Mengkritisi Program Makan Siang Gratis
Program makan siang gratis ini bisa menjadi alat politik untuk mendapatkan dukungan masyarakat untuk pemilu selanjutnya.
Milton Friedman, penerima Nobel bidang ekonomi tahun 1976, menyatakan, tidak ada makan siang gratis. Di Indonesia, saat ini rencana program makan gratis memenuhi beranda berita. Siapa yang diuntungkan oleh program ini, pihak pemberi atau penerima?
Program makan siang mungkin bisa mengatasi tiga masalah di Indonesia, yaitu kesehatan, ketidaksetaraan sosial, dan ekonomi.
Pertama, program ini dapat membantu siswa sekolah dan ibu hamil untuk mendapatkan nutrisi yang cukup dengan harapan dapat meningkatkan fungsi kognitif, prestasi, dan kesehatan siswa.
Selain itu, program ini mungkin juga bisa mengurangi kebiasaan siswa dalam mengonsumsi jajan di pinggir jalan yang tidak terjaga kebersihan dan asal- muasal bahan olahannya. Dengan demikian, dapat diminimalkan kemungkinan-kemungkinan untuk mengonsumsi makanan kurang sehat. Bagi ibu hamil, dengan program ini, diharapkan dapat tercukupi nutrisinya dan melahirkan generasi bangsa yang lebih cerdas.
Kedua, program ini mungkin bisa mengatasi kesenjangan sosial, terutama di bidang pendidikan dan jender, karena program ini direncanakan diberlakukan di seluruh Indonesia.
Ketiga, program ini juga dapat mendorong peningkatan ekonomi bagi industri makanan, peternakan, dan pertanian.
Oleh karena itu, rencana ini mungkin dianggap sebagai langkah strategis untuk meningkatkan kualitas sumber daya generasi penerus bangsa dan memperkuat ekonomi bangsa.
Bukan tidak mungkin ini akan menyebabkan terpangkasnya anggaran untuk bidang lain, seperti transportasi, kesehatan, lingkungan, dan ketenagakerjaan.
Namun, di sisi lain, program ini juga berpotensi menguntungkan beberapa pihak lain.
Dalam bidang politik, program makan siang gratis ini bisa menjadi alat politik untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat pemilih untuk pemilu selanjutnya. Kelompok rentan mungkin juga akan terbantu oleh program ini.
Ditinjau dari bidang ekonomi, program ini berpeluang meningkatkan korupsi dan inflasi. Dalam pelaksanaannya, program makan siang gratis membuka banyak celah masalah.
Pertama, dalam pendataan. Secara statistik, data penerima mungkin dapat diperoleh dari sekolah dan puskesmas, tetapi perlu ada pembaruan data setiap tahun. Celah ketidaksesuaian data ini bisa digunakan oknum-oknum tertentu untuk mencari keuntungan sehingga sasaran program tidak sesuai dengan target seharusnya.
Kedua, terbuka kemungkinan penyimpangan dalam pelaksanaannya, tidak hanya di level pusat, tetapi juga di level akar rumput. Kongkalikong antara oknum pejabat dan pelaku usaha, seperti pebisnis katering dan susu, untuk memenangi tender dalam pengadaan makan siang gratis ini dimungkinkan terjadi.
Ketiga, program ini juga menimbulkan efek bola salju dalam hal efisiensi monitoring dan manajemen. Jika dari awal tidak ada peraturan petunjuk teknis yang jelas dan rinci dari pemerintah pusat, ada kemungkinan akan timbul cara pandang yang berbeda-beda dalam menentukan mekanisme penyaluran bantuan.
Grafik Perbandingan Belanja Negara 2024 dan Anggaran Makan Siang Susu Gratis
Harus ada penjelasan secara detail bagaimana sistem monitoring dijalankan agar data dapat dipantau secara sistematis. Dibutuhkan mekanisme pendataan dan monitoring secara digital agar pelaksanaannya dapat dipantau, tidak hanya dari pemerintah, tetapi juga masyarakat secara luas. Dari sini, misalnya, keluarga siswa dan ibu hamil bisa memantau nutrisi apa yang didapatkan anak-anaknya.
Keempat, hal lain yang perlu diperhatikan adalah sumber bahan-bahan yang akan digunakan. Apakah kualitas bahan makanan sudah yang terbaik untuk anak-anak, seperti bahan yang segar dan organik? Selain itu, penting untuk memastikan bahwa produk yang digunakan adalah kualitas lokal, bukan impor. Ini penting agar petani atau peternak lokal juga mendapatkan dampak positif dari program ini.
Dari aspek-aspek tersebut dapat disimpulkan diperlukan regulasi yang ketat dan detail agar program ini dapat berjalan dengan baik.
Konsekuensi program
Bagi elite politik di balik pemerintahan mendatang, jika berhasil, program ini bisa jadi modal suksesi politik di pemilu selanjutnya. Dengan branding ”nutrisi baik” dari masyarakat, program ini akan menjadi investasi suara yang menentukan pada pemilu mendatang.
Kedua, dianalisis dari sisi psikologi, pemberian bantuan ini bisa meningkatkan rasa ketergantungan dan perubahan pola pikir di masyarakat, tidak hanya di level kepala keluarga, tetapi juga anak untuk diberi ”makan siang gratis”.
