Melaju Senyap di Buona Vista
Nyaman dan senyap. Begitu kesan mendalam ketika menjajal mobil elektrik BMW i3 edisi terbaru. Kendaraan city car ini lincah saat di jalan menanjak, melaju halus ketika berlari di jalan bebas hambatan, dan tentunya bersahabat bagi lingkungan. Sayangnya, di Singapura tidak ada kesempatan untuk mencoba di jalan yang macet menyiksa.
Kamis (9/11) sore, di Singapura, ketika gerimis mulai jatuh dan terus menderas. Hujan lalu mengguyur negeri berpenduduk 5,6 juta jiwa ini. Mobil lalu lalang di jalanan kota, tetapi jalanan cukup lengang meski waktu pulang kerja sebentar lagi tiba. Tidak riuh dan menderu.
”Tiitt,” suara klakson yang sengau terdengar ketika logo BMW di tengah setir ditekan. Suara klakson, desau angin mesin pendingin, dan rintik hujan yang jatuh adalah suara-suara yang memecah keheningan sejak berkendara selama beberapa menit sebelumnya.
”Gimana? Sangat sepi, kan? Mobil listrik i3 ini memang nyaris tanpa suara sama sekali,” kata Alister Eng, Assistant Product Manager BMW Group Asia, yang mendampingi saat uji kendara berlangsung. BMW Group Indonesia mengajak dua wartawan dan satu Youtuber untuk mencoba sejumlah seri mobil, yaitu 530e, 330e, dan tentunya i3.
Mobil listrik i3 memang bukan kendaraan baru di negara ini. Versi pertama hadir sejak 2014. Namun, pengalaman mencoba mobil listrik ini di jalanan kota memberikan nuansa berbeda.
Eng sebelumnya mematikan audio mobil agar keheningan itu benar-benar terasa. Dan, itu terbukti. Mobil listrik yang senyap, tetapi tetap bercita rasa elegan khas BMW, ini memang cocok dengan tipikal kehidupan di Singapura. Tanpa suara, teratur, dinamis, dan mudah ditebak.
Kami melaju di kawasan jalanan South Buona Vista, melintasi jalanan yang ramai dan lancar. Kawasan ini berada di sisi timur laut Singapura. Terletak sekitar 10 kilometer dari Orchard Road.
Setelah melewati jalan yang lebar dan datar, tanjakan mulai terlihat di depan. Saat jalanan menanjak menuju Kent Ridge Park, tenaga mobil terasa responsif ketika pedal gas diinjak dalam-dalam. Bahkan, saat gas pertama kali ditekan dari posisi diam pun tenaga mobil sudah cukup terasa. Saat jalanan berbelok cukup tajam, setir cukup ringan untuk diajak menikung cepat meski ukuran ban cukup besar.
Jalan menuju Kent Ridge Park terkenal sebagai lokasi para kawula muda Singapura menguji nyali membalap. Jalanan yang menanjak, tikungan tajam dan panjang tersaji di tempat ini. Pohon-pohon besar dan rimbun berada di kanan dan kiri. Serupa ke Puncak, Bogor, tetapi tanpa macet.
Mobil i3 (94 Ah) ini memiliki tenaga yang cukup kuat. Untuk mencapai kecepatan 100 kilometer per jam, hanya membutuhkan waktu 7,3 detik. Mobil ini mampu menghasilkan tenaga 170 daya kuda dengan torsi maksimal pada 250 Nm.
Namun, hal yang paling membantu saat mengendarai mobil ini adalah sistem pengereman yang berbeda. Saat pedal gas dilepas, maka mobil akan otomatis mengurangi kecepatan tanpa harus menginjak pedal rem. Di awal-awal akan terasa kagok ketika kecepatan mobil tiba-tiba turun. Namun, perlahan akan terbiasa dan sangat terbantu utamanya ketika menemui lampu lalu lintas atau saat jalan menurun.
”Ini disebut Regenerative Braking System, yakni mesin akan otomatis membaca ketika pedal gas dilepaskan dan otomatis mengerem sendiri. Itu juga menjaga daya tahan baterai mobil ini,” tambah Eng. Sistem pengereman ”regeneratif” ini juga telah terdapat di berbagai model mobil listrik dan hibrida BMW yang telah dipasarkan.
