Sepekan ini, masyarakat terhibur oleh dagelan pendeta di mimbar khotbah yang diunggah berbagai media sosial ”...Agama kita toleran, namun takjil kita serbu…. Di saat mereka lemes jam 15.00, kita standby untuk serbu… dan mereka bilang, nanti pada saat paskah, kita sama-sama borong semua telurnya yuk…”.
Jika kita mencermati lelucon ini, sangat menarik untuk dikaji bagaimana indahnya persaudaraan di Indonesia saat ini. Kita sudah lelah dengan berita yang memancing energi negatif pasca-Pemilu 2024.
Pak Pendeta mengajak kita dengan bahasa gokil agar toleransi itu bukan hanya kata-kata saleh dalam mimbar khotbah. Apa yang ada di mimbar itu diwujudkan nyata di ruang kemanusiaan yang dekat dengan kehidupan harian kita.
Kesalehan religius sosial yang mungkin selama ini hanya di wilayah rumah ibadah harus dibuktikan secara konkret. Kata toleransi bukan teori belaka, tetapi sungguh dipraktikkan dengan nyata.
Kata toleransi bukan teori belaka, tetapi sungguh dipraktikkan dengan nyata.
Kekuatan kata-kata dari Pak Pendeta itu menggugah orang muda berlomba-lomba membuat konten yang berbau pluralisme radikal tanpa harus menjual ayat-ayat suci yang bisa mengikis nilai esensi dan substansial dari agama kita.
Di ruang agama kita berlomba dan tekun untuk merawat tradisi dan ritualnya. Namun, dalam pengetahuan keagamaan, kita perlu perhatikan nilai-nilai kemanusiaan.
Saat ini, kita diakui oleh dunia sebagai landscape masyarakat pluralis dan multikulturalisme, bahkan menjadi role mode. Bagaimana keberagaman itu menjadi indah. Sebaliknya, keseragaman tidak perlu menjadi target sebuah demokrasi beragama.
Agama menjadi menarik ketika hadir di ruang publik dengan wajah gembira untuk menjembatani nilai-nilai religius dan profan yang sering kali kita tergoda untuk memisahkannya.
Sebaliknya, peran agama dalam politik tetap menjadi porsi untuk menyuarakan suara tertindas, yang tidak hanya bergema di rumah ibadah saja. Akan tetapi, suara itu terdengar lantang di masyarakat universal.
Mari berlomba-lomba untuk memindahkan mimbar khotbah di pasar agar seruan itu menjadi perayaan kemanusiaan di tengah kefanatikan dan romantisme agama, serta menjadi agensi suara perdamaian dan toleransi sejati.
Selamat kepada teman-teman yang sedang menjalani puasa. Tetap semangat, lancar dan mencapai sebuah kemenangan. Selamat juga bagi teman-teman Kristen, agar tetap semangat dalam menyambut paskah dengan penuh kegembiraan dan sukacita untuk dibagikan kepada sesama.
Salam Toleransi.
VALENSIUS NGARDI
Mahasiswa Pascasarjana Prodi Studi Antar Iman UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta