Sejarah Pasukan Khusus dalam Tentara Nasional Indonesia
Pasukan khusus di Indonesia sudah ada sebelum TNI resmi berdiri pada 5 Oktober 1945. Pasukan khusus TNI baru terwujud sekitar tahun 1950-an seiring gerakan separatis yang mengancam kedaulatan Republik Indonesia.
Oleh
Inggra Parandaru
·4 menit baca
Cikal bakal Pasukan Khusus
Konsep pasukan khusus sudah ada sejak zaman kuno. Kekaisaran Persia (550--330 SM) memiliki unit elit pengawal raja bernama Immortal atau kaum abadi dengan jumlah personel tidak pernah kurang dari sepuluh ribu orang, sementara di Romawi kuno (280 SM--476 M) ada Pengawal Praetoria yang bertugas melindungi kota dan mengawal kaisar Romawi.
Sejak unit elit Romawi mengalami kemunduran akibat intrik politik yang mengakibatkan runtuhnya kekaisaran Romawi, konsep pasukan khusus di dunia tidak ada yang menonjol. Memasuki abad ke-12 dan 14, unit elit muncul kembali. Unit infanteri Pikemen (penombak) yang menggunakan tombak atau lembing untuk mematikan lawan muncul di Swiss, sementara di Turki, kekaisaran Ottoman membentuk organisasi pengawal Sultan bernama Janissaries.
Pasukan Janissaries bertahan cukup lama hingga runtuhnya kekaisaran ini pada 1923. Pasukan berkekuatan dua belas ribu orang ini mulai menjalankan tugas mengawal sultan pada tahun 1326. Jannisaries awalnya merupakan tahanan Kristen dan dilatih perang sejak kecil.
Pasukan elit lain yang cukup menonjol adalah Pengawal Kerajaan Napoleon Bonaparte (1769--1821) pada abad ke-19. Pasukan ini mirip dengan pasukan Immortal dan berperan besar dalam sejumlah kemenangan Napoleon melawan bangsa Prusia dan Rusia. Namun, pasukan ini gagal melindungi Napoleon dari Inggris di Waterloo, Belgia pada 1815.
Sifat pasukan khusus yang berjumlah banyak mulai berubah pada pertengahan abad ke-19. Pasukan elit berjumlah kecil mulai muncul antara tahun 1861--1865 pada Perang Sipil Amerika yang dikenal dengan Mosby’s Rangers.
Selepas abad ke-19, pasukan-pasukan khusus di dunia pun semakin berkembang termasuk di Indonesia. Pasukan-pasukan ini tergolong ke dalam konsep pasukan khusus modern dengan ciri berjumlah kecil, memiliki kemampuan spesial, bersenjata khusus, dan bertempur di belakang garis musuh.
Puluhan personel Komando Pasukan Khusus dengan muka dicoreng berjalan di barisan dalam de file upacara Hari Juang Kartika TNI AD 2003 di Kemayoran, Jakarta, 22 Desember 2003. Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto, 13 April 2003 mengirim telegram untuk para komandan satuan yang menegaskan bahwa anggota TNI bisa dicalonkan dalam pemilihan kepala daerah tanpa harus pensiun dari dinas TNI.
Pasukan Marsose
Sejarah pasukan khusus di Indonesia dimulai pada era pemerintah kolonial Hindia Belanda. Pasukan Marsose tercatat sebagai pasukan khusus di era kolonial yang dibentuk khusus untuk menumpas perlawanan lokal atas prakarsa Teuku Muhammad Arif, Jaksa Kepala di Kutaraja, Aceh.
Teuku Muhammad Arif merupakan orang Indonesia pro Belanda yang memberi nasihat kepada Gubernur Militer Belanda di Aceh, Jenderal van Teijn, untuk membentuk unit-unit tempur kecil infanteri yang memiliki mobilitas tinggi. Pada tahun 1889 tentara Belanda telah memiliki dua detasemen antigerilya yang kemudian dimatangkan konsepnya menjadi pasukan Marsose.
Setiap unit Marsose terdiri dari 20 orang dipimpin oleh seorang sersan Belanda yang dibantu seorang kopral pribumi. Setiap pasukan terdiri dari satu peleton berisi 40 orang dan dipimpin seorang letnan Belanda. Secara keseluruhan korps Marsose terdiri dari 1.200 orang dari berbagai bangsa seperti Belanda, Perancis, Swiss, Belgia, Afrika, Ambon, Manado, Jawa, dan sejumlah orang Nias dan Timor.
Gagasan pasukan ini muncul setelah muncul banyak korban di militer Belanda. KNIL yang berjumlah besar kewalahan menghadapi gerilyawan Indonesia yang minim senjata api. Oleh sebab itu, dibentuklah pasukan khusus yang menyesuaikan gaya perang gerilyawan. Pasukan marsose lebih sering menggunakan klewang daripada senjata api.
Sumber: Kanal Youtube Harian Kompas, 15 April 2021
Keberhasilan Marsose menjadi kebanggaan bagi militer Belanda. Pasukan yang tidak memerlukan logistik terlalu banyak ini, selama perang Aceh dan setelahnya, berhasil menjadi pasukan antigerilya dengan memasuki hutan mencari gerilyawan. Meski demikian Marsose juga dibenci karena kesadisannya bahkan oleh kalangan Belanda sendiri.
Meski cukup andal, petinggi militer Belanda merasa belum cukup sehingga membentuk sebuah unit di dalam pasukan Marsose bernama Kolone Macan. Pasukan ini dikenal lebih kejam daripada pasukan Marsose. Mereka melakukan eksekusi di tempat.
Reaksi keras pun muncul dari kalangan militer Belanda akibat kekejaman Marsose yang diungkapkan sebagai algojo terorganisir. Secara perlahan Kolone Macan pun dihilangkan dan menjadi Marsose biasa. Sejak Jepang mendarat di indonesia, kehebatan pasukan Marsose tidak terdengar lagi.