Menjaga Manusia dan Alam di Tol Cipali
Tol Cipali menjadi salah satu titik kecil merangkai jalur Trans-Jawa. Namun, kehadirannya besar menjamin keselamatan manusia dan alam di sekitarnya.
Sebuah truk berjalan perlahan menuju gardu di Gerbang Tol Palimanan, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Kamis (10/2/2022) siang. Ketika bannya melindas alat pengukur beban di aspal, sirene merah sontak berbunyi. Layar monitor di dekatnya menampakkan tulisan: overload.
Struk transaksi tol menunjukkan truk seharusnya membawa muatan 25,2 ton. Namun, faktanya, beban truk mencapai 44,4 ton atau lebih banyak 19,2 ton dari ketentuan. Selain selisih muatan, struk itu juga mencantumkan nomor kendaraan serta aturan yang dilanggar.
Begitulah cara kerja teknologi pengukur beban weigh in motion (WIM) yang terintegrasi dengan alat pengukur dimensi kendaraan atau light detection ranging (Lidar). Teknologi yang dioperasikan Astra Tol Cikopo-Palimanan itu juga dilengkapi kamera perekam pelat kendaraan.
Terdapat 210 kecelakaan tabrak belakang selama 2019-2021. Sebanyak 174 kasus atau 83 persen dari total kecelakaan melibatkan kendaraan over dimension over loading.
Teknologi tersebut mampu mengidentifikasi muatan dan dimensi kendaraan yang bergerak. ”Beda dengan timbangan portabel punya kita, kendaraannya harus berhenti,” kata Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi saat menyaksikan uji coba alat itu.
Selama ini, alat timbang portabel dan statis yang kerap digunakan di jembatan timbang membutuhkan waktu serta tenaga. Ban truk, misalnya, harus pas memijak timbangan. Jika kendaraan mogok, pengukuran beban terhambat. Tingkat akurasi WIM juga rata-rata 95 persen.
Baca juga : Bunyi Klakson hingga Sapaan Malam dari Sisa Kecelakaan
Teknologi pengukur beban di GT Palimanan menjadi percontohan untuk mencegah kendaraan dengan muatan dan dimensi berlebih atau over dimension and over loading di jalur Tol Jakarta-Cikampek-Cirebon. Sebelumnya, WIM juga terpasang di ruas Cikarang Utama.
Kemenhub masih mengevaluasi penerapan teknologi itu dua pekan ke depan, termasuk memastikan sanksi bagi pelanggarnya. ”Jangan kaget, suatu saat kendaraan (over dimension and over loading) dikeluarkan dari jalan tol ke jalan nasional. Di sana, kami sudah siapkan jembatan timbang,” ucap Budi.
Selama ini, truk over dimension and over loading kerap beralih ke jalan tol untuk menghindari jembatan timbang. Padahal, over dimension and over loading memicu kecelakaan tabrak belakang. Truk dengan kecepatan di bawah batas minimal, 60 kilometer per jam, kerap dihantam mobil yang melaju melebihi batas maksimal 100 kilometer per jam.
Astra Tol Cipali mencatat, terdapat 210 kecelakaan tabrak belakang selama 2019-2021. Sebanyak 174 kasus atau 83 persen dari total kecelakaan melibatkan kendaraan over dimension and over loading. Dalam rentang waktu itu, 38 nyawa melayang akibat kendaraan yang bebannya berlebih.
Keberadaan over dimension and over loading juga mengurangi umur jalan dan menambah biaya perawatan. Secara nasional, kerugian akibat over dimension and over loading mencapai Rp 43 tiliun per tahun. ”Jadi, enggak ada lagi alasan untuk penindakan (truk over dimension and over loading),” kata Presiden Direktur Astra Tol Cipali Firdaus Azis.
Menurut Firdaus, penggunaan teknologi pengukur beban diharapkan memuluskan rencana pemerintah agar Indonesia bebas over dimension and over loading 2023. Apalagi, penghentian operasionalisasi kendaraan yang melanggar sudah mundur sekitar dua tahun. ”Semoga cita-cita zero over dimension and over loading tercapai,” ucapnya.
Baca juga : Langkah Antisipasi Cegah Ruas Tol Ambles Seperti di Cipali Sangat Dibutuhkan
Sebelum teknologi pengukur over dimension and over loading, pengelola Tol Cipali berinovasi dengan sling baja atau wire rope di median jalan pada 2019. Sebenarnya, alat itu tidak harus dipasang karena median jalan Cipali kategori terbuka dengan lebar sekitar 9 meter.
Akan tetapi, saat itu beberapa kali terjadi kecelakaan yang bermula dari kendaraan menyeberang median kemudian menabrak kendaraan dari arah berlawanan. Pada Januari-Juli 2019, misalnya, 25 nyawa melayang akibat kasus kecelakaan itu. Tahun sebelumnya, 11 orang tewas jadi korban kecelakaan.
