Berbagai Skema Perlindungan Sosial dan Insentif Pemerintah Selama Pandemi Covid-19
Tak hanya bantuan sosial sembako dan tunai, terdapat delapan skema bantuan sosial bagi masyarakat selama pandemi. Selain itu, ada pula berbagai insentif yang dapat diterima masyarakat, baik oleh kelompok masyarakat kelas menengah maupun rakyat miskin.
Merespons pandemi Covid-19, pemerintah Indonesia memprioritaskan penanganan di sektor kesehatan dengan menerapkan pembatasan sosial secara luas. Hal tersebut turut berdampak pada sektor sosial, ekonomi, dan keuangan.
Secara sosial, aktivitas masyarakat terhenti, termasuk aktivitas ekonomi yang menyerap tenaga kerja, terutama sektor informal. Hal ini berdampak, antara lain pada terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) dan meningkatnya pengangguran.
Selain itu, kinerja ekonomi menurun karena aktivitas ekonomi terhambat, seperti konsumsi, investasi, maupun ekspor-impor. Penurunan kinerja di sektor riil ini kemudian juga mengganggu kinerja sektor keuangan.
Oleh karena itu, selain memprioritaskan kesehatan dan keselamatan masyarakat, pemerintah merancang kebijakan untuk memulihkan ekonomi Indonesia. Strategi pemerintah dalam memerangi dampak Covid-19 ini dapat dilihat secara konkret dari porsi perencanaan anggaran belanja pemerintah.
Perlindungan sosial dan pemulihan ekonomi
Selama tahun 2020, anggaran negara diprioritaskan untuk tiga hal, yakni menjamin kesehatan dan keselamatan masyarakat, termasuk tenaga medis; memastikan perlindungan untuk masyarakat rentan; dan perlindungan terhadap dunia usaha.
Untuk menangani dampak Covid-19, pemerintah menganggarkan dana sebesar Rp 695,2 triliun untuk bidang kesehatan dan pemulihan ekonomi nasional (PEN). Berbagai bantuan sosial (bansos) dan insentif yang diterima masyarakat selama pandemi masuk dalam program PEN tersebut.
Program pemulihan ekonomi nasional ini dirancang untuk memulihkan ekonomi Indonesia dengan dua cara, yakni melindungi masyarakat miskin dan rentan miskin serta mendukung dunia usaha agar tidak semakin terpuruk.
Perlindungan sosial terhadap masyarakat miskin dan rentan miskin dilakukan dengan mengaktifkan program Jaring Pengaman Sosial. Sedangkan perlindungan terhadap dunia usaha dijalankan dengan memberikan insentif usaha; dukungan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM); pembiayaan korporasi; dan bantuan sektoral.
Dari kacamata ekonomi, tindakan pemerintah memberikan perlindungan sosial dilaksanakan sekaligus untuk memulihkan ekonomi. Hal ini mengikuti logika bahwa ekonomi akan bergerak karena adanya dua kekuatan, yakni permintaan dan penawaran, antara konsumsi dan produksi.
Selama pandemi, dua sisi tersebut terpukul karena adanya kebijakan pembatasan sosial yang berdampak pada berhentinya aktivitas ekonomi dan menurunnya kinerja ekonomi. Oleh karena itu, pemerintah menyiapkan program pemulihan ekonomi nasional yang menyasar sekaligus sisi produksi dan konsumsi.
Sisi konsumsi ditingkatkan dengan bantuan sosial. Berbagai bansos akan menjaga daya beli masyarakat, terutama kebutuhan sehari-hari rumah tangga yang merupakan penopang terbesar pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Peningkatan konsumsi ini merupakan upaya pemulihan ekonomi dari sisi demand atau permintaan. Dengan permintaan konsumsi yang meningkat diharapkan dapat mendorong sisi produksi atau penawaran (supply). Demikianlah logika ekonomi di balik pemberian bantuan sosial dan insentif bagi masyarakat.
