat. Demikian pula terminologi kuda mungkin juga dekat dengan kehidupan AHY yang berlatar belakang militer.
”Menurut saya tidak masalah menggunakan terminologi apa pun selama itu mudah dimengerti oleh si penerima pesan, yakni kader Partai Demokrat,” kata Hendri.
Meski demikian, ia menyayangkan penggunaan ungkapan kuda hitam dalam konteks Pemilu 2024. Sebab, dengan menyebut diri sebagai partai ”kuda hitam”, hal itu menjadi pembenaran atas upaya dan sikap pesimistis dengan tetap berharap lebih baik. Bagi Hendri, ungkapan ”kuda hitam” tersebut berarti ”semoga saja menang” atau ”mudah-mudahan ada keberuntungan”.
Alih-alih menggunakan terminologi yang bernuansa pesimistis, lanjut Hendri, AHY dapat menggunakan jargon yang bernuansa optimistis, seperti ”kita bisa menang kembali” atau ”mari berjuang”. Jargon yang membangun nuansa optimistis tersebut lebih sesuai karena masih ada waktu untuk menghadapi Pemilu 2024.
”Jadi (melalui ungkapan kuda hitam), yang pertama, dia (AHY) mengakui bahwa Demokrat tidak diunggulkan dalam Pemilu 2024. Yang kedua, dia mengakui bahwa Demokrat susah menang pada Pemilu 2024. Yang ketiga, dia benar-benar mengharapkan keberuntungan,” tutur Hendri.
Menurut Hendri, secara teoretis, variabel keberuntungan dapat memengaruhi sebuah rencana. Namun, jika suatu rencana dibuat matang, variabel keberuntungan tidak berdampak pada hasil secara signifikan.
Dia mengakui bahwa Demokrat tidak diunggulkan dalam Pemilu 2024. Yang kedua, dia mengakui bahwa Demokrat susah menang pada Pemilu 2024. Yang ketiga, dia benar-benar mengharapkan keberuntungan.
Dalam kerangka itu, Hendri menilai ungkapan ”kuda hitam” yang digunakan AHY terasa sangat mengandalkan variabel keberuntungan pada Pemilu 2024. Hal itu sangat disayangkan karena sedari awal sudah bersikap pesimistis meski Pemilu 2024 masih jauh.
Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komarudin memiliki pandangan lain. Menurut dia, analogi kuda berangkat dari pemahaman dan pengalaman AHY terhadap dinamika politik yang melanda Demokrat.
Dalam politik, ketika mereka merasa jumawa, merasa selalu menang dan bersikap sombong, hal itu justru akan memancing gangguan dari lawan politik.
”AHY paham betul bahwa ketika ada peristiwa ”kudeta” terhadap Partai Demokrat beberapa waktu lalu merupakan skenario yang akan melemahkan partai. Dalam konteks itu, kalau mereka bersikap jumawa, justru akan dihabisi lawan politik,” kata Ujang.
Baca juga: Ujian Bertubi bagi Eksistensi Partai Demokrat
Mengenai ungkapan kuda hitam tersebut, menurut Ujang, hal itu menunjukkan sikap yang realistis sekaligus praktis dan pragmatis. Itu berarti Demokrat menegaskan posisinya yang tidak konfrontatif, memosisikan diri di ”tengah”, yang meski tidak diperhitungkan, tetapi diharapkan bisa muncul ke atas.
Di sisi lain, lanjut Ujang, sikap Demokrat selama ini dinilai selalu main aman. Mesti mereka bersikap kritis terhadap kebijakan pemerintah, hal itu disampaikan secara berhati-hati atau halus. Sebab, jika tidak, mereka akan diserang balik oleh pendukung pemerintah.
Padahal, sikap yang setengah-setengah tersebut juga akan menyulitkan posisi Partai Demokrat. Di satu sisi, dengan bersikap kritis terhadap kebijakan pemerintah yang dianggap gagal, hal itu akan berpotensi mengerek elektabilitas partai. Hal itu berkaca pada pengalaman Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang pernah konsisten berada di luar pemerintah hingga akhirnya menjadi partai pemenang Pemilu 2014. Namun, di sisi lain, Partai Demokrat juga dibayangi dengan upaya lawan politik yang bermaksud untuk mengguncang dan melemahkan mereka.
”Ketika terlalu kencang mengkritisi pemerintah, Partai Demokrat akan diserang balik, khususnya dengan narasi kebijakan Presiden SBY disandingkan dengan kebijakan Presiden Jokowi. Narasi itu akan selalu diangkat dan menguntungkan pihak yang berkuasa hari ini,” ujar Ujang.
Ketika dikonfirmasi, Kepala Badan Komunikasi Strategis Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat yang juga Koordinator Juru Bicara Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra mengatakan, konteks pernyataan AHY tersebut untuk mengingatkan kader partai yang menjadi anggota Dewan agar tidak terlena dengan elektabilitas Demokrat berbasis sejumlah hasil survei. Meski di satu sisi hasil survei itu menggembirakan, di sisi lain hasil survei tetap hanyalah barometer atau potret saat ini, bukan sebuah kepastian.
”Nah, untuk menjaga ini, ke depannya kita mentalitasnya harus seperti kuda hitam. Berikhtiar terus dengan penuh keteguhan. Tidak perlu menonjolkan diri, menyombongkan diri, atau heboh-heboh. Yang penting tetap fokus, konsisten membantu rakyat yang sedang kesulitan karena pandemi dan tatkala ada bencana karena inilah yang akan menjadi kunci kesuksesan Partai Demokrat menang di 2024,” kata Herzaky.
Menurut Herzaky, saat ini Demokrat tengah fokus konsolidasi organisasi. Selain itu, saat ini tengah dilakukan pemberian pelatihan berupa bimbingan teknis bagi para kader Demokrat yang menjadi wakil rakyat dari seluruh Indonesia.
Melalui konsolidasi organisasi tersebut, lanjut Herzaky, diharapkan dapat menjadi modal bagi Demokrat untuk kemudian membantu rakyat secara lebih luas. Dengan demikian, pada Pemilu 2024, rakyat diharapkan kembali memberikan kepercayaan kepada Demokrat.
Dalam pernyataan tertulisnya, Jovan Latuconsina menyampaikan bahwa kata kuda punya pesan penting lain, yakni bahwa AHY ber-shio kuda. Dalam kariernya di TNI, AHY juga pernah memimpin Batalyon 203 Arya Kamuning yang memiliki simbol kuda. Dengan demikian, kuda boleh dibilang dekat dengan kehidupan AHY. Yang menjadi pertanyaan, mampukah AHY membawa Partai Demokrat kembali menjadi ”macan” yang mengaum kencang pada Pemilu 2024? Kita tunggu.