JAKARTA, KOMPAS - Komisi Pemilihan Umum didorong untuk segera mengeluarkan aturan mengenai jadwal kampanye di media massa. Belum adanya aturan tersebut menimbulkan ketidakpastian dan berbagai penafsiran.
Sentra Penegakan Hukum Terpadu kemarin memutuskan menghentikan penanganan laporan dugaan pelanggaran kampanye di media cetak nasional yang dilakukan Tim Kampanye Nasional Joko Widodo-Ma’ruf Amin.
Anggota Badan Pengawas Pemilu, Ratna Dewi Pettalolo, mengatakan, perbedaan pendapat masih terjadi antar-institusi dalam Sentra Penegakan Hukum Terpadu ketika memutus laporan tersebut.
Polri dan Kejaksaan Agung sepakat untuk menghentikan laporan itu karena tidak ada aturan jadwal kampanye di media massa. Sementara Bawaslu berpegang pada Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 7 Tahun 2017 sebagaimana diubah dengan Peraturan KPU Nomor 23 Tahun 2018 bahwa iklan kampanye di media massa diperbolehkan 21 hari sebelum minggu tenang atau 24 Maret-13 April 2019.
”Perbedaan pendapat antara Bawaslu, kepolisian, dan kejaksaan ini, bagi Bawaslu, menjadi sebuah dilema dalam proses penegakan hukum, khususnya pada pelaksanaan pengawasan tahap kampanye di media cetak dan media elektronik. Dari perbedaan pendapat ini, sebenarnya sudah membuka ruang untuk kemudian dilanggarnya asas jujur dan adil,” ujar Ratna di Jakarta, Rabu (7/11/2018).
Perbedaan pendapat antara Bawaslu, kepolisian, dan kejaksaan ini, bagi Bawaslu, menjadi sebuah dilema dalam proses penegakan hukum, khususnya pada pelaksanaan pengawasan tahap kampanye di media cetak dan media elektronik. Dari perbedaan pendapat ini, sebenarnya sudah membuka ruang untuk kemudian dilanggarnya asas jujur dan adil
Sebelumnya, Bawaslu menerima dua laporan dugaan kampanye di luar jadwal yang dilakukan TKN Jokowi-Ma’ruf pada iklan di salah satu harian nasional, Rabu (17/10). Iklan tersebut mencantumkan tulisan, nomor rekening dana kampanye untuk donasi, dan foto Jokowi-Ma’ruf. Menindaklanjuti laporan tersebut, Bawaslu meminta keterangan dari pelapor, terlapor, dan saksi-saksi ahli.
Ratna menjelaskan, ketiadaan PKPU yang secara khusus mengatur jadwal kampanye di media cetak dan elektronik bisa berakibat fatal dalam proses kampanye mendatang. Karena itu, ia berharap agar KPU segera melakukan percepatan dalam menetapkan jadwal kampanye media massa.
“Bawaslu akan segera menyurati KPU karena kan perbedaan pendapat ini menjadi masalah karena KPU sampai hari ini belum mengeluarkan keputusan tentang jadwal kampanye iklan media massa. Sehingga tidak ada seolah-olah ada pembiaran orang bisa berkampanye,” tutur Ratna.
Sementara itu, Kepala Sub-Direktorat IV Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Komisaris Besar (Pol) Djuhandani mengatakan, kepolisian menyimpulkan laporan tersebut bukan merupakan pelanggaran pemilu mengacu pada Pasal 492 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pasal tersebut menerangkan bahwa penetapan pelanggaran kampanye di luar jadwal mengacu pada aturan yang ditetapkan oleh KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota.
Tindak pidana pemilu untuk masuk ke proses penyidikan harus memenuhi unsur seperti adanya peraturan yang berlaku. Penyidikan tidak bisa dilakukan lebih lanjut jika unsur seperti undang-undang atau ketetapan yang mengatur tentang pasal tersebut belum ada atau belum dapat terpenuhi.
Anggota Satuan Tugas Direktorat Kepala Unit Tindak Pidana Umum Lain Kejaksaan Agung, Abdul Rauf, pun mengatakan harus ada undang-undang atau payung hukum terlebih dahulu untuk menyatakan suatu perbuatan melanggar hukum sesuai dengan asas legalitas.
”Karena peraturan belum ditetapkan oleh KPU, baik pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota, payung hukumnya juga belum ada. Kembali ke asas legalitas, harus ada peraturan dulu, baru ada pelanggaran atau kejahatan,” kata Abdul.