Program perlindungan sosial
Total biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk penanganan dampak Covid-19 sebesar Rp 695,2 triliun, yang terdiri atas bidang kesehatan sebesar Rp 87,55 triliun, serta pemulihan ekonomi nasional (PEN) sebesar Rp 607,65 triliun.
Biaya untuk PEN digolongkan dalam dua bagian, dari sisi permintaan (demand) dan penawaran (supply). Dari sisi permintaan, biaya pemulihan ekonomi nasional dianggarkan sebesar Rp 205,2 triliun sedangkan dari sisi penawaran dianggarkan sebesar Rp 402,45 triliun.
Dari sisi permintaan, sebesar Rp 203,9 triliun dianggarkan untuk program perlindungan sosial sedangkan sebesar Rp 1,3 triliun dianggarkan untuk insentif bunga perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Dari sisi penawaran, sebesar Rp 120,61 triliun dianggarkan untuk insentif usaha dan sisanya dianggarkan untuk dukungan UMKM (Rp 123,46 triliun), pembiayaan korporasi (Rp 53,57 triliun) serta bantuan sektoral kementerian/lembaga dan Pemda (Rp 104,81 triliun).
Program perlindungan sosial ini direncanakan dapat diterima oleh 43,6 juta orang. Berdasarkan lapangan usaha, kelompok penerima program bantuan paling besar adalah petani, peternak, dan pekebun, yakni sebanyak 18,4 juta orang.
Di posisi berikutnya terdapat kelompok pedagang dan pekerja sektor swasta sebanyak 4,2 juta orang; kelompok pekerja bangunan sebesar 3,4 juta orang; pekerja pabrik sebanyak 3,3 juta orang; sopir dan pekerja sektor komunikasi sebanyak 1,3 juta orang; nelayan sebanyak 0,9 juta orang; pekerja sektor tambang sebanyak 0,3 juta orang; pekerja listrik dan gas sebanyak 0,1 juta orang; serta pekerjaan lain sebanyak 11,7 juta orang.
Dari sisi kelas ekonomi, program perlindungan sosial ini diarahkan terutama bagi mereka rakyat miskin serta kepada kelompok kelas menengah.
Bagi kelas menengah, program perlindungan sosial difokuskan untuk menjaga daya beli masyarakat di tengah pandemi Covid-19. Bagi rakyat miskin, program bantuan sosial diarahkan untuk membantu masyarakat yang penghasilannya berkurang atau hilang dan memastikan ketersediaan bahan kebutuhan pokok.
Pemerintah mengalokasikan delapan skema bantuan dalam program perlindungan sosial. Berbagai skema bantuan dirancang agar bantuan dapat diterima secara merata, tidak tumpang tindih satu sama lain.
Skema pertama adalah Program Keluarga Harapan (PKH) sebesar Rp 37,4 triliun. Kedua, kartu sembako sebesar Rp 43,6 triliun. Ketiga, diskon listrik dengan anggaran sebesar Rp 6,9 triliun. Keempat, bansos tunai non-Jabodetabek sebesar Rp 32,4 triliun. Kelima, bansos sembako Jabodetabek sebesar Rp 6,8 triliun. Keenam, bantuan langsung tunai (BLT) dana desa sebesar Rp 31,8 triliun. Ketujuh, kartu prakerja dengan anggaran sebesar Rp 20 triliun. Kedelapan, logistik/pangan/sembako dengan anggaran sebesar Rp 25 triliun.
Kedelapan bentuk perlindungan sosial tersebut masuk dalam program besar PEN dari sisi permintaan (demand), ditambah dengan insentif bunga perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah dengan anggaran sebesar Rp 1,3 triliun.
Di luar delapan bantuan dan satu insentif tersebut, terdapat pula insentif perpajakan (dari sisi supply) yang dapat diterima oleh masyarakat, yakni pembebasan PPh 21.
Selain sepuluh bantuan tersebut, mulai bulan Agustus 2020, pemerintah juga akan memberikan bantuan subsidi upah (BSU) bagi 15,7 juta peserta BP Jamsostek yang berpenghasilan di bawah Rp 5 juta per bulan. Sehingga total terdapat 11 bentuk bantuan pemerintah yang diterima langsung masyarakat selama pandemi Covid-19 hingga akhir Agustus 2020.