Akibat rentetan petakan itu, kepolisian merekomendasikan pengelola memasang pembatas di media jalan. Wire rope dipatok 18 kilometer pada 16 titik, termasuk Km 137 dan Km 154 yang rawan kecelakaan. Sebelumnya, alat itu telah membatasi median jalan sepanjang 16 km.
Alat itu diklaim mampu membendung laju kendaraan dengan kecepatan 100 km per jam dengan sudut 20 derajat. Wire rope setinggi 680 milimeter dengan ketebalan baja 19 milimeter tersebut pun dapat mencegah kendaraan menyeberang yang berujung kecelakaan.
Hingga kini, hampir seluruh median jalan tol sepanjang 116,7 km itu memiliki pembatas. Fatalitas akibat kecelakaan pun menurun. Pada 2018, misalnya, tercatat 92 korban meninggal akibat kecelakaan. Pada 2021, sebanyak 48 nyawa melayang di Cipali.
Ragam mitigasi itu memang sangat dibutuhkan di Cipali. Sebagai salah satu ruas Tol Trans-Jawa, sekitar 50.000 unit kendaraan melintas di sana. Bahkan, ketika masa libur, jumlahnya bisa lebih dari 70.000 kendaraan. Cipali menghubungkan Jakarta dan Cirebon dengan memangkas jarak 40 km dibandingkan dengan jalur arteri.
Baca juga : Lika-liku Kecelakaan di Tol Cipali
Menjaga alam
Tidak hanya infrastruktur jalan, pengelola juga mencoba berinovasi menjaga alam. Kamis (10/2/2022) pagi, misalnya, Astra Tol Cipali meluncurkan program Jumat Menanam. Setiap Jumat, pengelola akan menanam pohon di kantor, sekitar gerbang tol, atau pinggir tol.
”Ini ikhtiar kami berkontribusi pada lingkungan. Kalau untuk merawat ibu bumi, tidak ada target (jumlah pohon yang ditanam),” kata CEO Grup Bisnis Jalan Tol Astra Infra Krist Ade Sudiyono. Tahun lalu, sekitar 3.200 pohon berbagai jenis ditanam di area Tol Cipali.
Bahkan, pihaknya ingin mendorong mitra kerja aktif menjaga lingkungan. ”Setiap program pembangunan nanti ada kontraknya. Misalnya, kriterianya kontraktor wajib menanam satu pohon per 5 meter. Bayangkan berapa pohon ditanam kalau bangun jalan tol 5.000 meter,” ucapnya.
Pepohonan memang punya banyak fungsi bagi jalan tol. Imawan Hidayat dalam artikelnya, Kajian Fungsi Ekologi Jalur Hijau sebagai Penyangga Lingkungan pada Tol Jagorawi (2010), menekankan, tanaman atau pohon dapat mereduksi polusi dari kendaraan di tol.
Manfaat pohon di sekitar tol juga meredam kebisingan kendaraan. Selanjutnya, tanaman menjelma menjadi penghalang fisik kendaraan untuk meminimalkan kerusakan akibat kecelakaan. Terakhir, pohon punya nilai estetis sehingga memecah kejemuan di jalan.
Selain menanam pohon, pihaknya juga tengah mengembangkan daur ulang material aspal di Km 111 agar bisa dimanfaatkan kembali. Selama ini, aspal yang kualitasnya menurun harus dikeruk dan ditutup dengan material baru. Aspal lama tersebut tidak lagi dipakai di jalan.
Dengan pengolahan material lama, termasuk dicampur dan dipanaskan, aspal bekas itu dapat dipakai lagi. Teknologi ini juga dikenal dengan reclaimed asphalt pavement (RAP). Metode ini, lanjutnya, dapat mengurangi penggunaan material, seperti pasir dan batu dari sungai.
”Bagi kami, ini cara menjaga lingkungan dan lebih efisien. Kami masih meriset bagaimana efisiensinya. Tapi, di Malaysia, sistem ini bisa menghemat 30-40 persen,” ungkap Krist. Pihaknya pun memastikan tetap mengutamakan keselamatan pengendara.
Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno mengatakan, sejumlah inovasi di Cipali membuahkan hasil. Angka kecelakaan dan fatalitas, misalnya, terus menurun. Meski demikian, ia mencatat penerangan di Cipali perlu ditingkatkan.
Djoko juga mendorong pengelola Cipali terus mengedukasi masyarakat terkait keselamatan berkendara. ”Faktor terbesar kecelakaan adalah manusia. Sekarang yang terpenting menyadarkan manusianya,” ucapnya.
Tol Cipali telah berinovasi. Semua pihak perlu merawat inovasi itu demi keamanan dan keselamatan semua pihak yang melintas di jalur vital itu.
Baca juga :
Kuliner Pantura Jabar, Biarkan Pelanggan Tetap Temukan Kami di Sini...