Sejak dilaporkan pertama kali di Lampung pada tahun 1884, antraks menjadi penyakit endemik di bumi Indonesia.
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
Antraks terus mengancam ternak dan manusia. Semua pihak terkait perlu mengevaluasi diri, langkah apa yang luput dikerjakan sehingga kasus terjadi kembali.
Sejak dilaporkan pertama kali di Lampung pada zaman Hindia Belanda tahun 1884, antraks menjadi penyakit endemik di Indonesia hingga kini. Penyakit zoonosis ini memakan korban, baik ternak maupun manusia. Berbagai upaya telah dilakukan sejak dari upaya pencegahan, seperti vaksinasi ternak, hingga pengobatan jika ada yang tertular. Pendekatan budaya juga dilakukan kepada masyarakat agar tidak memakan daging dari ternak yang mati, terlebih karena antraks.
Namun, mengapa kasus antraks kembali muncul, seperti yang terjadi di Dusun Kayoman, Desa Serut, Kecamatan Gedangsari, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), pada Kamis (7/3/2024)? Dari laporan Kompas.id dan harian Kompas, dusun tersebut tidak mempunyai riwayat antraks.
Namun, seekor sapi dan dua ekor kambing di Dusun Kayoman mati mendadak. Hasil tes laboratorium atas sampel beberapa hari kemudian positif antraks. Data Dinas Kesehatan DIY menunjukkan, sedikitnya 45 orang suspek antraks, yakni 26 orang di Sleman dan 19 orang di Gunungkidul. Di antara suspek itu, ada satu orang meninggal.
Rapat Koordinasi Pengendalian Kasus Dugaan Antraks di Wilayah DIY digelar di Yogyakarta, Rabu (13/3/2024). Rapat dipimpin pejabat Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan DIY dan dihadiri instansi pemangku di DIY, pemerintah pusat, termasuk Klaten, Jawa Tengah. Rapat memutuskan dua dusun sebagai zona merah antraks. Selain Dusun Kayoman, zona merah lainnya adalah Dusun Kalinongko Kidul di Desa Gayamharjo, Kecamatan Prambanan, Sleman, DIY. Meskipun beda kabupaten, kedua desa itu secara geografis bertetangga dan banyak warganya yang terikat hubungan kekerabatan.
Zonasi ini dilakukan untuk memfokuskan penanganan agar kasus tak menyebar. Penanganan di zona merah dilakukan dengan pemberian antibiotik terhadap ternak di kedua dusun itu. Setelah itu dilakukan vaksinasi. Ternak di kedua dusun itu juga tidak dibolehkan keluar dusun.
Kita mengapresiasi rapat koordinasi ini sebagai langkah cepat antarinstansi untuk mencegah penularan lebih luas dari antraks. Ketika terjadi kasus ternak dan warga meninggal karena antraks pada Juli 2023, melalui tajuk rencana pada 7 Juli 2023, kita mengangkat bahwa pendekatan satu kesehatan dalam penanganan antraks sangatlah diperlukan, seperti melalui Peraturan Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Nomor 7 Tahun 2022 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis dan Penyakit Infeksius Baru.
Peraturan itu secara detail hingga 85 halaman mengatur penanganan penyakit zoonosis dan penyakit infeksius baru—termasuk antraks—secara komprehensif dan lintas sektor. Dalam peraturan juga ditentukan pentingnya evaluasi berkala. Walaupun kasus antraks masih berskala lokal DIY, tidak ada salahnya evaluasi dilakukan secara nasional.