Tahun 2023 telah menjadi tahun terpanas sepanjang sejarah, tetapi tahun 2024 bakal lebih panas lagi.
Oleh
AHMAD ARIF
·3 menit baca
Tahun 2023 yang baru saja berlalu telah menjadi tahun terpanas sepanjang sejarah, dengan rata-rata suhu global mencapai 1,5 derajat celsius lebih tinggi dari suhu pra-industri selama lebih dari empat bulan. Namun, tahun 2024 diprediksi bakal menjadi lebih panas lagi.
Fenomena El Nino dalam statistik rata-rata global biasanya meningkatkan suhu planet hingga sepersepuluh derajat celsius. Hal ini disebabkan suhu permukaan di Samudra Pasifik bagian tengah dan timur lebih hangat dari rata-rata sehingga perairan tersebut melepaskan panas dan uap lebih banyak ke atmosfer.
El Nino biasanya berlangsung selama satu tahun atau kurang, mencapai puncaknya pada musim dingin di belahan bumi utara atau sekitar Desember hingga Maret dan kemudian memudar pada musim semi atau sekitar Maret hingga Juni. El Nino kali ini yang dimulai pada Juni 2023 dapat mencapai puncak kekuatannya dalam beberapa minggu atau bulan mendatang.
Kekuatan El Nino kali ini mungkin setara dengan yang terjadi pada awal tahun 2015 yang mencapai puncak kekuatan pada Desember, dan mereda pada Juni 2016. Sebagaimana terjadi sebelumnya, episode kenaikan suhu global di Bumi memuncak setahun setelah kemunculan El Nino, menyebabkan tahun 2016 pernah menjadi rekor terpanas, melebihi tahun 2015. Jika pola tersebut berulang kali ini, rekor suhu panas yang bertahan selama enam bulan terakhir bisa melonjak lebih tinggi lagi pada paruh pertama tahun 2024.
Salah satu alasan mengapa efek pemanasan El Nino cenderung meningkat pada bulan-bulan terakhir adalah karena memanasnya permukaan laut di Pasifik tengah dan timur mempunyai efek domino. Laut yang menyimpan panas berlebih membutuhkan waktu lebih lama untuk mendingin kembali, bahkan setelah El Nino memudar atau kondisi ENSO netral.
Penuh ketidakpastian
Masih belum jelas apakah kondisi netral akan tetap ada setelah El Nino kali ini memudar, atau apakah La Nina, yang dikenal dengan fase pendinginan planet, justru akan terjadi. Atau, El Nino, bahkan bisa kembali terjadi. Mengingat banyaknya rekor baru dalam sejarah pemanasan Bumi, kita saat ini berada dalam situasi ketidakpastian iklim.
Sejauh ini belum ada petunjuk jelas mengenai apa yang mungkin terjadi di masa depan. Meskipun El Nino dalam beberapa hal telah berkembang sesuai dengan pemahaman buku teks para ilmuwan tentang fenomena tersebut, tetapi dalam hal lain siklus ENSO menjadi semakin sulit untuk dikategorikan. Masih segar dalam ingatan kita, sebelum terjadinya El Nino kali ini, kita mengalami tiga tahun berturut-turut La Nina.
”Fakta bahwa kita berada di wilayah yang belum dipetakan, kita sebenarnya tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya,” kata Carlo Buontempo, Direktur Layanan Perubahan Iklim Copernicus Uni Eropa.
Analogi masa lalu memang tidak bisa sepenuhnya diandalkan lagi saat ini seiring dengan terjadinya perubahan iklim global yang disebabkan oleh manusia. Delapan tahun terakhir merupakan delapan tahun terpanas yang pernah tercatat sekalipun di dalam periode itu terjadi La Nina berkepanjangan.
Kelaparan dan kemiskinan sedang meningkat dan pertumbuhannya terus meningkat, sementara perpecahan antarnegara dan perekonomian menghambat respons yang efektif.
Di tengah ketidakpastian ini, satu hal yang tampaknya makin jelas: suhu Bumi bakal terus memanas. Emisi gas rumah kaca dari pembakaran bahan bakar fosil yang mencapai rekor tertinggi di tahun lalu bakal memerangkap lebih banyak radiasi matahari.
Kombinasi El Nino dengan pemanasan global ini berpotensi membawa kita melampaui ambang batas pemanasan 1,5 derajat celsius secara berkepanjangan. Padahal, kenaikan suhu melebihi ambang batas ini berarti cuaca bakal lebih ekstrem.
Perserikatan Bangsa-Bangsa, pekan lalu, telah mengeluarkan prediksinya untuk tahun 2024 yang suram, dengan menyatakan akan terjadi peningkatan bencana iklim, harga pangan yang tinggi, dan cuaca yang lebih ekstrem. Laporan itu memaparkan bagaimana krisis iklim bakal memperburuk prospek perekonomian yang sebelumnya sudah suram.
”Krisis iklim yang sedang berlangsung dan peristiwa cuaca ekstrem akan melemahkan hasil pertanian dan pariwisata, sementara ketidakstabilan geopolitik akan menambah dampak buruk pada beberapa subkawasan, terutama Sahel dan Afrika Utara,” tulis laporan bertitel World Economic Situation and Prospects 2024.
Dalam kata pengantar laporan tersebut, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan, ”Investasi dalam aksi iklim dan pembangunan berkelanjutan sangat menurun. Kelaparan dan kemiskinan sedang meningkat dan pertumbuhannya terus meningkat, sementara perpecahan antarnegara dan perekonomian menghambat respons yang efektif.”
Kita telah mencatat tahun 2023 yang ditandai dengan kebakaran hebat di tingkat global dan nasional. Harga pangan juga merangkak tinggi, bahkan harga beras mencapai rekor tertinggi sepanjang sejarah kita. Namun, di awal tahun 2024 ini, kita perlu bersiap menghadapi situasi yang bisa lebih buruk karena gejolak iklim yang bakal lebih kuat.