Penting bagi KPU memastikan Sirekap benar-benar andal mencegah kecurangan.
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
Sistem Informasi Rekapitulasi kembali menarik perhatian. Kali ini, terkait suara Partai Solidaritas Indonesia dan Partai Persatuan Pembangunan.
Suara Partai Solidaritas Indonesia atau PSI di Sistem Informasi Rekapitulasi atau Sirekap, berdasarkan pengamatan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) pada 1 Maret 2024, melonjak 19.000 suara dalam waktu dua jam.
Sebaliknya, suara PPP naik-turun. Pada 27 Februari 2024, PPP memperoleh 3.058.013 suara. Namun, pada 2 Maret, perolehan suaranya turun menjadi 3.037.798. Pada 3 Maret, suara PPP naik lagi menjadi 3.080.688.
Sirekap memang bukan hasil penghitungan resmi Pemilu 2024. Hasil hitungan resmi didapat melalui rekapitulasi berjenjang yang dilakukan KPU secara manual. KPU membuat Sirekap untuk mencegah kecurangan di pemilu. Dengan Sirekap, masyarakat bisa memantau perolehan suara di tempat pemungutan suara (TPS).
Niat KPU dengan Sirekap ini patut dihargai. Namun, ironisnya, Sirekap justru beberapa kali memicu masalah. Keanehan data suara PSI dan PPP bukan kasus pertama. Perbedaan perolehan suara yang dimuat dalam formulir C.Hasil di TPS dengan yang dimasukkan di Sirekap sudah banyak beredar di media. KPU bahkan pernah menghentikan sementara rekapitulasi suara di tingkat kecamatan pada 18-19 Februari lalu untuk memperbaiki data dalam Sirekap.
Sejumlah keanehan data di Sirekap, seperti terkait suara PSI dan PPP, tak hanya memancing pertanyaan teknis, misalnya kemungkinan kesalahan memasukkan data di Sirekap. Namun, hal itu juga memicu spekulasi lain, seperti dugaan adanya upaya mengubah hasil pemilu.
Keanehan data di Sirekap, seperti terkait suara PSI dan PPP, tak hanya memancing pertanyaan teknis.
Dugaan itu, misalnya, muncul dari pernyataan Ketua Badan Pemenangan Pemilu Partai Demokrat Andi Arief yang melihat ada Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) nakal yang bermain dengan penggelembungan dan pemindahan suara. Anggota Dewan Pembina Perludem, Titi Anggraini, menuturkan, suara tidak sah juga berpotensi dipindahkan untuk menambah perolehan suara partai tertentu (Kompas.id, 4/3/2024).
Berbagai dugaan upaya mengubah hasil pemilu itu belum tentu benar. Namun, munculnya dugaan itu tak dapat sepenuhnya disalahkan mengingat dibutuhkan tenaga ekstra untuk memantau rekapitulasi berjenjang. Semakin naik tahapannya, di antaranya dari tingkat kecamatan ke kabupaten/kota dan akhirnya pusat, kian sulit memantaunya.
Tantangan utama bukan mendebatkan benar-tidaknya tudingan, melainkan memastikan tudingan itu tak benar. Maka, penting bagi KPU memastikan Sirekap benar-benar andal mencegah kecurangan dan bukan sebaliknya, menjadi alat untuk mencoba berbuat curang.
Perbedaan data perolehan suara di TPS dengan yang tercatat di Sirekap yang kini banyak ditemui di media serta hasil hitung cepat sejumlah lembaga pada Pemilu 2024 akan menjadi pembanding. Jika hasil hitung cepat sejumlah lembaga ternyata memiliki kesalahan yang melebihi margin of error, hal itu akan memunculkan pertanyaan yang panjang dan dapat ke mana-mana.