Film Oppenheimer mengajak kita merenung bahwa ”non-human actor” berkontribusi dalam pembentukan realitas sosial-politik.
Oleh
ARGA PRIBADI IMAWAN
·4 menit baca
Film Oppenheimer ’panen’ penghargaan dalam ajang penganugerahan Piala Oscar 2024. Tercatat film yang disutradarai oleh Christhoper Nolan tersebut memenangi tujuh Piala Oscar dari total 14 nominasi Piala Oscar pada 2024. Dari tujuh Piala Oscar yang diraih, perhatian tertuju kepada Cillian Murphy yang sukses memainkan perannya sebagai Robert Oppenheimer, bapak penemu bom atom.
Peraih penghargaan Best Actor tersebut kembali mencuri perhatian berkat pidato penerimaan penghargaan yang disampaikan pada Piala Oscar 2024. Sebuah pidato yang padat akan diskursus risiko sains dan teknologi.
Dalam pidato yang disampaikan, perhatian tertuju terhadap kalimat penutup yang disampaikan Cillian Murphy. ”You know, we made a film about the man who created the atomic bomb and for better or for worse we’re all living in Oppenheimer’s world, so I’d really like to dedicate this to the peacemakers everywhere.”
Penggalan kalimat tersebut memberikan pemaknaan yang sangat dalam terhadap kondisi dunia saat ini tentang kontroversi atas bom atom. Dari pernyataan tersebut, setidaknya terdapat tiga makna yang tersirat, yaitu tentang dualitas makna atas pengembangan sains dan teknologi; ketidakpastian atas risiko masa depan; serta dedikasi film bernuansa sains terhadap kesadaran kolektif di publik.
Dualitas sains dan teknologi
Cillian Murphy mengatakan ”the man who created the atomic bomb and for better or for worse”. Kalimat ini menunjukkan tentang perkembangan sains dan teknologi atas bom atom cenderung berimplikasi kepada dua pemaknaan, untuk kebaikan atau untuk keburukan.
Semangat awal kelahiran bom atom memiliki nada positif terhadap pengembangan sains dan teknologi bagi para ilmuwan. Gebrakan yang lahir didasarkan akumulasi pengetahuan dari berbagai ilmuwan. Berbagai ilmuwan dari disiplin ilmu yang berbeda, melihat sains dan teknologi yang berkembang masa itu dan berhasil menghasilkan bentuk ’baru’, yaitu bom atom. Fenomena ini akrab disebut sebagai creative destruction (Bergek, et al, 2013).
Langkah ini menginisiasi sains dan teknologi telah beranjak kepada level selanjutnya dalam perkembangan sains dan teknologi karena melahirkan diskursus pengetahuan baru. Creative destruction dari Robert Oppenheimer dan tim berhasil mengangkat kebaikan bagi dunia saintifik dari hasil inovasi bom atom.
Namun, inovasi bom atom menghasilkan dampak buruk dalam relasi bernegara. Proses kreatif akumulasi pengetahuan dari para ilmuwan terhadap lahirnya bom atom tanpa disadari memberikan ’kekuatan’ bom atom untuk menjadi kekuatan simbolik. Logika ini sejalan dengan kerangka konseptual dari Latour (1987) tentang Actor Network Theory (ANT) di mana realitas sosial saat ini tidak hanya hasil dari interaksi human actor.
Creative destruction dari Robert Oppenheimer dan tim berhasil mengangkat kebaikan bagi dunia saintifik dari hasil inovasi bom atom.
Jauh daripada itu, realitas sosial saat ini merupakan dampak konstruksi antara human actor dan non-human actor, seperti teknologi, virus, dan sebagainya. Atas dasar itu, bom atom sebagai non-human actor telah membentuk realitas sosial kita saat ini. Bahwa diskursus bom atom mengarah sebagai kekuatan simbolik untuk memberikan rasa takut kepada negara-negara di dunia yang tidak memiliki kekuatan sains dan teknologi yang mumpuni.
Makna ganda tersebut kemudian ditempatkan konteks oleh Cillian Murphy sebagai ”living in Oppenheimer World”. Makna dari ungkapan ini menunjukkan bahwa diskursus tentang bom atom akan terus-menerus menghasilkan lingkaran kontroversi yang tidak berujung. Kita harus hidup berdampingan di dalamnya serta bersiap atas efek baik atau buruknya. Dalam bahasa Boholm, et al, (2014), kita hidup dalam era ketidakpastian risiko atas masa depan.
Cillian Murphy pun menutup pidatonya dengan mengatakan ”I’d really like to dedicate this to the peacemakers everywhere” yang menunjukkan bahwa film Oppenheimer dibentuk bukan untuk menjadi alat propaganda penggunaan bom atom. Justru sebaliknya, Cillian Murphy secara kamuflase mengatakan bahwa film ini berkontribusi untuk memberikan penyadaran kepada peran publik dan aktivis untuk berpartisipasi terhadap monitoring risiko yang ditimbulkan bom atom.
Dunia Oppenheimer
Telaah wacana yang hendak diungkapkan oleh Cillian Murphy di atas menghasilkan dua refleksi penting bagi diskursus akademik serta publik. Pertama, diksi yang diungkapkan Cillian Murphy lekat dengan konsepsi komunikasi risiko yang menekankan bahwa terdapat dua pandangan atas non-human actors (Boholm, et al, 2014).
Semisal, perak bisa berbahaya bagi kesehatan manusia. Di sisi lain, perak justru bisa menjadi mitigasi risiko atas pencemaran lingkungan (Boholm, et al, 2014). Sama halnya dengan ilustrasi bom atom di atas. Bom atom memiliki kebaikan bagi pengembangan dunia sains dan teknologi, tetapi buruk karena menjadi simbolik kekuasaan bagi negara. Diskursus atas suatu ’benda mati’ selalu terbagi atas dua diskursus positif dan negatif.
Kedua, dorongan sensitivitas para intelektual untuk mulai memikirkan tentang peran non-human actor dalam membentuk realitas sosial saat ini. Film Oppenheimer telah mengajak kita untuk merenungkan bahwa non-human actor berkontribusi dalam pembentukan realitas sosial-politik kehidupan manusia.
Dalam konteks bom atom, bom atom telah mengubah banyak struktur hubungan bernegara di dunia dan secara tidak sadar melahirkan klasifikasi kelas dalam negara. Terdapat negara adikuasa yang kuat atas dasar kepemilikan dan pengembangan bom atom, dan terdapat pula negara yang ’lemah’ karena tidak memiliki serta kesulitan dalam pengembangan bom atom.
Secara lebih reflektif, nalar utama pengembangan sains dan teknologi terletak terhadap semangatnya untuk berkreasi. Dalam titik ini, sains dan teknologi akan terus berkembang, menerima kritik hingga nanti melahirkan bentuk baru yang selama ini mungkin tidak terpikirkan sebelumnya.
Proses pengembangan kreasi sains dan teknologi sulit untuk dibendung sehingga dampak atas pengembangannya akan terus melahirkan bentuk kontroversi risiko yang baru. Sebagaimana yang diungkapkan Cillian Murphy: ”for better or for worse we’re all living in Oppenheimer’s world”. Kita harus siap menerima efek baik dan buruknya.
Arga Pribadi Imawan, Dosen Departemen Politik dan Pemerintahan Universitas Gadjah Mada; Head of Research Department PARES Indonesia; Adjunct Researcher Center for Digital Society (CfDS)