Planetarium Jakarta Mati Suri
Planetarium dan Observatorium Jakarta genap 4 tahun berhenti beroperasi. Kerancuan pengelolaan membuat masyarakat rugi.
Kamis (14/3/2024) esok, genap empat tahun Planetarium dan Observatorium Jakarta tutup. Meski revitalisasi Taman Ismail Marzuki Jakarta telah rampung hampir 2 tahun lalu, planetarium pertama di Asia Tenggara peninggalan Presiden Soekarno itu belum menunjukkan tanda-tanda akan beroperasi kembali.
Sesuai namanya, ruh Planetarium dan Observatorium Jakarta (POJ) adalah Teater Bintang yang menjadi tempat masyarakat bisa menikmati simulasi pemandangan langit malam yang menakjubkan dan pengamatan obyek-obyek langit yang dilakukan di beberapa menara observatorium atau rumah teleskop. Namun, kedua kegiatan itu sama-sama terhenti.
Operasional Teater Bintang terhenti sejak 14 Maret 2020 saat pemerintah meminta fasilitas publik ditutup akibat pandemi Covid-19. Sehari sebelumnya, proyektor bintang yang ada masih berfungsi dengan baik. Pada Juni 2020, revitalisasi Taman Ismail Marzuki (TIM) pun dilakukan secara keseluruhan sehingga Teater Bintang berhenti beroperasi secara penuh.
Baca juga: Menanti Pulihnya Jembatan Edukasi Menjelajah Angkasa
Meski revitalisasi TIM dan POJ yang ada di dalamnya selesai dilakukan pada akhir 2022, hingga kini Teater Bintang belum juga beroperasi. Penyebab utamanya, proyektor bintang yang digunakan, yaitu Universarium M VIII, rusak dan belum diganti atau diperbaiki. Sejak sebelum Teater Bintang ditutup, proyektor yang digunakan sejak 1996 itu sudah sering bermasalah, tetapi masih bisa dioperasikan.
Lama tidak digunakan akibat penutupan Teater Bintang, kurangnya perawatan, dan dampak dari pekerjaan revitalisasi membuat proyektor bintang itu akhirnya benar-benar rusak. Proyektor masih menyala, tetapi beberapa poros proyektor sudah tidak bisa bergerak sehingga proyektor tidak dapat digunakan untuk pertunjukan ke publik.
Pascarevitalisasi TIM, kunjungan masyarakat ke POJ terus meningkat. Namun, tingginya minat anak dan orangtua untuk datang ke POJ demi menyaksikan simulasi eksotisme langit malam harus berbuah kekecewaan. Hasrat mereka untuk mengenali alam sekitar harus dimatikan akibat ketidakprofesionalan pengelolaan POJ.
Pada Hari Ulang Tahun Ke-55 POJ pada 1 Maret 2024 memang didatangkan planetarium mini yang bisa menjadi ”obat rindu” bagi masyarakat yang ingin menikmati pemandangan langit malam. Namun, sensasinya tentu jauh berbeda dibandingkan saat menyaksikan bintang-bintang, planet, komet, atau galaksi di kubah berdiameter 22 meter.
Pemugaran POJ sebagai bagian dari program revitalisasi TIM ternyata juga menggusur menara observatorium dan dek pengamatan yang biasa digunakan untuk meneropong dan memotret benda-benda langit. Saat ini jika ada fenomena astronomi penting, seperti gerhana Bulan, pengamatan saintifik dilakukan di plaza Teater Besar Pusat Kesenian Jakarta TIM, berbaur dengan pengamatan untuk publik.
Pembangunan gedung-gedung bertingkat di sisi selatan dan utara TIM membuat pemandangan langit selatan menjadi terhalang.
Meski langit Jakarta tidak ideal untuk pengamatan langit, masih banyak obyek terang yang bisa disaksikan, mulai dari Bulan, sejumlah planet, hingga bintang-bintang terang di langit selatan, seperti Wulangjar Ngirim dan Gubug Penceng. Masyarakat pun masih menjadikan POJ sebagai rujukan untuk pengamatan fenomena astronomi yang jarang, seperti gerhana Bulan atau konjungsi planet Mars.
Kerusakan lingkungan di sekitar POJ di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, selama satu dekade terakhir memang cukup parah. Pembangunan gedung-gedung bertingkat di sisi selatan dan utara TIM membuat pemandangan langit selatan menjadi terhalang.
Namun itu tidak berarti pengamatan langit di kedua sisi tidak bisa dilakukan sepenuhnya karena masih ada celah yang bisa dimanfaatkan untuk mengamati langit. Namun untuk momen astronomi yang obyeknya sangat rendah dan membutuhkan medan pandang di ufuk yang luas, seperti pengamatan hilal, staf POJ bersama tim Himpunan Astronomi Amatir Jakarta yang bermarkas di POJ umumnya mengamatinya di Ancol, Jakarta Utara.
Selain itu, fungsi utama POJ itu adalah untuk pendidikan masyarakat, bukan lembaga penelitian, sehingga tidak membutuhkan langit malam yang pristine (jernih). Karena fungsi pendidikan itulah, aspek kedekatan dengan masyarakat menjadi utama.
