Menakar Arah Suku Bunga Acuan Global
Di era suku bunga acuan global yang masih tinggi, BI konsisten dengan fokus kebijakan moneter yang "pro-stability".
Capaian pertumbuhan ekonomi global 2023 sebesar 3,1 persen dinilai cukup menggembirakan di tengah era suku bunga acuan global yang masih tinggi. Hanya, dengan asumsi era suku bunga tinggi masih berlanjut tahun ini di tengah peningkatan risiko geopolitik karena perang di Ukraina, Jalur Gaza, dan Laut Merah, proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun ini pun condong melemah atau setidaknya stagnan di kisaran 2,4-3,0 persen.
Meskipun diyakini laju inflasi global bergerak ke bawah, tetapi sejumlah bank sentral masih cenderung menahan suku bunga acuan tetap pada level tinggi untuk memacu inflasi ke level sasaran 2 persen di negara-negara maju. Maka, menarik mencermati arah kebijakan suku bunga acuan di beberapa bank sentral utama sebagai sampel untuk mendeteksi prospek pertumbuhan ekonomi global tahun ini.
Moderasi pertumbuhan ekonomi
Pada Rabu, 13 Maret 2024, Fitch Ratings telah menaikkan perkiraan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) global 2024 sebesar 0,3 persen menjadi 2,4 persen karena prospek pertumbuhan jangka pendek telah membaik. Ini mencerminkan revisi ke atas yang tajam lantaran membaiknya perkiraan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) dari 1,2 persen menjadi 2,1 persen.
Prospek pertumbuhan AS yang lebih kuat daripada pemotongan perkiraan pertumbuhan ekonomi China di 2024 dari 4,6 persen menjadi 4,5 persen serta revisi kecil terhadap perkiraan zona euro dari 0,7 persen menjadi 0,6 persen. Pertumbuhan di pasar negara berkembang kecuali China (EM ex China) telah direvisi naik 0,1 persen menjadi 3,2 persen, dengan perkiraan naik untuk India, Rusia, dan Brasil.
Untuk pertumbuhan global 2025 diperkirakan membaik ke level 2,5 persen karena zona euro akhirnya pulih—seiring dengan kenaikan upah riil dan konsumsi, meskipun dibarengi dengan moderasi pertumbuhan ekonomi AS. Secara menyeluruh, untuk menopang ritme pertumbuhan ekonomi global diperlukan kombinasi antara kebijakan fiskal dan moneter yang cenderung melunak (dovish).
Baca juga: Imbas Global dari Divergensi Ekspektasi
Suku Bunga AS
Pada pertemuan 20 Maret 2024, Federal Reserve (Fed) memutuskan menahan suku bunga kebijakan tetap di level 5,25-5,50 persen. Indikator terbaru menunjukkan aktivitas ekonomi telah berkembang dengan kecepatan yang solid. Keuntungan pekerjaan tetap kuat, dan tingkat pengangguran tetap rendah. Inflasi telah mereda selama setahun terakhir tetapi tetap tinggi.
Komite (Federal Open Market Committee/FOMC) berusaha memaksimalkan capaian lapangan kerja dengan inflasi rendah pada level 2 persen secara jangka panjang. Komite juga menilai risiko untuk mencapai tujuan ketenagakerjaan dan inflasi bergerak ke keseimbangan yang lebih baik. Di tengah prospek ekonomi yang tidak pasti, Komite tetap konsisten memperhatikan risiko inflasi.
Itulah yang mendasari Komite memutuskan mempertahankan kisaran target suku bunga dana federal pada 5,25-5,50 persen. Komite dengan hati-hati menilai data yang masuk, prospek yang berkembang, dan keseimbangan risiko. Komite juga berkomitmen mengembalikan inflasi ke target 2 persen. Di titik inilah Komite siap menyesuaikan sikap kebijakan moneter yang sesuai jika risiko muncul yang dapat menghambat pencapaian tujuan Komite.
Sejauh ini, dengan mempertimbangkan inflasi yang masih di atas target 2 persen dan kekuatan ekonomi AS yang berkelanjutan telah memicu perdebatan apakah Fed sudah seharusnya mulai melandaikan suku bunga acuan. Yang terjadi, Fed telah mengirim sinyal bahwa mereka akan melakukan tiga kali penurunan suku bunga masing-masing sebesar 25 basis poin tahun ini.