Harus ada penjelasan secara detail bagaimana sistem monitoring dijalankan agar data dapat dipantau secara sistematis.
Menurut penelitian Fakultas Psikologi UGM, pemberian bantuan akan berpengaruh pada menurunnya mental self sufficiently seseorang. Self sufficiently merupakan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan melalui usahanya sendiri.
Ketiga, dari segi lingkungan, ada kemungkinan akan meningkatkan makanan yang terbuang sia-sia. Hal ini bisa terjadi jika siswa mendapatkan porsi yang sama dalam piringnya, padahal kebutuhan asupan setiap anak berbeda. Hal ini dapat diminimalkan dengan menerapkan sistem prasmanan.
Keempat, tak tertutup kemungkinan program ini akan mengurangi independensi negara karena adanya permintaan berlebih di sektor bahan pangan. Alih-alih meningkatkan ekonomi melalui sektor pertanian dan peternakan, yang terjadi justru meningkatnya impor dari negara lain sehingga akan merugikan penduduk sendiri.
Menurut data Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, saat ini terdapat 53,14 juta siswa di Indonesia. Hal ini berarti ada peluang permintaan pangan tetap untuk siswa sebanyak itu. Padahal, ketersediaan stok bahan pangan juga dipengaruhi oleh musim.
Belum lagi jika mempertimbangkan dampak krisis perubahan iklim yang dapat berpengaruh pada ketersediaan air untuk irigasi dan lain-lain. Jika stok pangan di pasar turun dan permintaan tetap, harga pangan akan naik. Padahal, anggaran sudah ditentukan di awal periode. Untuk menekan harga secara nasional, bukan tak mungkin akan dilakukan impor.
Kelima, dari segi anggaran negara, harus dialokasikan dana masif untuk program makan siang gratis. Bukan tidak mungkin ini akan menyebabkan terpangkasnya anggaran untuk bidang lain, seperti transportasi, kesehatan, lingkungan, dan ketenagakerjaan.
Bahkan, dalam dua hari ini gencar terdengar adanya wacana akan dilakukan pemotongan subsidi energi, seperti bahan bakar minyak (BBM) dan elpiji, yang bisa berdampak pada meningkatnya harga kebutuhan pokok. Belum lagi juga dimungkinkan pembiayaan program ini akan menambah beban utang negara.
Keenam, dari bidang kesehatan, ada kemungkinan muncul kasus seperti alergi jika orangtua atau para guru tidak teredukasi tentang potensi alergi anaknya. Selain itu, risiko keracunan massal di sekolah juga mungkin terjadi karena keteledoran guru atau pemenang tender pengadaan makan siang gratis dalam mengecek kualitas makanan yang diberikan.
Lebih lanjut, ada efek buruk jika porsi makan tidak diatur, terutama bagi siswa di sekolah. Salah satu dokter, Yusra Firdaus, misalnya, menjelaskan, terlalu banyak makan akan membuat otak jadi ”lemot” atau susah berpikir, mudah mengantuk, lelah, dan malas karena meningkatnya serotonin dan kekurangan darah untuk sementara setelah makan.
Artinya, tidak hanya kualitas bahannya yang perlu diperhatikan, proporsi gizinya juga tidak boleh diabaikan. Di sini peran dokter gizi sangat penting dalam menganalisis dan menentukan porsi makan setiap siswa. Juga menjadi pertanyaan, apakah ibu hamil juga akan mendapatkan fasilitas yang sama untuk mendapatkan bantuan konsultasi gizi?
Harus ada penjelasan secara detail bagaimana sistem monitoring dijalankan agar data dapat dipantau secara sistematis.
Ketujuh, pelaksanaan program makan siang gratis ini bisa menurunkan pendapatan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang biasanya berjualan jajanan di sekolah. Komunitas pedagang UMKM ini termasuk pihak yang akan terancam oleh program ini, dan mereka mungkin akan kehilangan mata pencarian atau dipaksa beralih profesi.
Kedelapan, program makan siang gratis dimungkinkan akan mendorong kenaikan populasi karena adanya jaminan nutrisi untuk ibu hamil dan anaknya. Akan ada kelompok-kelompok di masyarakat yang akan memanfaatkan peluang tersebut untuk terus mendapatkan bantuan makan siang gratis yang bergizi dari pemerintah.
Perencanaan holistik
Oleh karena itu, penting sekali untuk memperhatikan konsekuensi-konsekuensi tersebut untuk meminimalkan efek negatif yang mungkin akan ditimbulkan di masa depan.
Termasuk di sini, menganalisis lebih jauh efek makan siang terhadap kesehatan, kognitif, dan prestasi dari target kelompok tersebut untuk mengukur signifikansi kebutuhan program makan siang ini.
Baca juga: Makan Siang Gratis dan Jebakan Ilusi Fiskal
Dari paparan di atas ada dampak yang kompleks, baik dampak positif maupun negatif dari program ini, baik secara politik maupun sosial-ekonomi. Dengan demikian, dibutuhkan perencanaan yang holistik dan terstruktur untuk mencapai target tersebut. Jangan sampai hanya untuk kepentingan perut sesaat justru mengorbankan kesejahteraan seluruh bangsa.
Ramita Paraswati,Peneliti UIII dan Indonesia Women, Peace and Security Centre