Sebelas bantuan selama Covid-19
Dari 11 bentuk bantuan pemerintah yang dapat diterima langsung oleh masyarakat, terdapat tujuh bentuk bantuan yang mengarah kepada kelompok kelas menengah, yakni pembebasan PPh 21, kartu prakerja, BLT dana desa, bansos tunai non-Jabodetabek, bansos sembako Jabodetabek, pembebasan biaya listrik, serta subsidi gaji.
Dari sisi lain, terdapat sembilan skema bantuan yang dapat diterima oleh masyarakat miskin, yakni Program Keluarga Harapan (PKH), kartu sembako, diskon listrik, bansos tunai non-Jabodetabek, bansos sembako Jabodetabek, BLT dana desa, kartu prakerja, logistik sembako, dan insentif perumahan.
Sebelas bantuan pemerintah dalam menanggulangi dampak Covid-19 di atas dapat dijelaskan sebagai berikut.
Pertama, Program Keluarga Harapan (PKH) sebesar Rp 37,4 triliun. Program PKH merupakan program bantuan sosial reguler yang sebelumnya telah berjalan. Selama pandemi Covid-19, pemerintah menambah penerima manfaat PKH, dari 9,2 juta menjadi 10 juta keluarga. Selain itu, frekuensi penyaluran PKH, yang sebelumnya dijalankan tiap 3 bulan, ditambah menjadi tiap bulan mulai bulan April hingga Desember 2020. Pada bulan April hingga Juni, keluarga penerima manfaat (KPM) menerima PKH sebanyak dua kali (triwulanan dengan indeks lama, dan bulanan dengan indeks baru).
Besaran manfaat PKH per tahun untuk tiap sasaran penerima manfaat adalah sebagai berikut. PKH untuk ibu hamil sebesar Rp 3,75 juta, untuk anak usia 0-6 tahun sebesar Rp 3,75 juta, anak SD sederajat sebesar Rp 1,125 juta, anak SMP sederajat sebesar Rp 1,875 juta, anak SMA sederajat sebesar Rp 2,5 juta, penyandang disabilitas sebesar Rp 3 juta, dan lansia 70 tahun ke atas sebesar Rp 3 juta. Bantuan dalam skema PKH ini diberikan maksimal kepada 4 orang dalam 1 keluarga. Bantuan tertinggi sebesar 10 juta per tahun dan bantuan terendah sebesar Rp 900 ribu per tahun.
Kedua, kartu sembako sebesar Rp 43,6 triliun. Skema ini juga merupakan program reguler yang sebelumnya telah berjalan. Merespons pandemi, jumlah penerima manfaat kartu sembako ditambah dari 15,2 juta menjadi 20 juta orang. Selain itu, nominal kartu sembako naik dari Rp 150 ribu menjadi Rp 200 ribu per KPM yang diberikan selama sembilan bulan hingga bulan Desember 2020.
Ketiga, bansos sembako Jabodetabek sebesar Rp 6,8 triliun. Bansos sembako di Jabodetabek diberikan kepada 1,3 juta KPM di Jakarta dan 600 ribu KPM di Bodetabek yang tidak menerima PKM dan kartu sembako. Nilai manfaat bantuan ini sebesar Rp 600 ribu per KPM per bulan dari April hingga Juni 2020 dan Rp 300 ribu per KPM dari Juli hingga Desember 2020 dalam bentuk sembako.
Keempat, bansos tunai non-Jabodetabek sebesar Rp 32,4 triliun. Pemerintah memberikan bantuan tunai di luar Jabodetabek untuk 9 juta KPM yang tidak menerima bantuan PKH dan kartu sembako. Nilai manfaat bantuan yang diberikan sebesar Rp 600 ribu per KPM per bulan sejak bulan April hingga Juni 2020 dan sebesar Rp 300 ribu per KPM per bulan sejak bulan Juli hingga Desember 2020 dalam bentuk tunai.
