Hari Perempuan Pedesaan Sedunia: Momentum Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan
Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan tahun 1979 oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) mendorong negara-negara peserta untuk memberikan perhatian secara khusus pada peningkatan kehidupan perempuan pedesaan dengan membuat peraturan untuk menghapus diskriminasi perempuan pedesaan.

Perempuan yang bekerja sebagai pembatik bersepeda menuju lokasi workshop di Desa Karas Jajar, Kecamatan Pancur, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, Jumat (20/5/2016).
Hari Perempuan Pedesaan Sedunia atau World Rural Womanâs Day diperingati setiap 15 Oktober. Peringatan ini dimulai pada 2008 setelah keputusan Majelis Umum PBB dalam surat resolusi 62/136 pada 18 Desember 2007.
Hari Perempuan Pedesaan Sedunia bertujuan menghapus segala bentuk pendiskriminasian terhadap perempuan di seluruh dunia. Upaya peningkatan kondisi perempuan di pedesaan sebenarnya telah menjadi perhatian berbagai negara sejak tahun 1979. Ketika itu, PBB mengadopsi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan atau Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women.
Salah satu tujuan perayaan Hari Perempuan Pedesaan Sedunia ini adalah wujud pengakuan atas kontribusi peran perempuan dalam meningkatkan pembangunan, ketahanan pangan, dan pemberatasan kemiskinan di pedesaan.
Ide mengenai Hari Perempuan Pedesaan Sedunia ini telah ada sejak sejak konferensi di Beijing pada tahun 1995. Organisasi-organisasi yang bisa dikatakan paling berjasa dalam pembentukan hari tersebut setidaknya ada empat organisasi.
Keempat organisasi tersebut yaitu International Federation of Agricultural Producers (IFAP), Network of African Rural Women Associations (NARWA), Associated Country Women of the World (ACWW) dan Womenâs World Summit Foundation (WWSF).
Baca juga: Potret Perlindungan Perempuan dan Anak

Buruh perempuan penambang pasir menggendong keranjang berisi pasir yang mereka tambang di Sungai Grawah, Desa Cabean, Cepogo, Boyolali, Jawa Tengah, Sabtu (20/4/2019). Mereka mendapat upah Rp700 dari setiap keranjang pasir yang berhasil mereka bawa dari dasar sungai hingga ke tempat penampungan yang berjarak sekitar 800 meter. Kerja keras tersebut mereka jalani agar dapat membantu perekonomian dan memperoleh kedudukan setara dalam keluarga.
Perlindungan pada perempuan pedesaan
Mengapa penting untuk menetapkan Hari Perempuan Pedesaan? Berangkat dari persoalan nyata di masyarakat pedesaan, dimana para perempuan mengemban peran ganda baik sebagai penanggung jawab mengurus keluarga sekaligus peran ekonomi. Di wilayah pedesaan tidak jarang perempuan menghadapi berbagai persoalan agaria dan nelayan yang mengalami ketimpangan akses, maka ketika akses bagi mereka terputus artinya keluarga kehilangan penghasilan.
Dalam Pasal 14 Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap perempuan, tahun 1979, PBB secara khusus mendorong negara-negara peserta memberikan perhatian secara khusus pada peningkatan kehidupan perempuan pedesaan dengan membuat peraturan untuk menghapus diskriminasi perempuan pedesaan dalam pembangunan pedesaan.
PBB mengeluarkan Surat Resolusi 62/136 pada 18 Desember 2007 dan menetapkan tanggal 15 Oktober sebagai World Rural Womanâs Day atau Hari Perempuan Pedesaan Sedunia yang dimulai sejak tahun 2008.
Indonesia kemudian mengadopsi resolusi PBB tersebut dengan melahirkan Undang-undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) bertujuan untuk menjadikan desa sebagai subyek yang berdaulat dan otonom dalam pembangunan. Setiap laki-laki dan perempuan memiliki kesempatan yang sama dalam semua aspek kehidupan di desa, sehingga dalam proses pembangunan desa, maka Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa harus berpegang pada kesetaraan jender.
Baca juga: Asal Mula Hari Ibu Nasional

