Siaran TV Digital: Teknologi, Tahapan, dan Proses Migrasi Siaran Televisi Digital
Rencana semula pada 17 Agustus 2021 Indonesia resmi memulai tahap pertama migrasi siaran TV analog menjadi TV digital. Namun, migrasi tahap pertama ditunda hingga April 2022 mendatang. Migrasi secara total akan rampung selambat-lambatnya pada 2 November 2022. Setelah migrasi total, masyarakat tidak dapat menonton siaran TV analog lagi. Pemerintah mengajak masyarakat segera beralih menyaksikan siaran TV digital.
Oleh
Topan Yuniarto
·6 menit baca
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Bendera Merah Putih berukuran 1.000 meter persegi berkibar di menara TVRI setinggi 147 meter, Jakarta, Kamis (27/8/2020). Pengibaran menandai ulang tahun ke-58 TVRI yang beriringan HUT RI ke-75. Jika regulasi teknik mengizinkan, menara pemancar TVRI yang legendaris tersebut bisa dipergunakan untuk memperkuat pancaran siaran televisi digital yang saat ini dipancarkan dari menara TVRI di Kembangan, Jakarta Barat agar masyarakat ibukota yang terhalang gedung tinggi dapat menangkap siaran digital dengan kekuatan sinyal yang maksimal.
Migrasi ke sistem penyiaran digital Indonesia merupakan amanat dari UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. UU Cipta Kerja menambahkan pasal 60A dalam UU 32 Tahun 2002 tentang penyiaran yang di dalamnya mengatur bahwa penyelenggaraan penyiaran dilaksanakan dengan mengikuti perkembangan teknologi, termasuk migrasi penyiaran dari teknologi analog ke digital. Proses migrasi ini paling lambat dilaksanakan dalam jangka waktu dua tahun setelah UU ini disahkan.
Siaran TV digital sama dengan siaran TV analog, tidak perlu internet, pulsa, atau membayar biaya langganan tiap bulan. Masyarakat masih bisa menikmati sinetron, tayangan musik, atau berita di berbagai saluran seperti biasa, yang membedakan hanyalah kualitas dari tayangan yang diberikan, yaitu tampilan gambar lebih bagus dan suara yang disajikan lebih jernih.
Berbagai negara telah menerapkan TV digital, seperti Jerman pada tahun 2003, Inggris pada tahun 2005, Prancis pada tahun 2010, bahkan Amerika Serikat sudah bermigrasi secara total sejak tahun 2009. Negara-negara di Asia juga sudah mulai menerapkan TV Digital seperti Malaysia pada tahun 1997, Singapura pada tahun 2004, dan Jepang pada tahun 2011. Oleh karenanya, kini giliran Indonesia.
Langkah menuju siaran TV Digital di Indonesia mulai dibuka pada tahun 1997, namun Indonesia baru mulai melakukan kajian terkait implementasi siaran TV digital pada tahun 2004 dan melakukan uji coba pertamanya pada tahun 2007. Hasil uji coba memperlihatkan bahwa program yang disiarkan oleh siaran TV digital memiliki kualitas yang baik di wilayah Indonesia.
Berdasarkan hasil uji coba tersebut pemerintah di bawah Menteri Komunikasi dan Informatika saat itu, Sofyan Djalil, memutuskan untuk menggunakan penyiaran digital sebagai standar penyiaran di Indonesia.
Pada 13 Agustus 2018, dilakukan soft launching TV Digital Indonesia di Studio TVRI Jakarta. Sedangkan grand launching dilakukan pada tanggal 10 Mei 2009 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Namun, rencana ini kandas akibat belum adanya payung hukum yang mengatur terkait pelaksanaannya.
Dengan hadirnya UU No. 11 Tahun 2020, maka Indonesia memulai kembali proses migrasi penyiaran digital yang sempat terhenti. Diharapkan seluruh masyarakat segera beralih dari TV analog ke TV digital karena setelah migrasi secara total dilakukan, masyarakat tidak dapat menonton siaran TV analog lagi. Untuk itu, masyarakat perlu mengetahui cara-cara untuk beralih, tahapan peralihan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah, serta berbagai kendala yang dihadapi dari adanya kebijakan migrasi ini.
Alat pengubah transmisi penyiaran analog ke digital dipamerkan dalam Pameran Penyiaran dan Multimedia di Jakarta Convention Center, Jumat (7/11/2008). Pameran yang menampilkan beragam produk yang dibutuhkan oleh industri televisi ini berlangsung hingga 9 November 2008.
Perbedaan siaran TV analog dan TV digital
Perbedaan utama dari siaran TV analog dan TV digital adalah jenis sinyal informasi yang ditransmisikan. Pada TV analog, sinyal yang ditransmisikan adalah sinyal analog, sedangkan pada TV digital sinyal yang ditransmisikan adalah bit-bit data. Bit ini berupa karakter yang memungkinkan adanya manipulasi dan transformasi data (bitstreaming), termasuk penggandaan, pengurangan, maupun penambahan. Bit ini pada akhirnya mampu menyederhanakan dan merangkum aneka bentuk informasi, seperti huruf, suara, gambar, warna, gerak, dan sebagainya sekaligus ke dalam satu format sehingga dapat memproses informasi untuk berbagai keperluan (Hary Budiarto, 2007).
