Paradoks Pariwisata Berkelanjutan Norwegia
Terdapat tren yang jelas bahwa semakin luas keterlibatan banyak pihak, semakin berkelanjutan strateginya.
Kalangan kritikus memandang pariwisata berkelanjutan sebagai sebuah paradoks. Semakin sukses suatu tujuan, semakin sulit untuk menghindari dampak lingkungan dan budayanya.
Kota Oslo pukul 11.39 jelang tengah hari, sehari setelah Natal. Saat itu, matahari bersinar dengan benderang di ufuk yang rendah dipandang mata. Sejauh mata memandang, jalan, trotoar, kendaraan, gedung, rumah, pepohonan, dan taman kota diselimuti salju.
Suasana musim dingin di pengujung tahun di ibu kota Norwegia ini diterpa suhu di kisaran minus 5-12 derajat celsius. Meskipun sang surya memancarkan sinarnya dari kejauhan, udara dingin Oslo tetap menyergap sekujur tubuh dan menyusup hingga ke dalam tulang.
Situasi kota ini merupakan fenomena paradoks rutin, seperti adanya panas dan dingin. Tumpukan salju bagi orang Norwegia merupakan berkah, tetapi bagi turis dari negeri tropis boleh jadi merupakan musibah.
Norwegia adalah salah satu negara Nordik di semenanjung Skandinavia yang menyimpan banyak paradoks. Ia adalah monarki konstitusional dengan sistem pemerintahan parlementer. Raja Norwegia adalah kepala negara dan perdana menteri adalah kepala pemerintahan.
Norwegia adalah bangsa yang mencintai alam, ramah lingkungan, berkelimpahan migas yang membuat negara ini kaya. Ia dipersepsikan sebagai negara penghasil migas yang paling demokratis dengan keadilan paling maju di dunia. Walaupun kaya migas, pemerintah juga berupaya mengurangi emisi gas rumah kaca dan melakukan pelestarian lingkungan secara lokal.
Norwegia merupakan negara terdepan dalam hal ambisi tersebut di atas, tetapi semakin banyak dikritik, baik secara domestik maupun internasional, karena membuka diri terhadap eksploitasi migas baru di wilayah-wilayah rentan di ranah utara. Selain keberhasilan mobil listriknya, Norwegia disinyalir belum berbuat banyak untuk mengurangi emisi di negerinya.
Berdasarkan peta jalan yang diterbitkan pemerintah baru-baru ini yang bertajuk ”Menuju Perjalanan dan Pariwisata Industri Pariwisata di Norwegia”, negeri ini ”dijual” dengan promosi pemasaran berjuluk ”high yield-low impact” (hasil tinggi-dampak rendah).
Peta jalan industri pariwisata Norwegia memiliki tiga tujuan utama. Pertama, ia memberikan visi untuk bergerak menuju industri perjalanan dan pariwisata berkelanjutan serta mencakup proposal tentang bagaimana cara mencapai hal ini bagi industri perjalanan dan pariwisatanya.
Kedua, peta ini berfungsi sebagai masukan bagi strategi peningkatan daya saing ramah lingkungan pemerintah. Ini menjelaskan bagaimana pihak berwenang telah mendesain kerangka kerja ”hijau” dalam industri perjalanan dan pariwisata. Selain itu, dokumen ini menjelaskan cara-cara untuk memperkuat dan mempertahankan daya saing industri ini, sambil memenuhi kebutuhan yang lebih kuat akan langkah-langkah kebijakan yang ketat dalam konteks kebijakan iklim serta lingkungan Norwegia.
Ketiga, sebagai rekomendasi yang menawarkan pelaku pariwisata di Norwegia dengan pilihan-pilihan utama yang harus dibuat dalam jangka pendek dan jangka panjang untuk bergerak menuju masyarakat berkelanjutan. Selain itu, memuat pula bagaimana cara untuk mempertahankan keunggulan kompetitif global di masa depan menghadapi berbagai perubahan yang ada.
Negara ini telah memanfaatkan peluang besar untuk mengembangkan lingkungan yang lebih berkelanjutan serta industri perjalanan dan pariwisata yang menguntungkan. Jenama Norwegia sebagai destinasi wisata menuntut keunikan alam dan nilai-nilai budayanya yang harus dilindungi untuk masa depan. Sebagai negara kaya, sejatinya Norwegia tidak terlalu berambisi mempromosikan industri pariwisatanya, apalagi mengharapkan kedatangan wisatawan asing.
Sebagai contoh, pernah terjadi ketegangan dengan wisatawan yang menggunakan kapal pesiar. Kapal-kapal ini menurunkan beberapa ribu wisatawan ke kota-kota kecil di fjord setiap hari selama bulan-bulan di musim panas. Ini memang luar biasa dan tak terkendali. Kapal-kapal tersebut tidak hanya mencemari perairan fjord yang rapuh, tetapi juga menghindari pajak dan mengabaikan peraturan lingkungan hidup.
