Penyakit ginjal kronis kerap kali tanpa gejala awal. Tanpa penapisan awal, penderita bisa mengalami komplikasi.
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
Dunia menghadapi epidemi penyakit ginjal. Namun, kebanyakan orang tidak menyadari mengalami gangguan fungsi ginjal. Padahal, selain menurunkan kualitas hidup, penyakit ini membutuhkan pembiayaan pengobatan yang tinggi dan bisa berakibat fatal bagi penderita.
Penyakit ginjal kerap ditemukan tanpa gejala. Namun, insidensi dan beban penyakit itu tinggi. Karena itu, menurut Ketua Perhimpunan Nefrologi Indonesia Pringgodigdo Nugroho, penapisan tertarget dini penting untuk menekan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit ginjal kronis. (Kompas, 15 Maret 2024)
Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), lebih dari 850 juta orang di seluruh dunia mengidap beberapa jenis penyakit ginjal, sekitar dua kali lipat jumlah pengidap diabetes (422 juta orang) dan 20 kali lebih banyak dibandingkan angka kanker (42 juta).
Penyakit ginjal termasuk salah satu penyebab utama kematian. Dalam laman World Kidney Day disebutkan, pada 2019 penyakit ginjal kronis (CKD) bertanggung jawab atas lebih dari 3,1 juta kematian. Hal ini menjadikannya menempati peringkat ketujuh penyebab utama kematian di seluruh dunia.
Kematian global akibat semua penyakit ginjal, terutama berdampak pada negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Presiden Masyarakat Nefrologi Internasional Masomi Nangaku, dalam keterangan tertulis, menyatakan, berbagai hambatan pengendalian penyakit ginjal mesti diatasi.
Sejumlah tantangan
Beberapa tantangan yang dihadapi meliputi, antara lain, tingginya beban pembiayaan terapi, terbatasnya akses pengobatan dan tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan primer, kesenjangan informasi seputar penyakit itu, serta lemahnya pencegahan dan diagnosis dini.
Penapisan tertarget dini penting untuk menekan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit ginjal kronis.
Penanganan penyakit ginjal menimbulkan beban anggaran layanan kesehatan yang besar karena biaya tahunan per pasien untuk hemodialisis. Sebagai contoh, biaya hemodialisis atau cuci darah di Amerika Serikat 88.195 dollar AS, di Jerman 58.812 dollar AS, dan 83.616 dollar AS di Belgia.
Di Indonesia, mengutip data Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, biaya terapi gagal ginjal meningkat dalam pembiayaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Pada tahun 2022, biayanya mencapai Rp 2,1 triliun dan naik menjadi Rp 2,9 triliun pada 2023.
Sejumlah studi membuktikan penapisan bisa menurunkan risiko penyakit ginjal pada tahap akhir, terutama pada populasi berisiko tinggi, antara lain individu dengan hipertensi, diabetes, dan penyakit kardiovaskular, serta pada warga lanjut usia. Penapisan bisa dilakukan melalui pemeriksaan laboratorium dasar.
Pada 14 Maret 2024, aksi global dalam rangkaian peringatan Hari Ginjal Sedunia menyerukan terwujudnya akses yang adil terhadap perawatan penyakit ginjal yang optimal. Hal ini untuk meningkatkan mutu hidup dan penundaan perkembangan penyakit agar kesehatan ginjal bisa dinikmati semua orang.