Kebijakan pemerintah menaikkan pajak hiburan untuk jenis usaha tertentu menjadi 40-75 persen menuai polemik.
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
Melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022, pemerintah menerapkan tarif pajak untuk barang dan jasa tertentu pada jasa hiburan diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen. Sebanyak 11 dari total 12 kelompok jasa kesenian dan hiburan tetap dikenai tarif maksimal 10 persen.
Menyusul kebijakan itu, semua daerah beramai-ramai menaikkan tarif pajak hiburan pada 2024. Kalangan pelaku industri hiburan dan pariwisata memprotes kenaikan pajak yang dinilai sangat memberatkan itu. Pengamat juga menilai, kenaikan itu tak wajar, harus ditunda dan direvisi (Kompas, 19/1/2024). Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia berencana mengajukan uji materi UU ini ke Mahkamah Konstitusi.
Jika dicermati, keberatan terutama ditujukan pada penetapan tarif batas bawah pajak. Dalam UU No 28/2009 yang berlaku sebelumnya, tak ada aturan mengenai tarif batas bawah dan hanya diatur tarif batas atas 75 persen.
Kalangan pelaku usaha mengingatkan dampak langsung kebijakan ini pada industri hiburan, antara lain potensi tutupnya usaha dan pemutusan hubungan kerja. Mereka juga mengingatkan efek berantai kebijakan ini pada industri kreatif dan pariwisata yang selama ini menyerap 40 juta tenaga kerja, serta pada perekonomian yang lebih luas. Kenaikan ini dinilai juga membuat Indonesia kian tak kompetitif dibandingkan dengan negara ASEAN lain yang menerapkan pajak hiburan lebih rendah.
Pemerintah berargumen, kebijakan itu telah mempertimbangkan masukan sejumlah pihak dan rasa keadilan di masyarakat, khususnya kelompok masyarakat kurang mampu yang akan diuntungkan oleh peningkatan pendapatan pajak.
Tarif batas minimum 40 persen diterapkan dengan pertimbangan penikmat jasa hiburan dimaksud hanya kalangan tertentu. Pemerintah juga menilai aturan ini bukan barang baru karena sebelum ada aturan ini, 177 dari 436 daerah sudah menerapkan tarif pajak hiburan 40-75 persen.
Pemerintah harus bijak menyikapi polemik ini. Tujuan pemerintah baik, termasuk mendorong kemandirian daerah yang lebih besar lewat peningkatan pendapatan asli daerah, khususnya dari pajak hiburan, serta memastikan sektor ini berkontribusi lebih besar pada pembangunan daerah.
Ke depan, guna menghindari risiko kian banyaknya regulasi yang digugat di MK, pemerintah perlu mendengarkan masukan pemangku kepentingan yang lebih luas. Mereka termasuk pelaku usaha dan kelompok yang pro karena melihat pajak hiburan sebagai instrumen efektif untuk mengendalikan dampak negatif dari penyebaran industri hiburan tertentu.
Jangan sampai tujuan mengejar dan mengamankan target penerimaan pajak justru mematikan industri itu sendiri dan kontraproduktif dengan tujuan lain. Tujuan itu juga meliputi menggenjot lapangan kerja serta industri pariwisata dan ekonomi kreatif yang baru pulih dari dampak pandemi.