Sejumlah buruh tani bersepeda menembus hujan untuk pulang ke rumah setelah bekerja menanam bibit padi di Desa Klumprit, Mojolaban, Sukoharjo, Jawa Tengah, Jumat (9/4/2021). Para buruh tanam padi saat ini didominasi kaum perempuan yang biasanya bekerja secara berkelompok dengan lokasi berpindah-pindah sesuai permintaan pemilik lahan yang akan menggunakan jasa mereka.
Dalam Pasal 26 dan pasal 63 UU Desa Nomor 6 tahun 2014 disebutkan, Kepala Desa membentuk penyelengaran pemerintahan yang berkeadilan gender. Selanjutnya dalam Pasal 29 ditegaskan Kepala Desa wajib melindungi warga desa dari perlakuan diskriminatif dan menghindari tindakan kolusi, korupsi dan nepotisme. Dengan adanya UU Desa ini kesempatan perempuan desa untuk berkembang lebih besar, karena pembangunan desa akan berhasil jika para perempuannya lebih berdaya.
Ditegaskan pula dalam Pasal 58 disebutkan pertimbangan komposisi anggota Badan Permusyawaratan Desa merupakan cerminan dari demokratisasi di desa, harus mempertimbangkan aspek keadilan gender.
Dalam hal partisipasi politik perempuan desa dijamin dalam Pasal 72 dan Pasal 80 PP No 43/2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang menyebutkan dalam musyawarah desa diikuti oleh Pemerintahan Desa, Badan Pemusyawaratan Desa dan Unsur Masyarakat, yang harus menjamin representasi perempuan dengan proses yang demokratis.
Kekuatan Perempuan Indonesia
Berdasarkan data Administrasi Kependudukan (Adminduk) Juni 2021 penduduk Indonesia berjumlah 272.229.372 jiwa, laki-laki 137.521.557 jiwa dan 134.707.815 perempuan. Dari total jumlah penduduk ada 56,01 persen di Pulau Jawa dengan Propinsi Jawa Barat paling banyak penduduknya di Indonesia yaitu 47.586.943 jiwa, dan propinsi paling sedikit penduduknya adalah Kalimantan Utara (Kaltara) yaitu 692.239 jiwa.
Oleh karena itu para perempuan perlu menghimpun kekuatan pemberdayaan dengan membentuk kelompok dan jaringan kerja, seperti yang telah dilakukan kelompok perempuan pedesaan di berbagai yang berkumpul di Sulawesi Selatan.
Para perempuan pedesaan (petani dan nelayan) Indonesia yang berasal dari Pulau Sumatera, Jawa, Sulawesi, Nusa Tenggara Timur dan Kalimantan berkumpul dan mengorganisir diri pada 3-4 Desember 2018 dalam pertemuan yang âRembug Perempuan Pedesaanâ di Butta Toa atau Tanah Tua Gantarangkeke, Bantaeng, Sulawesi Selatan.
Kegiatan Rembug Perempuan ini menghasilkan sebuah wadah Jaringan Perempuan Pedesaan yang bertujuan agar perempuan mampu mengorganisir diri dan komunitasnya untuk melindungi perempuan dari berbagai ketidakadilan baik oleh individu, organisasi ataupun negara. tentunya akan memperkuat gerakan perempuan demi mencapai haknya.
Salah satu upaya yang dilakukan oleh Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan anak adalah program Desa Ramah Perempuan dan Desa Peduli Anak. Menurut Kemen PPPA gerakan itu akan menjadi episentrum baru pembangunan yang mendorong meningkatkan kesejahteraan dan kesehatan, akses terhadap pendidikan berkualitas menurunkan angka perkawinan anak, menumbuhkan pusat ekonomi yang berbasis rumahan.
Baca juga: Perayaan Hari Ibu dari Masa ke Masa

