Menjaga Inflasi Pangan
Kehadiran negara dalam setiap masalah pangan yang membelit rakyat merupakan keharusan etis.
Sepertinya sudah jadi aksioma generik di republik ini, setiap memasuki bulan Ramadhan, harga kebutuhan pangan selalu naik.
Pengalaman empiris menunjukkan harga kelompok bahan pangan bergejolak (volatile food) akan terus naik hingga Lebaran tiba. Salah satu pemicunya adalah meningkatnya permintaan masyarakat.
Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Bank Indonesia, 6 Maret 2024, melaporkan kenaikan harga beberapa komoditas pangan, antara lain bawang putih, semua jenis beras dari kualitas bawah hingga kualitas super, cabai rawit hijau, gula pasir lokal dan premium, serta minyak goreng curah.
Kenaikan harga paling signifikan terjadi pada komoditas daging ayam ras segar Rp 38.900 per kg, naik Rp 1.200 per kg atau 3,18 persen. Disusul telur ayam ras segar Rp 31.750 per kg, naik Rp 850 per kg atau 2,75 persen.
Meski menunjukkan tren melandai setelah mengalami kenaikan cukup signifikan selama beberapa bulan terakhir, harga beras masih sangat tinggi, dalam kisaran Rp 14.500-Rp 17.300 per kg. Kenaikan harga beras ini menjadi penyumbang utama angka inflasi pada bulan Februari 2024.
Jika semua daerah memiliki cadangan pangan yang mencukupi, tidak perlu menggantungkan uluran tangan dari pemerintah pusat apabila terjadi gejolak pangan di daerah.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, inflasi pada Februari 2024 sebesar 0,37 persen. Penyumbang inflasi terbesar adalah makanan, minuman, dan tembakau dengan inflasi 1,00 persen dengan andil 0,29 persen. Komoditas penyumbang inflasi terbesar adalah beras (0,21 persen), cabai merah (0,09 persen), telur ayam ras (0,04 persen), dan daging ayam ras (0,02 persen).
Sedikitnya ada dua alasan mengapa pemerintah harus menjaga angka inflasi pada angka yang rendah. Pertama, inflasi yang tinggi akan menggerus daya beli masyarakat miskin. Apalagi jika pemicu inflasi itu adalah naiknya harga kelompok volatile food, seperti yang terjadi beberapa bulan terakhir. Belanja pangan keluarga miskin menyumbang sekitar 60 persen dari total pengeluaran mereka.
Studi yang pernah dilakukan Bank Pembangunan Asia (ADB), beberapa tahun lalu, sampai pada kesimpulan yang kurang lebih sama. Kenaikan harga pangan sebesar 10 persen di negara berkembang Asia akan menambah penduduk miskin baru 64 juta orang (dasar perhitungan garis kemiskinan 1,25 dollar AS per hari).
Naiknya harga dari kelompok pengeluaran ini langsung berkontribusi secara signifikan terhadap inflasi inti. Oleh karena itu, untuk menjaga inflasi, pemerintah harus tetap fokus menjaga stabilitas harga pangan. Laporan BPS menyebutkan, pada Desember 2023 angka inflasi makanan Indonesia (year on year) mencapai 6,18 persen, urutan keempat di antara negara-negara di ASEAN.
Kedua, inflasi yang tinggi akan mendongkrak suku bunga dan membuat nilai tukar rupiah terpuruk. Suku bunga tinggi memukul pengusaha, mulai dari usaha mikro, kecil, menengah, hingga besar. Suku bunga kredit yang melonjak dan depresiasi rupiah terhadap dollar AS memukul importir dan industri porsi dengan bahan baku dan barang modal impor besar.
Penguatan stok penyangga
Kehadiran negara dalam setiap masalah pangan yang membelit rakyat merupakan keharusan etis. Menyerahkan pengelolaan pangan bangsa semata-mata kepada the invisible hand tidak hanya akan menyengsarakan rakyat, tetapi juga bentuk pengingkaran negara terhadap kewajiban memenuhi hak rakyat atas pangan.
Menurut kajian penulis, penyebab utama masalah pangan yang selalu terulang dari satu musim ke musim berikutnya adalah karena pemerintah tak memiliki stok penyangga (buffer stock) yang cukup. Akibatnya, pemerintah selalu kedodoran dalam melakukan intervensi pasar saat terjadi gejolak harga pangan.
Selama ini otoritas bidang pangan dari pusat hingga daerah lebih fokus menangani masalah yang terkait teknis/manajemen produksi pangan dan kurang menyentuh penguatan stok. Akibatnya, saat terjadi gejolak harga komoditas pangan (jagung misalnya), para petugas dinas pertanian sering bersitegang dengan para pengusaha dan para peternak ayam dalam forum rapat koordinasi.
Kehadiran negara dalam setiap masalah pangan yang membelit rakyat merupakan keharusan etis.
Petugas selalu menyodorkan data hitung-hitungan di atas kertas bahwa produksi jagung cukup untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak. Namun, karena barangnya tidak dikuasai secara fisik (volume dan lokasi penyimpanan), rapat sering kali berakhir blunder.
Beberapa langkah
Ke depan, pemerintah melalui unit-unit kerjanya perlu lebih terlibat dalam penguatan stok penyangga pangan. Badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah menjadi off taker beberapa komoditas pangan strategis untuk dijadikan stok penyangga dengan volume dan lokasi penyimpanan yang jelas.
Pemerintah perlu memetakan puncak kebutuhan pangan. Melalui pemetaan itu bisa dilakukan upaya-upaya terukur untuk mengantisipasi terjadinya gejolak harga. Melalui pengaturan kalender tanam komoditas sayuran, seperti cabai rawit, cabai merah, dan bawang merah, dapat diatur kapan waktu panennya.
Saatnya Perum Bulog juga menjadi pelaku produksi pangan (on farm) dan penguat stok penyangga berbagai komoditas pangan, serta off taker beberapa komoditas pangan strategis, seperti kedelai, tebu, komoditas hortikultura, dan komoditas pangan penting lain. Termasuk mengusahakan feedlot untuk penguatan stok penyangga daging sapi pemerintah.
Baca juga: Harga Beras Dunia Mulai Turun, Bagaimana di Indonesia?
Pemerintah kabupaten/kota/provinsi dapat menjalin kerja sama dengan Perum Bulog untuk penguatan cadangan pangan daerah. Jika semua daerah memiliki cadangan pangan yang mencukupi, tidak perlu menggantungkan uluran tangan dari pemerintah pusat apabila terjadi gejolak pangan di daerah.
Tim pemantau dan pengendali inflasi daerah dapat melakukan langkah-langkah strategis untuk stabilisasi harga pangan melalui berbagai instrumen, seperti operasi pasar dan penyelenggaraan pasar murah. Semua upaya ini diharapkan dapat membantu menjaga inflasi karena meningkatnya harga pangan.
Toto Subandriyo, Pengamat Pertanian, Bergiat di Forum Pengkajian Pangan Pertanian dan Lingkungan (FP3L)