Komitmen negara dalam pembangunan kesehatan lemah. Hal ini terlihat dari rendahnya alokasi anggaran belanja bidang itu.
Oleh
REDAKSI
·3 menit baca
Pengambilan keputusan politik bidang kesehatan, termasuk alokasi anggaran belanja kesehatan, berimplikasi pada derajat kesehatan publik. Sesuai amanat konstitusi, negara bertanggung jawab terhadap kesehatan seluruh rakyatnya.
Namun, data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) yang diolah dari data Bank Dunia dan Kementerian Keuangan menunjukkan belanja negara untuk kesehatan di Indonesia paling rendah dibandingkan dengan negara lain. Belanja Indonesia untuk kesehatan hanya 6,9 persen.
Angka itu jauh lebih rendah dibandingkan dengan Amerika Serikat (38 persen), China (27,5 persen), Australia (21,9 persen), Jerman (21,6 persen), Jepang (20,4 persen), Inggris (19,4 persen), dan Korea Selatan (19,5 persen).
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa, Jumat (12/1/2024), menyatakan, komposisi belanja pemerintah didominasi belanja tidak produktif dan tidak berorientasi jangka panjang. Belanja itu, antara lain, belanja barang, belanja bunga utang, dan belanja subsidi (Kompas, 13/1/2024).
Bahkan, dalam undang-undang sapu jagat (omnibus law) bidang kesehatan, pemerintah tidak lagi harus mengalokasikan anggaran wajib minimal bidang kesehatan sebesar 5 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional. Alokasi anggaran akan ditetapkan sesuai kebutuhan program nasional.
Dalam Undang-Undang Kesehatan yang lama, UU Nomor 36 Tahun 2009, mengatur alokasi anggaran kesehatan pemerintah minimal 5 persen dari APBN di luar gaji dan minimal 10 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah provinsi dan kabupaten/kota di luar gaji.
Komposisi belanja pemerintah didominasi belanja tidak produktif dan tidak berorientasi jangka panjang.
Sejak tahun 2016, pemerintah pusat berupaya memenuhi anggaran wajib itu. Prioritas bidang kesehatan diarahkan untuk meningkatkan layanan kesehatan menuju cakupan kesehatan semesta. Pada 2016 realisasi anggaran kesehatan mencapai target 5 persen dari belanja APBN dengan nilai Rp 92,8 triliun (Kompas.id, 31 Juli 2023).
Masalah kesehatan
Komitmen negara diperlukan melalui alokasi anggaran belanja bidang kesehatan guna mengatasi berbagai masalah kesehatan warga secara menyeluruh. Angka kematian ibu di Indonesia tercatat 190 per 100.000 kelahiran hidup akibat anemia pada ibu hamil, paparan rokok tinggi, dan kurang gizi.
Persoalan kesehatan pada ibu hamil turut memicu tengkes (stunting) pada bayi. Hasil Survei Status Gizi Indonesia tahun 2022 menunjukkan prevalensi tengkes secara nasional 21,6 persen. Kondisi tengkes mengganggu tumbuh kembang anak balita, termasuk kemampuan kognitif.
Indonesia juga menghadapi beban ganda penyakit. Selain penyakit menular seperti tuberkulosis, warga menghadapi penyakit tidak menular seperti jantung dan stroke. Namun, pencegahan dan penanganan berbagai penyakit itu belum optimal karena layanan kesehatan belum merata.
Untuk itu, alokasi belanja kesehatan mesti ditingkatkan. Berdasarkan perhitungan Bappenas, kebutuhan anggaran penanganan tengkes mencapai Rp 185,2 triliun, antara lain untuk bantuan gizi bagi anak balita dan ibu hamil dari keluarga miskin dan rentan. Intervensi diperlukan untuk mencegah tengkes pada 1.000 hari pertama kehidupan.
Alokasi belanja kesehatan yang memadai juga mendukung pembangunan sistem kesehatan di Indonesia. Selain memperkuat upaya promotif dan preventif melalui layanan kesehatan berbasis komunitas, perlu penguatan fasilitas kesehatan rujukan secara merata di semua daerah.
Oleh karena itu, perlu reformasi anggaran belanja negara tak produktif, salah satunya dengan reformasi pada subsidi energi untuk alokasi lebih tepat sasaran. Anggaran itu bisa dialihkan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.