Kepentingan itu setidaknya muncul dalam aturan yang mewajibkan perusahaan China untuk mengirimkan data ke Beijing.
Oleh
ANDREAS MARYOTO
·4 menit baca
Parlemen Amerika Serikat telah mengegolkan rancangan undang-undang yang mengultimatum Tiktok untuk mendivestasi sahamnya jika ingin tetap beroperasi di negara itu. Jika tidak, aplikasi ini bakal diblok di Amerika Serikat. Parlemen memberi waktu enam bulan agar perusahaan asal China itu membuat putusan. Akankah Pemerintah China ”berdamai” dengan tekanan Amerika Serikat itu?
Tak ada perusahaan teknologi yang serumit Tiktok ketika harus berhadapan dengan pemerintahan di sejumlah negara, seperti India, Australia, dan Inggris. Mereka telah menghadapi pelarangan operasi di sejumlah negara. Amerika Serikat telah memaksa agar peladen (server) untuk operasi di negara itu berada di Amerika Serikat.
Tak cukup membuat paksaan seperti itu, parlemen AS beberapa hari lalu juga membuat rancangan aturan yang memaksa ByteDance, raksasa teknologi China yang memiliki Tiktok, untuk mendivestasi bisnisnya di AS atau bakal melarang aplikasi tersebut jika mereka tidak mau menjual sahamnya ke pihak di luar China. Untuk menjadi undang-undang, aturan ini tinggal menunggu persetujuan senat.
Washington telah lama berpendapat bahwa Tiktok menimbulkan ancaman keamanan nasional karena data Amerika bisa sampai ke tangan Pemerintah China. Alasan ini berkali-kali dipakai Pemerintah Amerika Serikat untuk menekan Tiktok. Mereka melihat, dengan divestasi, pengawasan terhadap operasi platform tersebut bisa dilakukan dan mereka ”terputus” dengan Pemerintah China.
Akankah China melepas begitu saja saham Tiktok ke pihak luar? Sepertinya China tak akan melakukan langkah itu. China tentu keberatan dengan permintaan Amerika Serikat. Alasan China tentu soal harga diri dan sejumlah kepentingan. Tekanan dalam konteks sekarang, apabila dituruti, sangat menurunkan posisi tawar China dalam diplomasi. China tengah memperkuat posisinya di tataran global dan tak akan begitu saja menerima tekanan dari kekuatan yang menghalangi pengaruh mereka.
Alasan lainnya, perusahaan teknologi, apalagi sebesar Tiktok, telah menjadi bagian dalam diplomasi lunak untuk memperbesar pengaruh China. Mereka juga tentu memanfaatkan aplikasi ini sebagai bagian dari diplomasi ekonomi. Keuntungan ekonomi dari kehadiran Tiktok tidaklah kecil. Laporan keuangan terbaru menyebutkan induk Tiktok ByteDance memiliki pendapatan secara global mencapai 120 miliar dollar AS pada tahun lalu.
Pemerintah China tak akan berdiam diri. Apalagi, dari sejumlah laporan disebutkan, Pemerintah China biasa memiliki saham perusahaan yang sering kali jumlahnya mungkin hanya sedikit, tetapi memungkinkan mereka untuk menempatkan orang di kursi eksekutif dan memiliki kekuasaan untuk memastikan bahwa perilaku perusahaan sesuai dengan agenda partai. Kepentingan China sangat kuat di dalam setiap operasi perusahaan.
Kepentingan itu setidaknya muncul dalam aturan yang mewajibkan perusahaan China untuk mengirimkan data ke Beijing apabila Pemerintah China memerlukannya seperti diamanatkan dalam undang-undang keamanan nasional. Kewajiban ini tetap harus dilakukan terhadap perusahaan yang beroperasi di luar negeri. Jika dilakukan divestasi, China tak bisa lagi meminta pengiriman data tersebut.
Sejumlah analis juga sudah memperkirakan sikap China ini. Mereka tidak yakin China akan luluh dan meloloskan begitu saja divestasi saham Tiktok. China memiliki daya tawar tinggi dan akan melakukan ancaman balik terhadap rencana itu.
”Masalahnya adalah Pemerintah China sepertinya tidak akan menyetujui… merger dan akuisisi yang dipaksakan ini,” Paul Triolo, partner di perusahaan konsultan Albright Stonebridge, mengatakan kepada ”Street Signs Asia” CNBC.
Ia menambahkan, divestasi apa pun, kemudian merger dengan perusahaan atau akuisisi oleh perusahaan lain, harus disetujui Pemerintah Tiongkok. Kemungkinan Pemerintah China akan menolaknya dan mungkin menyarankan ByteDance untuk menolaknya.
Analis lainnya di South China Morning Post menyebutkan, ByteDance tidak akan menyerah tanpa perlawanan. Mereka akan melobi politisi hingga menggalang pengguna. Saat ini ByteDance dan Tiktok telah melakukan perlawanan keras terhadap tekanan divestasi di Amerika Serikat.
Kelanjutannya
Meski demikian, sangat mungkin China juga mencari jalan lain. Dalam konteks sekarang, penyelesaian masalah ini tidak hanya urusan bisnis, tetapi juga hubungan internasional. ByteDance dan Pemerintah China akan melakukan kalkulasi bisnis dan juga keamanan. Kalkulasi bisnis akan meliputi untung-rugi mengikuti atau melawan Amerika Serikat.
Di samping itu, jika saja harus melakukan divestasi, mereka tentu menghitung berapa porsi saham yang akan dijual ke perusahaan di luar China. Mereka akan memastikan ”keamanan” mereka bukan hanya saat ini, tetapi juga jangka panjang. Mereka akan menghitung sejauh mana divestasi itu masih memberikan akses bagi peran dan pengaruh China. Bisa saja, mereka mencari partner yang juga memberi kompromi pada sejumlah kepentingan China.
Sementara terkait dengan keamanan, setiap pemerintahan tentu berkepentingan dengan operasi perusahaan-perusahaan negara yang bersangkutan untuk diplomasi dan perluasan pengaruh. China yang terus-menerus membangun pengaruh pasti sadar sepenuhnya peran Tiktok. Mereka tentu tidak akan membiarkan kanal pengaruh itu lepas begitu saja.
Meski demikian, kemungkinan China tetap berkukuh dan mengambil konfrontasi dengan Amerika Serikat masih sangat besar. Ketika semua perhitungan sudah diambil dan ternyata pilihannya adalah soal harga diri China, Tiktok kemungkinan bakal menurut order dari Pemerintah China. Mereka akan menolak usulan divestasi dan memilih keluar dari Amerika Serikat. China mungkin akan mencari jalan untuk melakukan retaliasi yang tak kalah sengit.