Sekitar 41 persen wilayah Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur atau seluas 50.145, 40 hektar merupakan kawasan hutan yang menghasilkan kayu jati terbaik di Pulau Jawa. Namun kawasan tepi hutan ini, masih merupakan kantung kemiskinan yang kondisi penduduknya masih berada di bawah garis kemiskinan. Dua wanita pencari daun jati di wilayah Kecamatan Malo ini misalnya, setiap hari harus menempuh perjalanan sekitar 15 km untuk memperoleh nafkah sebesar Rp 1.500 dari hasil penjualan daun jati yang mereka jual di pasar sebagai pembungkus (17/7/1993).
Pemerintah melalui Kementrian Desa, PDT dan Transmigrasi memiliki program Inovasi Menuju Kemandirian Desa melalui tiga cara yaitu :
- Jaring komunitas wira desa: dengan penguatan daya dan ekspansi kapabilitas masyarakat desa.
- Lumbung ekonomi desa: dengan optimalisasi sumber daya desa untuk mewujudkan kemandirian ekonomi, kadaulatan pangan dan ketahanan energi.
- Lingkar budaya desa: dengan menguatkan partisipasi masyarakat desa sebagai kerja budaya
Tidak hanya itu, dalam pembangunan SDM serta pembangunan sosial masyarakat desa tentu saja harus dengan mengembangkan kapasitas masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam dengan pengakuan hak masyarakat adat, meningkatkan partisipasi perempuan, anak, pemuda, penyandang disabilitas melalui pelatihan dan pengembangan masyarakat.
Sementara itu untuk meningkatkan kapasitas perempuan desa dibangun melalui pengembangan lingkar budaya kerja desa, dengan cara mendukung pengarus utamaan gender dalam pembangunan desa dan meningkatkan partisipasi dan kapasitas tenaga kerja (TKI/TKW).
Peringatan Hari Perempuan Pedesaan Sedunia
Hari Perempuan Pedesaan Internasional yang pertama kali diperingati pada tanggal 15 Oktober 2008 dilakukan dalam rangka memberi penghargaan bagi peran perempuan pedesaan untuk meningkatkan pembangunan pertanian, pedesaan, ketahanan pangan, dan memberantas kemiskinan pedesaan.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga dalam Siaran Pers Nomor: B-381/SETMEN/HM.02.04/10/2021 mengungkapkan pentingnya mendorong peran perempuan sebagai motor penggerak pemulihan ekonomi baik di kota dan di desa begitu pula ditingkat Nasional maupun Global.
"Peran perempuan menjadi kunci kehidupan keluarga Indonesia secara umum dan sebenarnya Hari Perempuan Pedesaan Internasional ini tidak bisa dipisahkan dengan isu-isu gender di tingkat Desa. Kita (KemenPPPA) sudah menjawab dengan 10 indikator yang diwujudkan dalam Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak," kata Menteri Bintang, Kamis (14/10/2021).
Menurut Menteri Bintang pemberdayaan perempuan dan kesetaraan gender merupakan prioritas pemerintah dalam pembangunan. Selain itu, kaum perempuan menjadi bagian dari lima isu prioritas arahan Presiden Joko Widodo yaitu peningkatan pemberdayaan perempuan dalam kewirausahaan, peningkatan peran ibu dalam pendidikan anak, penurunan kekerasan pada perempuan dan anak, penurunan pekerja anak dan pencegahan perkawinan anak.
"Strategi pengarustamaan gender telah diintegrasikan ke dalam rencana pembangunan nasional jangka pendek, menengah dan panjang. Indonesia juga telah memasukkan perempuan sebagai salah satu kelompok prioritas dalam Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia 2021-2025," tuturnya.
Lebih lanjut Menteri Bintang menekankan momentum Hari Perempuan Pedesaan Internasional diharapkan dapat memperkuat hak dan kewenangan desa sekaligus mengoptimalkan sumber kekayaan desa sebagai modal utama dalam pembangunan desa. Oleh karenanya, perencanaan harus berspektif gender karena ditengah masyarakat kita masih menempatkan perempuan sebagai nomor dua.
Baca juga: Perempuan Indonesia Pejuang Olimpiade

Remaja putri Desa Sukarara, Kecamatan Jonggat, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, sudah terampil menenun (1/7/2004). Selain untuk dijual, tenun songket itu juga untuk keperluan sendiri karena kain tenun biasanya disiapkan untuk calon suaminya
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) Bersama Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT) telah mendeklarasikan Gerakan Peningkatan Keterlibatan Perempuan Melalui Desa Ramah Perempuan dan Desa Peduli Anak. Gerakan ini menjadi salah satu upaya sinergi mewujudkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) di desa.
"Pengembangan Desa Ramah Perempuan dan Desa Peduli Anak menjadi episentrum baru pembangunan yang mendorong meningkatnya kesejahteraan dan kesehatan, akses terhadap pendidikan yang berkualitas, menurunkan angka perkawinan anak, menumbuhkan pusat ekonomi yang berbasis rumahan sehingga ibu rumah tangga memiliki otonomi dalam pendapatan rumahan," tutup Menteri Bintang.
Untuk melakukan pemberdayan ekonomi perempuan desa, maka harus dilakukan pendampingan dan memberikan beberapa hal penting untuk penguatan kapasitas perempuan. Beberapa program untuk peningkatan kapasitas perempuan yaitu akses permodalan, akses terhadap aset ekonomi produktif, pembekalan ketrampilan dankewirausahaan, penguatan jaringan pasar dan pengorganisasian kelompok.
Tentu saja program itu dapat terlaksana melalui penguatan kepemimpinan perempuan dalam pemerintahan desa, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan desa, penanganan kekerasan terhadap perempuan dan bantuan hukum serta pemenuhan hak anak. Hal ini tentunya menjadi pekerjaan besar di desa, yang hanya akan terwujud jika para pamong desa turut mendukung sesuai amanat UU Desa dengan dukungan kekuatan jejaring perempuan desa. (LITBANG KOMPAS)