Kematian Mendadak Petugas Pemilu
Bekerja lembur berujung kelelahan dan stres disertai disfungsi mitokondria diduga picu kematian mendadak petugas pemilu.
Ilustrasi
Meninggalnya lebih dari 100 petugas Pemilu 2024 dan beberapa lainnya membutuhkan perawatan merupakan tragedi yang mencederai proses demokrasi. Beban kerja yang diperberat masalah kesehatan disinyalir menjadi faktor pemicu kematian dan kesakitan petugas pemilu.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)/Organisasi Ketenagakerjaan Internasional (ILO), bekerja 55 jam atau lebih per minggu mempunyai risiko kematian akibat stroke dan serangan jantung iskemik, masing-masing 35 persen dan 17 persen lebih tinggi dibandingkan dengan yang bekerja 35-40 jam per minggu.
Melihat durasi kerja petugas pemilu dari pagi hingga malam bahkan pagi lagi, waktu mereka bisa melebihi 55 jam per minggu. Risiko makin besar bagi petugas yang berusia di atas 55 tahun dengan komorbid.
Baca juga: Pilu Petugas KPPS Pemilu
Risiko serangan jantung dan stroke yang diduga sebagai penyebab kematian dan kesakitan petugas pemilu usia tua dengan komorbid merupakan hal yang wajar. Lalu, apa yang bisa terjadi pada korban usia 17-20 tahun?
Salah satu kondisi yang diduga menjadi penyebab kematian mendadak adalah fatigue stress atau stres karena kelelahan yang berkaitan dengan mitochondria dysfunction atau gangguan mitokondria. Sangat mungkin, bekerja lembur (overworking) berujung kelelahan dan stres disertai disfungsi mitokondria yang memicu kematian mendadak pada petugas usia muda.
Stres dan mitokondria
Apakah Anda sering terbangun dalam keadaan lelah atau merasa lelah beberapa hari dalam seminggu? Sebagian dari kita mungkin atau bahkan sering mengalami demikian. Rasa lelah dan seperti kurang istirahat ini dinamakan chronic fatigue stress.
Kondisi tersebut muncul akibat kelelahan yang disebabkan oleh stres fisik dan psikologis jangka panjang. Petugas pemilu tidak hanya menanggung beban saat proses pencoblosan dan penghitungan suara, tetapi bisa jadi tekanan berat itu sudah mereka rasakan dari awal saat terpilih.
Saat tubuh dirangsang berbagai stressor, maka terjadi reaksi neuroendokrin, eksitasi saraf simpatis, dan peningkatan sekresi korteks hipofisis-adrenal. Ketika stres mencapai intensitas tertentu atau tidak dapat ditoleransi, stabilitas tubuh akan terganggu sehingga menimbulkan berbagai reaksi patofisiologis, seperti hiperglikemia, kardiomiopati, dan aritmia, hingga perdarahan dan luka mukosa saluran pencernaan dan pernapasan.
Petugas pemilu tidak hanya menanggung beban saat proses pencoblosan dan penghitungan suara, tetapi bisa jadi tekanan berat itu sudah mereka rasakan dari awal saat terpilih.
Apa hubungan stres dengan mitokondria? Mitokondria merupakan bagian penting intrasel yang berfungsi sebagai generator penghasil energi. Selain itu, mitokondria juga mengatur pertumbuhan, persinyalan, hingga kematian sel.
Mitokondria juga menghasilkan sinyal yang memungkinkan adaptasi terhadap stres. Lebih lanjut, sinyal stres atau sinyal patologis akan dimodifikasi menjadi sinyalan seluler dan molekuler yang lebih fisiologis.
Kelelahan dan stres yang berlebih memicu disfungsi mitokondria. Pada individu yang mengalami burnout, mitokondria tidak bisa berfungsi optimal sehingga mengalami penurunan pasokan energi (ATP), produksi oxidative stress berlebihan, gangguan respons imun, hingga gangguan komunikasi antarsel.
Oleh karena itu, bisa dipahami jika petugas yang bekerja lebih dari 24 jam sehari mudah mengalami stres dan lelah, gangguan fungsi mitokondria dan berujung kematian. Riset terbaru, mereka yang pernah terkena Covid-19 mengalami risiko fatigue stress dan mitochondria dysfunction lebih besar.
Baca juga: Mayoritas Petugas Penyelenggara Pemilu Meninggal di Jabar Punya Komorbid
Pemilu yang lebih ”manusiawi”
Apa yang perlu menjadi perhatian pemerintah dan calon petugas pemilu di masa depan? Pemerintah perlu berpikir apakah tetap menggabungkan pilpres dan pileg atau mencari terobosan pemilu baru. Masyarakat yang menjadi petugas pemilu juga perlu memperhatikan kesehatan. Nutrisi, olahraga, dan tidur yang seimbang serta gaya hidup sehat menjadi faktor penting kesehatan mitokondria.
Hal pertama adalah menjaga asupan makanan. Diet seimbang kaya antioksidan, lemak sehat, vitamin, dan mineral membuat fungsi mitokondria lebih optimal.
Menurunkan asupan karbohidrat akan mengarahkan mitokondria membakar lemak (bukan karbohidrat) untuk menghasilkan ATP lebih banyak. Makanan yang mengandung Coenzyme Q10, Omega-3, serta vitamin B dan C juga baik untuk kesehatan mitkondria.
Baca juga: Agar Tak Ada Lagi Kasus Kesakitan dan Kematian Petugas KPPS
Olahraga teratur dan istirahat cukup menjadi hal yang wajib. Beragam aktivitas fisik yang menekankan strength dan endurance dapat merangsang efisiensi mitokondria. Pola tidur cukup dan berkualitas dapat memperbaiki fungsi mitokondria.
Berendam di air es bisa mengurangi kelelahan sekaligus memperpanjang usia mitokondria. Hal terakhir yang tidak kalah penting adalah manajemen stres sehingga tercapai keseimbangan pikiran, mitokondria, dan tubuh lewat meditasi atau cara healing lainnya.
Pemilu mendatang harus lebih baik dan nol kasus kematian. Semua pihak wajib menjaga kemurnian suara pemilih sekaligus meniadakan korban jiwa akibat serangan jantung atau stroke dan waspada bahaya chronic fatigue stress dan disfungsi mitokondria.
Wiwin Is Effendi, Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (Unair); Dokter Paru RS Unair