Selain kecanggihan teknologi, secara kasatmata tidak ada yang begitu spesifik dari fisik i3 ini. Tampilan dasbor terlihat sangat simpel jika tidak dibilang sangat sederhana. Panel-panel dan tombol tidak begitu ramai, mungkin untuk menghemat daya. Sebab, konsumsi listrik yang irit memang salah satu keunggulan utamanya. Hanya ban yang terlihat unik, berdiameter besar tetapi lebar tapaknya tipis untuk meminimalkan friksi.
Kami lalu melaju ke pusat perkantoran di kawasan Orchard. Di lantai 5 gedung itu terpasang stasiun pengisian daya; hanya saja tidak digunakan karena ”kakak” i3, mobil sport i8, sedang terparkir di tempat yang sama.
Kelistrikan
Mobil BMW i3 (94 Ah) sepenuhnya bertenaga listrik dengan penggerak roda belakang. Kapasitas baterai sebenarnya di angka 33 kWh, tetapi kapasitas efektif sebesar 27,2 kWh. Jika terisi daya penuh, mobil ini dapat menempuh perjalanan sejauh 180 km. Cukup untuk menempuh perjalanan Jakarta ke Bandung. Angka itu telah meningkat dari versi i3 (60 Ah) yang menghasilkan 22 kWh atau hanya efektif di tenaga 19 kWh.
Pada seri i3 Range Extender (REx) ditambahkan mesin bensin dua silinder yang merupakan generator pengisi daya baterai. Dengan bantuan generator ini, jarak tempuh i3 bisa melonjak menjadi 330 km.
BMW i3 ini juga diklaim lebih hemat dengan memaksimalkan tenaga pada baterai. Andy Hum, Project i Leader BMW Asia, menjelaskan, dengan daya baterai seperti itu, BMW i3 adalah mobil yang sangat cocok dengan kota besar. Sebab, model yang kompak, pola berkendara yang nyaman, dan sangat murah dalam hal pemakaian energi.
”Jika dihitung-hitung, pengeluaran saat memakai i3 ini hanya 20,7 sen dollar Singapura (sekitar Rp 2.000) per kWh. Jika dikalkulasi, maka enam kali lebih efisien dibandingkan dengan mobil biasa. Analoginya, dengan biaya yang sama, maka jarak yang ditempuh mobil listrik ini enam kali lipat dibandingkan dengan mobil biasa,” kata Andy.
Menurut Andy, mobil ini sangat efisien untuk melaju di jalanan kota-kota besar. Dengan dukungan infrastruktur yang baik, utamanya stasiun-stasiun pengisi daya yang tersebar di penjuru kota, kekhawatiran kehabisan daya tak lagi beralasan.
”Jika membeli mobil listrik, juga telah disertakan dengan Wall Box yang akan dipasang ke rumah. Jadi tidak perlu pusing, apalagi dengan biaya pemakaian daya yang murah. Untuk satu kali pengisian daya hingga penuh memakan waktu sekitar tiga jam,” ujar Andy. Mobil ini dibanderol dengan harga 182.800 dollar Singapura, atau sekitar Rp 1,7 miliar. Sementara seri i3 (94 Ah) REx di angka 208.800 dollar Singapura atau hampir menyentuh Rp 2 miliar.
Akan tetapi, Andy juga mengakui ada beberapa hal yang tidak berjalan mulus. Termasuk dengan tipe charger yang berubah dari Tipe 1 ke Tipe 2. Hal itu terjadi karena mengikuti regulasi internasional yang berlaku. Akibatnya, banyak yang harus diganti dan segera berubah.
Lalu, kapan mobil ini masuk ke Indonesia? ”Secepatnya. Kalau aturannya sudah selesai,” kata Jodie O’tania, Vice President Corporate Communication BMW Indonesia.
Masih banyak hal yang harus diselesaikan sebelum mobil ini bisa melaju di jalanan Jakarta. Namun, begitu melaju di antara ribuan kendaraan lainnya, efisiensi, kenyamanan, dan ketahanan daya mobil listrik ini akan menemui tempat menguji ketahanan mobil sesungguhnya. (SAIFUL RIJAL YUNUS)