Destinasi
Saat mendarat di Bandara Gardermoen, wisatawan disarankan pergi ke pusat kota dengan mengambil kereta api ekspres ke Stasiun Pusat Oslo. Wisatawan yang tiba di pagi hari dapat menjelajahi Oslo dengan berjalan kaki.
Selanjutnya wisatawan yang ingin meninggalkan bagian selatan Norwegia dapat terbang ke lingkaran Arktik. Saat mendarat di Bandara Tromsø, wisatawan dapat melakukan perjalanan ke pusat kota memakai Flybuss (bus bandara) atau taksi langsung ke akomodasi yang sudah dipesan sebelumnya. Setelah itu, pengunjung dapat menghabiskan sisa hari menjelajahi kota Tromsø yang menawan dan dikenal pula sebagai ibu kota ”Norwegia Utara”. Ada banyak restoran di pusat kota apabila turis ingin mencicipi menu makanan dengan cita rasa Arktik.
Di malam hari, wisatawan dapat meninggalkan gemerlap lampu kota untuk mengikuti perjalanan menyaksikan Northern Lights (Cahaya Utara). Menuju ke luar kota akan memberi peluang terbaik untuk melihat keajaiban aurora borealis di langit Tromsø.
Tak hanya keindahan alamnya yang memesona, fenomena alam yang terjadi di langit utara pun sering kali menjadi magnet banyak wisatawan. Mereka ingin melihat ”sang cahaya utara” alias aurora borealis menari-nari di langit Norwegia yang gelap gulita.
Di malam lain, pelancong dapat melakukan Aurora Dinner Cruise dengan menikmati lagi ”pengejaran” cahaya utara melalui pelayaran. Wisatawan menjauhi cahaya lampu terang kota Tromsø untuk berburu cahaya utara di laut. Jika beruntung, wisatawan dapat menikmati kilapan aurora sambil menikmati makan malam di dek kapal.
Hari berikutnya, wisatawan dapat meneruskan perjalanan ke Bergen dengan keindahan sekelilingnya yang memesona. Wisatawan dapat berlayar melalui Aurlandsfjord ke Nærøyfjord yang terdaftar sebagai warisan dunia UNESCO, sebagai fjord tersempit di seluruh Eropa. Ini mungkin bagian paling indah di Sognefjord, dengan air terjunnya yang besar dan pertanian kecil yang menempel di lereng gunung curam.
Hal ini sangat menarik pada bulan-bulan musim dingin. Kemudian kapal akan berlabuh di Gudvangen. Dari sana, perjalanan dilanjutkan menggunakan bus melalui Nærøydalen, dengan desa-desanya yang kuno dan pemandangan musim dingin yang indah. Bus akan tiba di Voss, tempat wisatawan berangkat ke titik bentangan akhir perjalanan di Bergen Railway.
Bergen, ”Ibu Kota Fjords”, menyimpan paradoks. Ia adalah kota internasional dengan segala pesona kota kecil yang idealnya dijelajahi dalam sehari. Wisatawan dapat menuju ke pelabuhan bersejarah Bryggen, yang merupakan lokasi warisan dunia UNESCO, atau berkunjung ke museum-museum pilihan.
Untuk beberapa petualangan luar ruang dan pemandangan indah kota dan perbukitan bersalju di sekitarnya, ikutilah kereta kabel Fløibanen untuk mendaki Gunung Fløyen atau kereta gantung mendaki Gunung Ulriken. Di malam hari, pelancong dapat naik ke kapal pelayaran pesisir Norwegia, Hurtigruten. Wisatawan lazim menghabiskan malam di kabin pribadi di atas kapal Hurtigruten.
Paradoks
Ekowisata adalah konsep pariwisata yang dipraktikkan pasca-1980-an yang mempromosikan praktik-praktik terkait pariwisata berkelanjutan untuk melestarikan alam dan memunculkan isu-isu lingkungan hidup. Karena gaya hidup modern yang berubah dengan cepat di antara umat manusia di seluruh dunia, penting untuk mendukung praktik yang sehat dan aman di segala bentuk kehidupan, termasuk sektor pariwisata.
Ada berbagai permasalahan di sekitar kita, baik yang berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap lingkungan alam, yang pada gilirannya berdampak pada manusia dan satwa liar. Perubahan iklim dalam beberapa tahun terakhir adalah yang terbesar, seperti emisi kendaraan, polutan udara, emisi industri, pembakaran bahan bakar fosil, asap, dan akumulasi gas-gas yang berlebih di atmosfer yang menyebabkan pencemaran yang berdampak pada lapisan ozon.