Suku bunga zona Euro
Pada 7 Maret 2024, para pengambil kebijakan di Bank Sentral Eropa (European Central Bank/ECB) memutuskan mempertahankan tiga suku bunga utama ECB tidak berubah. Dalam proyeksi staf ECB terbaru, inflasi telah direvisi turun, khususnya untuk 2024 yang terutama mencerminkan kontribusi lebih rendah daripada harga energi.
Staf ECB memproyeksikan inflasi rata-rata 2,3 persen pada 2024, 2,0 persen pada 2025, dan 1,9 persen pada 2026. Proyeksi inflasi—tidak termasuk energi dan makanan—juga telah direvisi turun dan rata-rata 2,6 persen untuk 2024, 2,1 persen untuk 2025, dan 2,0 persen untuk 2026. Meskipun sebagian besar ukuran inflasi yang mendasari telah mereda lebih lanjut, tekanan harga domestik tetap tinggi, sebagian karena pertumbuhan upah yang kuat.
Kondisi pembiayaan terbatas dan kenaikan suku bunga masa lalu terus membebani permintaan, yang membantu menekan inflasi. Staf ECB juga telah merevisi turun proyeksi pertumbuhan zona Eropa untuk 2024 menjadi 0,6 persen, dengan aktivitas ekonomi diperkirakan tetap lemah dalam jangka pendek ini. Setelah itu, staf ECB memperkirakan ekonomi meningkat dan tumbuh 1,5 persen pada 2025 dan 1,6 persen pada 2026, yang pada awalnya didukung oleh konsumsi dan investasi.
Staf ECB juga telah merevisi turun proyeksi pertumbuhan zona Eropa untuk 2024 menjadi 0,6 persen.
ECB bertekad memastikan inflasi kembali ke target jangka menengah 2 persen pada waktu yang tepat. Berdasarkan penilaiannya, ECB menilai suku bunga utama ECB berada pada tingkat yang dipertahankan untuk durasi yang cukup lama sehingga memberikan kontribusi besar untuk mencapai target inflasi 2 persen.
Saat ini suku bunga operasi refinancing utama dan suku bunga fasilitas pinjaman marjinal dan fasilitas deposito tetap tidak berubah masing-masing sebesar 4,50 persen, 4,75 persen, dan 4 persen. Keputusan ini realistis di tengah upaya menurunkan inflasi dengan tetap menopang pertumbuhan ekonomi kawasan Eropa.
Salah satu negara Eropa yang sudah menurunkan suku bunga acuan adalah Swiss. Bank sentral Swiss pada 21 Maret 2024 menjadi ekonomi besar pertama di Eropa yang memangkas suku bunga acuan.
Swiss National Bank (SNB) secara mengejutkan pasar dengan keputusan menurunkan suku bunga kebijakan utamanya sebesar 0,25 persen menjadi 1,5 persen. Padahal konsensus ekonom memperkirakan bank sentral Swiss akan mempertahankan suku bunga pada 1,75 persen. Dasar pertimbangannya adalah ekspektasi inflasi tetap di bawah 2 persen dalam beberapa tahun ke depan.
Baca juga: Inflasi dan Suku Bunga Tinggi
SNB juga mengurangi perkiraan inflasi tahunannya. SNB kini melihat inflasi rata-rata mencapai 1,4 persen pada 2024, turun dari perkiraan 1,9 persen pada Desember, dan 1,2 persen untuk 2025, dipangkas dari perkiraan sebelumnya 1,6 persen. Perkiraan untuk 2026 menempatkan inflasi rata-rata sebesar 1,1 persen.
Setelah pengumuman SNB tersebut, para ekonom memperkirakan akan terjadi dua kali lagi penurunan suku bunga di tahun ini yang mengindikasikan stance yang semakin dovish, yakni pada pertemuan September dan Desember dengan suku bunga kebijakan menjadi 1 persen hingga sepanjang 2025 dan 2026.
Pada tingkat makro, SNB menandai pertumbuhan ekonomi global moderat, bersama dengan kemungkinan penurunan inflasi sebagian berkat strategi kebijakan moneter yang ketat. Namun, diakui risiko signifikan dari ketegangan geopolitik dapat mengaburkan cakrawala ekonomi internasional. Ekspektasi inflasi yang membaik memberi bank ruang bernapas untuk menurunkan suku bunga sehingga menstimulasi kegiatan ekonomi.
