Indonesia bagai negeri serba mungkin. Hal yang barangkali tak mungkin terjadi di negara lain, muncul di negeri ini. Orang-orang menonton balapan MotoGP dari atas kuburan.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA, AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·6 menit baca
Menonton balapan kelas dunia dari atas kuburan? Di Indonesia, hal yang sulit atau bahkan tak terbayangkan itu menjadi kenyataan. Saat Pertamina Grand Prix of Indonesia di Mandalika, warga berduyun-duyun memadati pemakaman untuk menonton. Penyelenggaraan balapan yang dikelola secara vertikal, terstandar, dan seragam di seluruh dunia itu kini punya rasa lain di Mandalika.
Ibnu Afif (19) mendaki lereng yang cukup terjal dan becek untuk sampai ke atas bukit. Begitu sampai, ia langsung mencari posisi yang pas dan bergabung dengan warga yang lebih dulu tiba. Mereka duduk santai di atas rumput permakaman umum itu. Jumat pagi itu polisi memperbolehkan mereka menonton di bagian bawah yang lapang.
Tanah lapang ini berupa area terbuka dengan rumput-rumput dan pohon besar sehingga warga dapat menonton sembari berteduh. Sesekali pandangan terhalang semak belukar.
Bila ingin lebih nyaman, penonton harus naik ke atas dan duduk di dekat atau di antara batu-batu nisan. Afif akhirnya naik ke sana agar lebih leluasa menonton.
Bukit ini menjadi langganan warga yang ingin menonton secara gratis sejak World Superbike November 2021 lalu, juga saat tes pramusim pada Februari 2022 lalu. Menonton dari bukit, mereka tetap dijaga oleh aparat keamanan. Para penonton kategori ini tetap antusias, tetap nyaman meski berada di kuburan.
Meski jaraknya cukup jauh, dari bukit itu, Afif dan warga lain masih dapat menikmati pembalap memacu kecepatan, terutama saat melintas di tikungan 15, 16, hingga 17 di Sirkuit Jalan Raya Mandalika. ”Saya menonton di sini karena tidak punya uang untuk membeli tiket,” kata Afif, warga Dompu, yang tengah berkuliah di Mataram ini.
Dia berangkat dengan sepeda motor dari Mataram sejak Subuh dan kehujanan di jalan sebelum tiba di Mandalika. Awalnya, ia memarkir kendaraan beberapa kilometer dari bukit itu. Lalu berjalan kaki menyusuri pantai.
Setengah jam kemudian, dia mendapat info tetap bisa membawa kendaraan selama masih sepi penjagaan. Akhirnya, dia kembali mengambil kendaraan dan berangkat ke bukit. Warga yang tinggal di belakang bukit gampang saja untuk ke sana.
Warga setempat, Rahman Susanto (58), juga menonton dari sana. Rumahnya dulu ada di area tempat Sirkuit Mandalika berada. Ia kini pindah ke area sementara yang disediakan PT ITDC untuk warga yang sebelumnya tinggal di area sirkuit.
Rahman terharu setiap kali menatap ke sirkuit, tempat rumahnya dulu berada. Tetapi, ia juga tidak ingin larut dalam kesedihan. Dia mendukung Sirkuit Mandalika dan gelarannya. ”Saya dukung karena ke depan akan berdampak untuk anak cucu saya,” kata Rahman.
Beda gaya
Jika Rahman dan Afif memilih cara gratisan, ribuan orang menonton dengan membeli tiket mulai dari kelas paling mahal di kategori VIP deluxe hingga kelas festival atau general admission. Selain dari Lombok, menurut pihak PT Pengembangan Pariwisata Indonesia (ITDC), penonton juga datang dari berbagai daerah di Indonesia. Terbanyak dari Jawa Barat.
General admission adalah kategori tiket di mana penonton menyaksikan rangkaian MotoGP Mandalika dari luar sirkuit. Letaknya di sisi timur sirkuit, menghadap langsung tikungan 6, 7, 9, dan 9.
Ada dua area menonton berupa lapangan kosong. Tidak ada tempat duduk, apalagi atap untuk menghalau panas seperti tribune premium. Satu-satunya aksesori yang membuat area menonton itu sedikit menarik adalah pembatas berupa tali-tali besar yang mengelilingi sepanjang pinggirnya. Di bawahnya ada pagar besi yang menyambung sepanjang jalan menuju area hingga halte bus.
Penonton yang sudah memegang tiket kategori yang didiskon hingga 80 persen itu antusias untuk datang. Mereka turun dari bus yang berangkat dari berbagai titik di Lombok, mengantre menukarkan tiket, lalu menaiki shuttle bus dari parkir timur atau barat Sirkuit Mandalika, kemudian berjalan kaki ke area tersebut beberapa ratus meter dari halte shuttle bus.
Terlihat ada yang datang sendiri atau bersama keluarga. Ada yang memakai celana panjang, celana pendek, hingga memakai sarung dan peci.
Penonton di area itu datang membawa payung, caping, untuk menghalau terik Mandalika. Mereka terlihat menikmati jalannya sesi latihan bebas pada Jumat (18/3/2022). Ada yang berdiri, ada yang duduk dengan alas batu besar yang diambil entah dari mana. Ada juga yang membawa tikar.
Mereka tampak ceria. Beberapa terlihat menghubungi keluarga, membuat panggilan video, dan memperlihatkan kepada mereka suasana di lokasi menonton.
Jika capek, mereka mencari tempat berteduh. Ada yang berkumpul di bawah satu-satunya pohon kelapa di area itu, hingga ke bawah layar besar tak jauh dari area itu.
Mereka terlihat membawa bekal sendiri. Nasi bungkus lengkap dengan air minum. Jika tidak cukup, mereka membeli jualan abang penjual cilok yang menunggu di luar pagar.
Bapak penjual cilok juga tampak gembira karena jualannya tiada henti dibeli. Baik oleh penonton, juga oleh petugas yang sejak pagi berjaga di area tersebut.
Salah satu penonton di area ini adalah Mario Manuhutu (38) asal Timika, Papua. Ia menempuh perjalanan beberapa hari, sempat transit di Bali, dan menggunakan kapal ke Lombok.
Mario memang tidak hanya akan menonton dari area festival, dia juga membeli tiket untuk hari Sabtu Minggu dari tribune. Menurut dia, menonton dari area festival tetap bisa membuatnya senang.
”Waduh senang sekali. Baru ada lagi di Indonesia setelah 25 tahun. Waduh, saya sampai gemetar saat lihat motor lewat. Ini gimana, pertama dalam hidup gitu lo,” kata Mario, yang menginap di tenda sewaan karena tidak mendapat kamar hotel di Mandalika.
Kemeriahan MotoGP Mandalika sudah terasa sejak keberangkatan di Bandar Udara Juanda Surabaya di Sidoarjo, Jawa Timur, Jumat (18/3/2022) pagi. Pesawat tujuan Lombok, Nusa Tenggara Barat, penuh penumpang yang ingin menonton MotoGP di Sirkuit Mandalika.
”Untuk pertama kali, Mas, lihat di negeri sendiri,” kata Suryadi dari Surabaya, setibanya di Lombok. Manajer perusahaan pelayaran itu bepergian dengan istri untuk menonton MotoGP. Di Lombok, pasangan tersebut menginap di kawasan Senggigi, Lombok Barat, sekitar 1-2 jam perjalanan dari Sirkuit Mandalika.
Suryadi mengklaim memiliki tiket untuk menonton kualifikasi pada Sabtu dan balapan pada Minggu. Setiba di Lombok, mereka bergegas ke Mandalika untuk menukar tiket.
”Jumat ini sampai malam nanti wisata sebentar dan beli oleh-oleh biar Sabtu dan Minggu konsentrasi untuk menonton balapan. Saya masih tinggal dua hari lagi untuk lanjut wisata sebelum kembali ke Surabaya,” ujarnya.
Mandalika adalah fenomena. Menonton dengan duduk di tribune atau di atas kuburan sama-sama memberi kesan. Kelak, cerita dari sirkuit Mandalika akan menjadi dongeng penanda era bahwa pada masa ketika orang sudah bisa bertatap muka lewat gawai, ada warga menikmati balapan kelas dunia dari atas kuburan. (MHF)