Para pakar kesehatan mengutamakan gaya hidup sehat daripada penggunaan obat.
Oleh
DR SAMSURIDJAL DJAUZI
·5 menit baca
Suami saya berumur 43 tahun. Badannya gemuk, punya penyakit darah tinggi, kolesterol, dan asam urat tinggi. Memang suami saya hobi makan. Makannya banyak dan sering mencari restoran baru yang katanya makanannya enak. Saya sudah mengingatkan berkali-kali agar dia menjalani pengaturan makan dan olahraga tetapi dia kurang peduli.
Pada waktu pemeriksaan kesehatan berkala di kantor dia dipanggil kepala kantornya. Dia dinasihati agar menjaga kesehatan. Tensinya sampai 180, kolesterol 300 mg lebih, begitu pula asam uratnya juga tinggi. Rekaman jantung sudah menunjukkan gejala aliran darah pembuluh koroner kurang baik. Selain itu, ayahnya juga kencing manis sehingga saya khawatir jika tak mengubah kebiasaan, dia juga akan menderita kencing manis.
Di rumah, saya berusaha menyediakan makanan yang tak asin dan manis. Konsumsi gula dan garam di keluarga kami, saya kurangi. Saya juga menjaga agar jumlah nasi yang dikonsumsi tak banyak. Namun, biasanya suami saya jika makan siang di rumah, malamnya cari restoran dan menikmati makanan yang lezat tapi berlemak.
Setelah mendapat hasil pemeriksaan berkala, suami saya minum obat darah tinggi secara teratur. Dia juga minum obat kolesterol dan asam urat serta obat pengencer darah. Memang hasilnya cukup baik. Tensi mulai menurun, kolesterol LDL turun meski masih tinggi. Asam urat juga ada penurunan.
Namun, sejak minum bermacam-macam obat tersebu,t suami saya sering mengeluh ototnya pegal. Saya tak tahu obat apa yang efek sampingnya menimbulkan otot pegal dan sakit.
Saya sebenarnya lebih menganjurkan agar dia mengendalikan makan dan berolahraga tetapi dia berpendapat, jika minum obat, hobi makannya dapat dilanjutkan. Sewaktu konsultasi ke dokter, saya berusaha menemani dan menanyakan kepada dokter dan dokter juga menyatakan kebiasaan suami saya harus diubah. Namun, dokter hanya menjelaskan sedikit saja.
Saya ingin mendapat penjelasan apakah memang obat-obat dapat menormalkan keadaan tubuh meski kita makan secara berlebihan dan kurang berolahraga. Sejak minum obat, berat suami saya tak menurun bahkan bertambah. Sekarang dia berencana minum obat penurun berat badan. Jadi, semua kelainan tubuh mengandalkan obat bukan menjaga kesehatan.
Sewaktu saya ingatkan, dia membela diri dengan memperlihatkan sebuah iklan televisi yang membolehkan makan berlemak dan kemudian minum obat penurun kolesterol. Apakah tindakan tersebut benar, meneruskan kebiasaan makan berlemak dengan mengandalkan obat penurun lemak? Terima kasih atas penjelasan Dokter.
M di J
Orang tua kita dulu kebanyakan petani. Bekerja keras di sawah dan makannya banyak mengandung sayur, kurang makanan yang berlemak. Postur badan mereka pada umumnya tidak gemuk, bahkan banyak yang kurus, tapi mereka bugar. Tahan bekerja keras di sawah setiap hari tanpa libur di hari Minggu.
Ke mana-mana mereka berjalan kaki. Tak banyak yang punya sepeda. Mereka berjalan kaki kadang-kadang lebih dari 5 kilometer. Kebiasaan tersebut menghindarkan mereka dari kegemukan, penyakit jantung, diabetes, darah tinggi, dan lain-lain. Penyakit yang sering ditemukan waktu itu lebih banyak penyakit infeksi, seperti penyakit cacing, karena mereka sering tak memakai alas kaki.
