Perlu peran serta masyarakat untuk mendorong tahapan digitalisasi pemda melalui peningkatan transaksi secara digital.
Oleh
ABDULLAH ULIL ALBAB
·3 menit baca
Digitalisasi telah menyentuh hampir semua aktivitas manusia. Hampir semua aspek kehidupan telah dimudahkan dengan adanya digitalisasi. Metode pemesanan makanan, belanja barang, serta hiburan sudah hadir dalam bentuk digital yang memudahkan masyarakat. Adopsi digitalisasi sudah merambat pada semua aspek kehidupan, termasuk pemerintahan.
Arah digitalisasi pemerintah juga diperkuat dengan arahan Presiden yang dituangkan dalam Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 2021 tentang Satuan Tugas Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (Satgas P2DD). Turunan Satgas P2DD di pusat adalah Tim Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (TP2DD) di daerah. Hingga akhir 2023, telah terbentuk 545 TP2DD di pemerintahan tingkat provinsi, kota, dan kabupaten di seluruh Indonesia.
Tujuan pembentukan Satgas P2DD dan TP2DD adalah mendorong digitalisasi transaksi pemerintah daerah (pemda) yang meliputi sisi pendapatan dari pajak dan retribusi serta sisi pengeluaran dari belanja. Hal ini diyakini dapat mendukung peningkatan pendapatan asli daerah (PAD), digitalisasi pelayanan, dan transaksi pemerintah daerah dapat memberikan kemudahan dan percepatan pelayanan masyarakat.
Dalam melakukan asesmen digitalisasi, pemda dibagi dalam empat kategori tahapan digitalisasi: inisiasi, berkembang, maju, dan digital. Hingga akhir 2023, terdapat 449 pemda (gabungan keseluruhan pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota) yang sudah berstatus kategori digital. Masih terdapat 72 pemda yang berkategori maju, 19 berkategori berkembang, dan 2 yang masih berada di kategori tahap inisiasi (di luar pemerintah daerah otonomi baru di Pulau Papua).
Perbedaan mendasar dari pemda pada tahap digital dan inisiasi terletak pada performa pemda dalam memperoleh pendapatan daerah dari masyarakat dan menjalankan pembelanjaan anggaran pemda secara lebih efektif. Berdasarkan data Bank Indonesia pada 2022, pemda yang berada di tahap digital mengalami kontraksi PAD rata-rata sebesar 6,6 persen lebih rendah dibandingkan pemda di tahap digitalisasi lainnya.
Hal ini sejalan dengan capaian rata-rata realisasi PAD tahun 2022 di tahap digital sebesar Rp 349,3 miliar, lebih tinggi dibandingkan pemda lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa daerah yang lebih banyak memungut pajak dan retribusi dari masyarakat daerahnya secara nontunai mengantongi lebih banyak PAD daripada pemda yang terbatas kanal penerimaan nontunainya.
Dari segi realisasi belanja pemerintah, pemda yang berada di tahap digital memiliki rata-rata realisasi anggaran belanja sebesar 26,2 persen dengan total realisasi anggaran tahun 2022 sebesar Rp 771,1 miliar, lebih tinggi dibandingkan pemda di tahap lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa transaksi belanja pemda secara nontunai dapat dipantau lebih baik dan direncanakan realisasinya agar tidak mengendap di perbankan, dan tersalurkan untuk pembangunan daerah.
Pemda yang berada di tahap digital mengalami kontraksi PAD rata-rata sebesar 6,6 persen lebih rendah dibandingkan pemda di tahap digitalisasi lainnya.
Salah satu faktor peningkatan PAD dan peningkatan efektivitas belanja pemda adalah percepatan dan perluasan kanal pembayaran nontunai (agen bank, teller, ATM, EDC, UE reader, QRIS, mobile banking, dan e-commerce) untuk pemungutan pajak dan retribusi daerah serta perluasan pos anggaran belanja yang ditransaksikan secara nontunai. Sejak 2021, salah satu program kerja utama untuk mendorong tahapan digitalisasi pemda adalah memastikan ketersediaan kanal pembayaran nontunai untuk setiap pajak dan retribusi yang dipungut dari masyarakat daerahnya.
Pemda yang dapat menjadi percontohan bagi pemda lain adalah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Salah satu contoh digitalisasi yang dilakukan adalah terhadap pemungutan retribusi dan pajak dengan menyediakan layanan pembayaran pajak melalui aplikasi JakOne yang dikembangkan bersama Bank DKI.
Aplikasi tersebut dapat digunakan oleh masyarakat untuk membayar pajak dan retribusi secara mudah. Inovasi ini bisa membantu masyarakat perkotaan yang sibuk untuk membayar kewajiban pajak dan retribusi mereka kapan pun dan di mana pun.
Berkat terobosan ini, PAD DKI Jakarta meningkat setiap tahun dari Rp 65,59 triliun (2021) menjadi Rp 67,29 triliun (2022) atau meningkat 2,5 persen (yoy). Berkat inovasi yang memberikan layanan terbaik kepada masyarakat ini, DKI Jakarta menjadi juara Championship TP2DD sebagai TP2DD provinsi terbaik di wilayah Jawa-Bali tahun 2023.
Namun, penyediaan kanal pembayaran nontunai bukan faktor satu-satunya peningkatan tahapan digitalisasi pemda. Jumlah nominal pajak dan retribusi yang dibayarkan masyarakat kepada pemda menjadi aspek kedua peningkatan tahap digitalisasi.
Semakin tinggi realisasi PAD secara nontunai di suatu pemda terhadap keseluruhan PAD-nya pada suatu periode, semakin tinggi juga penilaian asesmen digitalisasi terhadap pemda tersebut. Diperlukan peran serta masyarakat untuk mendorong tahapan digitalisasi pemerintah di daerahnya melalui peningkatan transaksi pembayaran pajak dan retribusi secara digital dan pemanfaatan kanal pembayaran nontunai yang disediakan pemda.
TP2DD dan BI yang tergabung juga di dalamnya senantiasa melakukan sosialisasi kepada masyarakat sejak 2021 terkait transaksi secara nontunai. Begitu banyak kanal pembayaran yang telah diperkenalkan kepada masyarakat melalui sosialisasi kepada komunitas pendidikan, komunitas keagamaan, komunitas PNS, dan komunitas masyarakat lain melalui kegiatan peningkatan literasi keuangan digital masyarakat. Hal ini dilakukan untuk memastikan kesiapan masyarakat bertransaksi dan bertransisi secara digital menuju Indonesia yang semakin maju.
Terungkap di atas bahwa dengan digitalisasi pemerintah daerah, maka pemungutan PAD dan realisasi belanja daerah menjadi lebih efektif. Selain peran pemda, kemajuan layanan dan pembangunan daerah yang efektif melalui digitalisasi juga tidak lepas dari peran serta masyarakat selaku penikmat fasilitas yang disediakan untuk kemudahan dan kesejahteraan bersama.
Penulis berharap, semua upaya perluasan akseptasi digital di sisi pemda dan masyarakat dapat membawa Indonesia mendekat pada predikat negara maju yang ditandai dengan layanan publik yang lebih baik bagi masyarakat.