Lokasi POJ yang berada di pusat kota juga membuat semua lapisan masyarakat bisa menjangkaunya dengan berbagai moda transportasi dan tiket yang relatif terjangkau. Untuk menyaksikan obyek langit, masyarakat tidak perlu pergi jauh ke luar kota sehingga memberikan kesetaraan akses bagi masyarakat untuk memperoleh informasi astronomi dan menikmati pemandangan langit malam.
Baca juga: Dedikasi Sang Perawat Planetarium
POJ juga menjadi oase di tengah stres dan kepenatan yang dihinggapi warga Jakarta. POJ menjadi ruang terbuka publik tempat masyarakat bisa melepas penat sejenak setelah pulang kantor dan kembali beraktivitas keesokan harinya dengan semangat baru. Di luar fungsi edukasinya, POJ berperan besar dalam membangun kesehatan mental dan kesejahteraan warga Jakarta.
Kerancuan pengelolaan
Permasalahan pengelolaan POJ saat ini tidak lepas dari kerancuan pengelolaan POJ oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Saat ini, ada dualisme pengelola POJ, yaitu antara PT Jakarta Propertindo (Jakpro) dan Unit Pengelola Pusat Kesenian Jakarta TIM yang berada di bawah naungan Dinas Kebudayaan DKI Jakarta.
PT Jakpro adalah perusahaan yang merevitalisasi TIM sehingga berhak atas pengelolaan TIM. Sebagai perusahaan, tentu PT Jakpro tidak memiliki fungsi edukasi publik yang banyak dilakukan POJ. Sementara dinas kebudayaan adalah lembaga yang mengelola POJ sebelum revitalisasi dilakukan. Kondisi ini menimbulkan kerancuan karena fungsi pendidikan publik dan sains justru berada di bawah dinas kebudayaan.
Dinas kebudayaan mewarisi pengelolaan POJ dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta sebelum dipecah menjadi dua pada 2020. Sebelum itu, POJ sempat menjadi unit pelaksana teknis di bawah Dinas Pendidikan DKI Jakarta.
Meski demikian, dualisme pengelolaan POJ itulah yang membuat kegiatan POJ hingga sekarang tetap berjalan. PT Jakpro memang memiliki gedung dan hak pengelolaan POJ walau mereka tidak segera memperbaiki atau membeli proyektor baru sehingga POJ bisa beroperasi kembali.
Sementara Dinas Kebudayaan DKI Jakarta masih memiliki sejumlah aset lain di POJ dan tetap menganggarkan penyelenggaraan kegiatan di POJ setiap tahunnya. Meski penempatan POJ di bawah dinas kebudayaan agak rancu, dinas kebudayaan memiliki kapasitas dan pengalaman pengelolaan POJ dibandingkan PT Jakpro.
Baca juga: Planetarium Jakarta yang Dirindukan
Karena itu, keruwetan pengelolaan POJ ini perlu segera diselesaikan oleh Pemprov DKI Jakarta. Jika tidak, masyarakat dan warga Jakartalah yang akan merugi. Program edukasi publik, pengembangan sains, dan pemajuan kebudayaan yang penting untuk kesejahteraan masyarakat menjadi terhambat.
POJ menjadi jembatan antara ilmuwan dan astronom amatir dengan masyarakat. POJ memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperkaya pengetahuan mereka tentang astronomi secara visual, tidak hanya melalui pelajaran tertulis di bangku sekolah.
Lebih luas dari itu, memperkenalkan astronomi kepada masyarakat bukan berarti mendorong mereka untuk menjadi astronaut atau antariksawan. Pengenalan astronomi kepada masyarakat mendorong mereka untuk mau mempelajari sains, teknologi, rekayasa, dan matematika (STEM) yang menjadi tumpuan dalam pembangunan ekonomi di masa depan.
Kerancuan pengelolaan POJ ini seharusnya juga menjadi pembelajaran pemerintah untuk berpikir jangka panjang dalam pembuatan kebijakan. Pembangunan pendidikan, sains, dan kebudayaan memang tidak bisa memberi hasil bernilai ekonomi dalam waktu singkat, tetapi akan memberi kesejahteraan masyarakat yang lebih luas dalam jangka panjang.
POJ adalah salah satu alat investasi untuk membangun generasi unggul Indonesia Emas 2045 dan mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) 2030. Untuk mencapai semua itu, pembangunan kesejahteraan manusia memiliki nilai yang sama penting dan sama strategisnya dengan pembangunan fisik.
Baca juga: Bangkit dan Mandiri Melintasi Jagat Raya
“Planetarium ini adalah satu hal yang amat penting sekali bagi nation building (pembangunan bangsa) kita,” ucap Bung Karno dalam amanatnya saat pemancangan tiang pertama POJ pada 9 September 1964. Karena itu, POJ penting bukan hanya sebagai obyek wisata atau tontonan yang mendatangkan manfaat ekonomi, melainkan juga menjadi sarana bagi Indonesia untuk menjadi bangsa yang besar, yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.