Dengan menggunakan sinyal bit ini, gambar yang dihasilkan dapat lebih jernih dengan kualitas High Definition Television (HDTV). Selain itu, transmisi sinyal ini juga mendukung format rasio aspek layar lebar (16:9) yang cocok dengan rasio aspek sebagian besar HDTV. Bahkan, non-HDTV seperti DVD juga mendapatkan tampilan gambar yang maksimal dengan sinyal transmisi ini.
Saat ini terdapat beberapa standar penyiaran TV digital di dunia, yaitu ATSC (Advanced Television Systems Committee) yang telah mengembangkan standar single carrier 8-VSB (8-level vestigial side-band) yang dipergunakan secara luas di Amerika, Kanada dan Argentina; dan Standar ISDB-T (integrated serviced digital broadcasting) yang menetapkan metoda modulasi multicarrier BST-OFDM (bandwidth segmented transmission-Orthogonal Frequency Division Multiplex) yang dipergunakan di Jepang dan Brasil. Selain itu, juga terdapat teknologi T-DMB (terrestrial digital mobile broadcasting) dari Korea dan DMB-T (digital mobile broadcasting terrestrial) dari China, serta DVB-T (digital video broadcasting-terrestrial) dari Eropa, yang saat ini dipergunakan secara luas di Eropa, Australia, dan Asia.
Indonesia menggunakan standar DVB-T (digital video broadcasting-terrestrial) sebagai standar penyiaran digital. Teknologi DVB-T mampu memultipleks beberapa program sekaligus sehingga sangat memungkinkan bagi penambahan siaran-siaran TV baru. Dari segi efisiensi, tentunya penggunaan teknologi digital ini lebih efisien, karena dengan ukuran bandwith yang sama dengan sinyal TV analog, 1 frekuensi sinyal dapat membawa hingga 12 program siaran SDTV (Standard Definition Television). Sementara itu, 1 frekuensi TV analog hanya bisa menampung 1 program. (Kompas, 3/08/2007, Perlunya TV Digital di Indonesia)
Mengapa perlu beralih ke TV digital?
Pemerintah mengajak masyarakat untuk segera beralih ke siaran TV digital, seiring dengan meningkatnya jumlah pengguna internet di Indonesia. Hal ini disebabkan karena spektrum frekuensi radio yang digunakan untuk TV analog berada pada pita 700 MHz atau pita yang sama untuk layanan internet. Untuk itu, diperlukan migrasi agar menghemat penggunaan pita frekuensi tersebut. Dengan migrasi yang dilakukan, maka pita frekuensi TV analog akan menjadi lowong. Hal ini berpeluang untuk meningkatkan kecepatan internet dan realisasi pemanfaatan sinyal 5G untuk internet.
Selain itu, migrasi juga mendorong akselerasi penguatan industri TV digital. Hal ini mengingat bahwa 85 persen negara-negara di dunia sudah lebih dulu menggunakan teknologi TV digital. Oleh sebab itu, kini giliran Indonesia menunjukan penguatan industri TV digitalnya kepada dunia seiring dengan masifnya perkembangan teknologi.
Migrasi ini juga terus didorong oleh pemerintah karena mampu menciptakan multiplier effect di bidang ekonomi digital. Migrasi analog ke digital ini diperkirakan akan mendorong penambahan 181 ribu usaha baru, 232 ribu lapangan pekerjaan baru, Rp77 triliun peningkatan pajak dan PNBP, serta Rp443.8 triliun peningkatan kontribusi pada PDB nasional. Adapun beberapa peluang usaha baru yang terbuka, antara lain, seperti usaha di bidang rumah produksi, pembuatan aplikasi-aplikasi audio, video dan multimedia, industri sinetron, film, hiburan, komedi dan sejenisnya yang berpotensi menghidupkan kembali ekonomi masyarakat.
Dari segi kenyamanan menonton televisi, kualitas siaran TV analog masih jauh dari sempurna. Sinyal rentan terkena gangguan menyebabkan kualitas gambar dan suara menjadi kabur atau berbintik saat diterima masyarakat, terutama mereka yang tinggal jauh dari sinyal pemancar. Belum lagi, sistem analog lebih boros karena lembaga penyiaran harus mempunyai pemancar masing-masing yang menggunakan listrik sangat besar untuk menjangkau wilayah luas hingga ke perbatasan. TV digital pada akhirnya menjadi solusi dalam memberikan kenyamanan untuk menonton bagi masyarakat melalui berbagai program dengan kualitas gambar dan suara yang jernih serta mampu menghemat baik penggunaan frekuensi maupun listrik.