Kelima, diskon listrik dengan anggaran sebesar Rp 6,9 triliun. Pemerintah memberikan pembebasan biaya listrik pascabayar dan prabayar selama 6 bulan dari bulan April hingga September 2020 bagi 24 juta pelanggan listrik 450 VA dan diskon 50 persen bagi 7,2 juta pelanggan listrik 900 VA.
Keenam, kartu prakerja dengan anggaran sebesar Rp 20 triliun. Pemerintah menaikkan anggaran program Kartu Prakerja dari Rp 10 triliun menjadi Rp 20 triliun untuk 5,6 juta orang pekerja yang terkena PHK, pekerja informal, dan pelaku UMKM yang terdampak Covid-19. Penerima manfaat akan menerima biaya pelatihan sebesar Rp 1 juta, insentif pascapelatihan Rp 600 ribu selama empat bulan (Rp 2.400.000), dan insentif survei kebekerjaan Rp 150 ribu untuk tiga kali survei.
Ketujuh, BLT dana desa sebesar Rp 31,8 triliun. Pemerintah memberikan bantuan dalam bentuk BLT dana desa sebesar Rp 600 ribu per KPM per bulan sejak bulan April hingga Juni 2020 dan sebesar Rp 300 ribu per KPM per bulan pada bulan Juli hingga September 2020. BLT dana desa ini diberikan kepada keluarga miskin atau tidak mampu di desa yang bukan penerima bantuan PKH, kartu sembako, dan kartu prakerja.
Kedelapan, logistik/pangan/sembako dengan anggaran sebesar Rp 25 triliun. Pemerintah memberikan bantuan sosial nontunai di luar Jabodetabek kepada 9 juta KPM yang tidak menerima manfaat PKH dan Kartu Sembako. Nilai manfaat bantuan ini sebesar Rp 600 ribu per KPM per bulan dari bulan April hingga Juni 2020 dan sebesar Rp 300 ribu per KPM per bulan sejak Juli hingga Desember 2020 dalam bentuk tunai.
Kesembilan, insentif perumahan. Pemerintah memberikan insentif perumahan bagi pembangunan perumahan masyarakat berpenghasilan rendah hingga 175.000 unit. Insentif ini berupa pengurangan bunga perumahan dengan total anggaran sebesar Rp 1,3 triliun.
Kesepuluh, insentif berupa tanggungan biaya PPh 21. Insentif ini merupakan salah satu kebijakan dalam program PEN dari sisi penawaran (supply). Pemerintah menanggung biaya PPh 21 bagi karyawan yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan penghasilan bruto tak lebih dari Rp 200 juta per tahun, atau tak lebih dari Rp 16,7 juta per bulan. Dengan demikian, karyawan mendapat penghasilan tambahan dalam bentuk pajak yang tidak dipotong dari pemberi kerja.
Kesebelas, bantuan subsidi upah (BSU). Pemerintah memberikan bantuan subsidi upah sebesar Rp 600 ribu selama empat bulan untuk karyawan peserta Jamsostek Ketenagakerjaan yang berpenghasilan di bawah Rp 5 juta per bulan. Program ini menyasar 15,7 juta peserta aktif di BP Jamsostek. Program ini ditargetkan mulai dapat terlaksana pada akhir Agustus 2020.
Untuk mewujudkannya, pemerintah melakukan tiga tahapan validasi. Pertama, secara eksternal dengan cara bekerja sama dengan 127 bank untuk mengecek nomor rekening peserta. Kedua, secara internal dengan mengacu pada Permenaker 14/2020. Ketiga, secara internal dengan cara mengecek kesamaan identitas nomor rekening dan kepesertaan pekerja di BP Jamsostek.
Di luar sebelas bantuan yang telah berjalan di atas, untuk mengatasi dampak pandemi Covid-19 pemerintah juga sedang merancang skema bantuan lain untuk mereka yang belum tersentuh bantuan. (LITBANG KOMPAS)