Suku Bunga Inggris
Tidak termasuk ke dalam keanggotaan ECB, pada pertemuan 31 Januari 2024, Komite Kebijakan Moneter Bank of England (Monetary Policy Committee/MPC) memberikan suara mayoritas 6 berbanding 3 untuk mempertahankan Bank Rate pada level 5,25 persen. Keputusan MPC ini untuk memenuhi target inflasi 2 persen sekaligus membantu mempertahankan momentum pertumbuhan ekonomi dan perluasan lapangan kerja.
Sejak pertemuan MPC sebelumnya, pertumbuhan PDB global tetap lemah, meskipun aktivitas terus lebih kuat di AS. Tekanan inflasi mereda di seluruh kawasan euro dan AS. Harga energi grosir telah turun secara signifikan. Risiko material tetap dari perkembangan di Timur Tengah dan dari gangguan pengiriman melalui Laut Merah.
Menyusul pelemahan baru-baru ini, pertumbuhan PDB diperkirakan meningkat secara bertahap selama 2024, sebagian besar mencerminkan berkurangnya hambatan pada tingkat pertumbuhan dari kenaikan Bank Rate di masa lalu (carry-over).
Inflasi tahunan turun menjadi 4,0 persen pada Desember 2023. Inflasi diproyeksikan turun sementara ke target 2 persen pada kuartal kedua 2024 sebelum meningkat lagi di kuartal ketiga dan keempat. Inflasi diproyeksikan turun menjadi 2,3 persen dalam waktu dua tahun dan 1,9 persen dalam tiga tahun, yang mengindikasikan arah suku bunga BoE juga bergerak turun.
Menyusul pelemahan baru-baru ini, pertumbuhan PDB diperkirakan meningkat secara bertahap selama 2024.
Suku Bunga Jepang
Mewakili Benua Asia, salah satu bank sentral negara industri maju yang mengambil ”sikap berbeda” dibandingkan bank-bank sentral negara maju lainnya adalah bank sentral Jepang (Bank of Japan/BoJ). Untuk pertama kali sejak 2007, BoJ menaikkan suku bunga acuan dan telah menghilangkan kerangka kontrol kurva imbal hasil.
Beberapa ekonom memperkirakan sebagian besar pengetatan lebih lanjut kemungkinan terjadi pada 2025 karena BoJ berusaha mencapai target inflasi 2 persen yang berkelanjutan pada akhir tahun fiskal 2025. Ringkasnya, BoJ telah memperketat kebijakan moneter pada pertemuan 19 Maret lalu, menghapuskan kerangka kontrol kurva imbal hasil dan menaikkan suku bunga menjadi 0,0 -0,1 persen, untuk pertama kali sejak 2007 (dalam suara mayoritas 7 berbanding 2).
Alhasil, era suku bunga acuan negatif di Jepang telah pupus. Menurut BoJ, siklus antara upah dan harga dinilai telah terlihat, membawa target inflasi 2 persen dalam kemungkinan yang berkelanjutan dan stabil pada akhir tahun fiskal 2025 (Maret 2025).
BI Rate
Dengan tagline ”Sinergi Menjaga Stabilitas dan Mendorong Pertumbuhan”, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) pada 19-20 Maret 2024 memutuskan mempertahankan BI-Rate sebesar 6 persen, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,25 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75 persen.
Keputusan mempertahankan BI Rate pada level 6 persen tetap konsisten dengan fokus kebijakan moneter yang pro-stability, yaitu untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah serta langkah pre-emptive dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam sasaran 2,5 ±1 persen pada 2024.
Secara konsisten RDG BI juga memberikan ruang untuk kebijakan pro pertumbuhan yang berkelanjutan melalui kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran. Kebijakan makroprudensial longgar terus ditempuh untuk mendorong kredit/pembiayaan kepada dunia usaha dan rumah tangga.
Kebijakan sistem pembayaran diarahkan untuk tetap memperkuat keandalan infrastruktur dan struktur industri sistem pembayaran, serta memperluas akseptasi digitalisasi sistem pembayaran yang efektif dan efisien. Alhasil, penguatan bauran kebijakan BI melalui jalur moneter (suku bunga acuan), makroprudensial, dan sistem pembayaran dimaksudkan untuk menjaga stabilitas moneter (inflasi terkendali dan nilai tukar rupiah relatif stabil) dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Ryan Kiryanto, Ekonom Senior dan Associate Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia