DPR AS meloloskan rancangan undang-undang yang memungkinkan media sosial asal China, Tiktok, dilarang beroperasi.
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
Dukungan besar dari Partai Republik dan Demokrat membuat RUU yang melarang Tiktok beroperasi di Amerika Serikat disetujui oleh DPR negara itu, Rabu (13/3/2024) waktu setempat. Sebanyak 352 anggota DPR AS setuju, sedangkan 65 orang menolak. Hal ini menunjukkan isu rivalitas AS-China mendapat perhatian besar di kalangan politisi di Washington.
Meski demikian, untuk menjadi undang-undang, RUU mesti melewati persetujuan Senat dan ditandatangani oleh Presiden Joe Biden. Berbeda dengan DPR AS yang mudah meloloskan RUU itu, kondisi di Senat diperkirakan akan lebih sulit. Tak sedikit politisi di Senat AS yang memberi sinyal untuk tak meloloskannya.
Pembuatan RUU pelarangan Tiktok di DPR mendapat bantuan teknis dari Pemerintah AS. Intelijen dan lembaga penegak hukum memberi penjelasan detail tentang ancaman yang ditimbulkan jika Tiktok leluasa beroperasi di AS. Perusahaan pemilik Tiktok, Bytedance, dinilai memiliki kaitan erat dengan Partai Komunis China sehingga data pengguna dari AS dapat dikuasai oleh partai itu. Dinilai pula, potensi bahaya selanjutnya ialah, dengan data itu, dapat dibangun algoritma tertentu sehingga publik AS bisa diarahkan untuk menyetujui sebuah opini. Pemilu AS pada November mendatang dipandang dapat menjadi ajang untuk menyebar pengaruh dari Tiktok.
Tiktok bisa tetap beroperasi dengan syarat kepemilikannya dibuka bagi perusahaan asing. Tentu tak mudah mewujudkannya. AS memiliki aturan yang ”menghambat” perusahaan negara itu berinvestasi di korporasi China. Selain itu, tidak mudah kiranya bagi China untuk mengizinkan begitu saja perusahaan asing ikut memiliki Tiktok.
Protes berdatangan karena selama ini banyak warga AS diuntungkan Tiktok. Mereka menjadi pemengaruh (influencer), menjual barang, dan mencari informasi lewat Tiktok. Ada sekitar 170 juta pengguna Tiktok di AS. Mantan Presiden Donald Trump turut menyuarakan ketidaksetujuannya terhadap pelarangan Tiktok meski dulu ia mengupayakannya lewat peraturan yang dikeluarkannya. Suara ketidaksetujuan Trump dilihat sejumlah kalangan sebagai upaya untuk mengambil hati pemilih muda di negara tersebut.
Prahara Tiktok memperlihatkan bahwa teknologi dan data merupakan bagian tak terpisahkan dari persaingan geopolitik negara-negara besar. Kemandirian teknologi dan pengelolaan data, yang telah diperjuangkan China, antara lain dengan melarang penggunaan mesin pencari serta medsos buatan asing, dipandang sebagai salah satu cara untuk membendung pengaruh dari musuh.
Persaingan AS-China dalam bidang teknologi mengingatkan kita semua agar jangan mau hanya menjadi pasar teknologi dan bergegas mengatasi ketertinggalan.