Industri pariwisata berkelanjutan telah berkembang pesat selama satu dekade terakhir. Namun, meningkatnya jumlah wisatawan menggunakan pesawat udara, mobil, dan kapal pesiar menyebabkan kerentanan lingkungan alam di destinasi wisata yang didatangi turis.
Pengembangan pariwisata berbasis alam, seperti pengalaman Norwegia, dapat menjadi sumber utama degradasi sistem ekologi, ekonomi, dan sosial setempat. Hal seperti ini mendapat perhatian dan penanggulangan Pemerintah Norwegia. Walakin, perkembangan sektor pariwisata berkelanjutan Norwegia dapat ditinjau dari sudut pandang manajemen paradoks.
Paradoks pertama adalah pertumbuhan dan keberlanjutan. Pesatnya pertumbuhan pariwisata tentu sangat diinginkan, tetapi dapat menimbulkan kekhawatiran. Di beberapa destinasi populer di Norwegia, jumlah pengunjung yang tidak berkelanjutan dapat memberikan tekanan pada lingkungan alam dan komunitas lokal.
Paradoks kedua adalah antara tekanan orientasi global dan kepentingan lokal. Karena jumlah populasi negeri ini yang relatif sedikit, pariwisata Norwegia bergantung dan fokus kepada wisatawan mancanegara. Namun, karena komitmen pemerintah yang mendukung pariwisata berkelanjutan, maka ketanggapan dan kearifan lokal tetap terjaga dengan baik. Hak warga lokal untuk menikmati ruang publik dan pertamanan sangat diutamakan.
Paradoks ketiga adalah antara peran otoritas dan otonomi. Turis asing ke Norwegia harus menghormati masyarakat dan melindungi lingkungan sambil menikmati pemandangan yang spektakuler, indah, dan unik. Hanya, orang Norwegia tidak melihat pengunjung sebagai turis. Mereka melihat wisatawan sebagai pribadi. Bahkan, orang-orang di bisnis pariwisata—pelayan, staf hotel, pemandu wisata, bartender—berbicara dengan kita seolah-olah mereka berbicara bukan kepada pelanggan.
Selanjutnya, pada saat liburan dan akhir pekan, mayoritas orang Norwegia akan mengunjungi kabin yang berlokasi di hutan, danau, lautan, atau pegunungan. Kabin-kabin ini merupakan rumah kedua bagi mereka. Tujuannya adalah melarikan diri dari kepenatan dan keramaian. Intinya, menyatu dengan alam.
Paradoks kelima antara orientasi masa lalu dan masa depan. Sebagai kota terbesar sekaligus ibu kota negara, Oslo yang letaknya di bagian timur Norwegia sebenarnya hanyalah kota biasa. Beberapa museum dan perpustakaan modern pun dibangun dalam rangka menciptakan kota yang modern serta berorientasi ke masa depan.
Namun, keindahan alam, panorama, dan ranah Norwegia bukan berlokasi di Oslo, adanya di luar kota Oslo. Seperti nenek moyang bangsa Viking, memang orang Norwegia sangat dekat dengan lingkungan alam. Kembali ke alam seperti zaman dahulu merupakan kebiasaan orang Norwegia yang masih berlangsung sampai sekarang.
Akhirnya, strategi pariwisata berkelanjutan yang holistik perlu diciptakan melalui proses partisipatif yang luas, yang melibatkan pemangku kepentingan pariwisata dan pelaku dari luar industri. Terdapat tren yang jelas bahwa semakin luas keterlibatan banyak pihak, semakin berkelanjutan strateginya. Ini adalah pelajaran utama dari Nordik tentang perencanaan pariwisata di masa depan.
Pelajaran dari praktik pariwisata berkelanjutan Norwegia bagi para pelaku pariwisata di Indonesia, antara lain, adalah pengelolaan pengunjung yang tidak melebihi daya dukung destinasi wisata, dampak lingkungan yang minimal di setiap destinasi wisata, manfaat finansial langsung untuk konservasi, kendali penuh oleh komunitas lokal, dan penggunaan sumber daya berkelanjutan dengan dukungan energi terbarukan. Selain itu, diversifikasi ekonomi lokal sehingga wilayah tersebut tidak bergantung pada pariwisata untuk mendapatkan pendapatan, koordinasi dengan institusi pemerintah dan komunitas lokal, serta pendekatan komprehensif terhadap pelestarian flora dan fauna melalui sosialisasi dan edukasi yang tepat sasaran.
Kesemua ini akan mengarah kepada tujuan pariwisata berkelanjutan dan bertanggung jawab bagi lingkungan.
Mohammad Hamsal, Guru Besar Program Doktor Manajemen Binus Business School dan Pengurus Indonesia Strategic Management Society
E-mail: mhamsal@yahoo.com