Generasi sekarang mempunyai kebiasaan yang berbeda. Keadaan ekonomi rata-rata keluarga Indonesia juga lebih baik. Keluarga Indonesia sudah banyak yang mampu membeli makanan yang cukup, daging, susu, serta makan berlemak. Kue dan roti juga pada umumnya manis, asin, dan berlemak.
Anak-anak suka es krim yang manis dan mengandung lemak tinggi. Mulai timbul kelompok yang kelebihan berat badan (obesitas). Jumlahnya makin lama makin besar. Tidak hanya orang dewasa yang mengalami obesitas, tapi juga anak-anak.
Bahaya obesitas
Perubahan dari kehidupan keluarga yang susah mencari makan menjadi keluarga yang berlimpah makanan terjadi relatif pendek. Generasi yang sewaktu muda kesulitan mendapat makan apalagi makanan yang lezat sekarang berusaha menyediakan makanan yang cukup bahkan berlimpah untuk anak-anak mereka.
Kebiasaan bermain anak juga berbeda. Jika dulu anak-anak banyak bermain dengan melakukan aktivitas fisik, sekarang anak-anak lebih banyak bermain dengan main gim atau gawai sehingga kurang aktivitas fisik. Ke mana-mana, termasuk ke tempat yang tak jauh, menggunakan kendaraan. Akibatnya, aktivitas fisik kurang sehingga dapat dipahami banyak yang mengalami obesitas.
Perhatikan komposisi lemak, garam, dan gula makanan serta minuman yang akan kita konsumsi.
Obesitas tak hanya mengganggu penampilan. Obesitas juga menimbulkan banyak risiko penyakit dan risiko pada tindakan medis. Pasien yang akan menjalani operasi jika gemuk akan lebih sulit karena lapisan lemaknya yang tebal serta risiko penyakit diabetes, darah tinggi, dan penyakit jantung lebih tinggi.
Salah satu negeri dengan tingkat obesitas yang tinggi adalah Chile. Negara ini berhasil menurunkan angka obesitas dengan menganjurkan warganya melaksanakan gaya hidup sehat termasuk berolahraga teratur seta menerapkan cukai makanan dan minuman yang mengandung gula tinggi.
Para pakar kesehatan mengutamakan pelaksanaan gaya hidup sehat daripada penggunaan obat. Obesitas, kadar kolesterol, dan asam urat yang tinggi dapat diturunkan dengan pola makan yang baik dan seimbang.
Bahkan pada terapi hipertensi, dokter menerapkan terapi tanpa obat terlebih dahulu, jika tak berhasil baru meresepkan obat darah tinggi. Terapi tanpa obat (nonfarmakologis) berupa penurunan berat badan, pengaturan konsumsi garam, dan olah raga teratur. Jika tindakan tanpa obat ini tak berhasil, barulah ditambahkan obat penurun tekanan darah.
Obat kita konsumsi dengan harapan mendapat manfaat khasiat obat tersebut. Namun, jangan lupa obat juga mempunyai efek samping. Meski efek samping ini hanya sebagian saja dialami oleh yang mengonsumsi, mereka yang mengonsumsi obat perlu menyadarinya sehingga menjadi waspada.
Obat penurun kolesterol biasanya statin, salah satu efek sampingnya adalah nyeri otot. Meski obat golongan statin generasi baru mempunyai efek samping yang lebih minimal, akan lebih baik jika kita berusaha menurunkan kolesterol dengan pengendalian makan. Jika upaya ini tetap tidak berhasil, barulah minum obat penurun kolesterol.
Dalam era berlimpah makanan, termasuk makanan lezat dewasa ini, kita harus pandai memilih makanan dan minuman yang tidak mengganggu kesehatan kita. Perhatikan komposisi lemak, garam, dan gula makanan dan minuman yang akan kita konsumsi.
Juga kita berharap makanan dan minuman yang tersedia di pasar, kadar lemak, gula dan garamnya lebih rendah untuk melindungi masyarakat terutama anak-anak dan remaja kita. Nah, semoga suami Anda ikut membaca konsultasi kita ini sehingga beliau dapat mencapai taraf kesehatan yang baik.