logo Kompas.id
OpiniMenyelisik Agenda Transisi...
Iklan

Menyelisik Agenda Transisi Energi Calon Presiden 2024

Sekilas, publik akan berpendapat bahwa semua capres sudah berkomitmen melanjutkan transisi energi. Benarkah demikian?

Oleh
FIRDAUS CAHYADI
· 4 menit baca
Ilustrasi
HERYUNANTO

Ilustrasi

Krisis iklim telah menjadi bencana ekologi terbesar dalam sejarah manusia. Upaya pengurangan gas rumah kaca sebagai biang dari krisis itu pun menjadi keniscayaan. Transisi energi pun menjadi mantra baru pembangunan, bukan hanya di Indonesia, melainkan juga di tingkat internasional.

Tak mengherankan, pada Konferensi Tingkat Tinggi PBB tentang Perubahan Iklim (COP28) di Dubai, Uni Emirat Arab, Desember 2023, Presiden Joko Widodo membanggakan capaian transisi energi di Indonesia. Di hadapan para pemimpin dunia, Jokowi menuturkan Pembangkit Listrik Tenaga Surya Terapung Cirata yang baru diresmikan merupakan PLTS terbesar di Asia Tenggara.

Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Kunjungi Halaman Pemilu

Dalam forum KTT Iklim itu, Presiden Jokowi juga mengungkapkan, Indonesia tengah menjalankan program transisi energi melalui skema Just Energy Transition Partnership (JETP). Karena itu, Sekretariat JETP terkesan buru-buru meluncurkan dokumen CIPP (Comprehensive Investment and Policy Plan) menjelang perhelatan KTT itu.

Dokumen CIPP JETP itu menuai banyak kritik masyarakat sipil karena skema pendanaannya tidak mencerminkan keadilan iklim. Komposisi pendanaan CIPP JETP didominasi utang luar negeri.

Di akhir masa jabatannya, Presiden Jokowi telah meninggalkan ”warisan” transisi energi dalam skema pendanaan JETP, terlepas skema tersebut tidak mencerminkan keadilan iklim. Pertanyaannya, tentu saja adalah bagaimana transisi energi akan dilanjutkan oleh Presiden Indonesia yang baru?

Presiden Jokowi telah meninggalkan ”warisan ” transisi energi dalam skema pendanaan JETP, terlepas skema tersebut tidak mencerminkan keadilan iklim.

Untuk menjawabnya, publik bisa melihat visi dan misi setiap calon presiden (capres) yang akan berlaga di Pemilihan Presiden 2024.

Secara umum, semua capres sepakat mengembangkan energi baru dan terbarukan (EBT). Secara sekilas, publik akan berpendapat bahwa semua capres sudah berkomitmen untuk melanjutkan transisi energi menuju penggunaan energi terbarukan. Benarkah demikian?

Teknisi memeriksa panel pada proyek PLTS Cirata di Purwakarta, Jawa Barat, Selasa (26/9/2023).
KOMPAS/ADRYAN YOGA PARAMADWYA

Teknisi memeriksa panel pada proyek PLTS Cirata di Purwakarta, Jawa Barat, Selasa (26/9/2023).

Jawabnya singkat, belum tentu. Penyatuan istilah energi baru dan terbarukan dalam EBT bisa jadi adalah awal dari penyesatan informasi itu. Istilah energi baru belum tentu terbarukan. Energi baru bisa bersumber dari gasifikasi batubara atau berbagai bentuk turunan dari energi fosil lainnya.

Jadi, jika para capres berjanji akan mengembangkan EBT, bisa jadi yang akan mereka kembangkan adalah batubara dalam bentuk cair dan gas, bukan energi terbarukan. Lantas, akankah agenda transisi energi semakin jauh dari harapan di bawah Presiden yang baru?

Permainan kata

Untuk menjawabnya, publik harus lebih jauh menyelisik isi visi dan misi setiap capres. Perlu diakui, pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar lebih detail menguraikan visi dan misinya terkait transisi energi dibandingkan kandidat lainnya. Meskipun begitu, ada beberapa kontradiksi dari visi dan misi itu.

Iklan

Di satu sisi Anies-Muhaimin ingin mempercepat transisi energi, tetapi di sisi lain justru mencanangkan peningkatan pemanfaatan minyak dan gas, batubara, serta sumber daya mineral lainnya di Sumatera dan Maluku. Apakah transisi energi akan jadi permainan kata-kata saja nantinya jika pasangan Anies-Muhaimin memenangi Pilpres 2024?

https://cdn-assetd.kompas.id/IgFXurjXDb7CSn9gWVNVsbhp8fg=/1024x683/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F09%2F26%2F1e40ea7c-5036-4ee8-9ff0-ec382034a1b0_jpg.jpg

Proyek pembangunan PLTS Cirata di Purwakarta, Jawa Barat, Selasa (26/9/2023).

Pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka tidak begitu detail menguraikan visi dan misi terkait dengan transisi energi dibandingkan pasangan nomor urut 1. Prabowo-Gibran tampaknya lebih memfokuskan transisi energi berbasiskan biofuel, khususnya berasal dari minyak sawit.

Pengembangan energi terbarukan berbasiskan sawit ini berpotensi bertabrakan dengan agenda mencegah kerusakan hutan di Indonesia. Riset dari International Union for Conservation of Nature (IUCN) mengungkapkan bahwa di Indonesia, sekitar 16 persen hilangnya hutan secara langsung berkaitan dengan komoditas sawit. Akankah program transisi energi Prabowo-Gibran nantinya akan menghancurkan hutan di Indonesia?

Baca Juga : Visi Misi Energi Capres-Cawapres

Pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD juga tidak menguraikan secara detail agenda transisi energi dalam dokumen visi dan misinya. Dalam dokumen itu, salah satu agenda unggulan transisi energi pasangan ini adalah Desa Mandiri Energi. Ini diartikan sebagai desa yang mampu mendayagunakan sumber energi lokal berbasis energi terbarukan untuk memasok kebutuhan energi.

Agenda energi terbarukan berbasis masyarakat dalam jargon Desa Mandiri Energi ini menarik, tetapi masih menyisakan problem. Ironisnya, sumber problem bukan berasal dari masyarakat, melainkan dari PLN.

PLN menolak Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 26 Tahun 2021 sejak diimplementasikan. Mulai 2022, dilakukan pembatasan kapasitas PLTS atap sebesar 10-15 persen di berbagai wilayah di Indonesia.

Sayangnya, pasangan Ganjar Pranowo tidak menguraikan agenda penyelesaian persoalan itu. Apakah gagasan Desa Mandiri Energi dari pasangan Ganjar-Mahfud ini hanya janji yang tidak akan ditepati?

Turbin angin Lentera Bumi Nusantara berputar di pinggir pantai di Desa Ciheras, Kecamatan Cipatujah, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Sabtu (6/8/2022).
KOMPAS/AGUS SUSANTO

Turbin angin Lentera Bumi Nusantara berputar di pinggir pantai di Desa Ciheras, Kecamatan Cipatujah, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Sabtu (6/8/2022).

Dari uraian di atas, terlihat bahwa semua capres berpeluang membelokkan agenda transisi energi. Pembelokan agenda transisi energi untuk mempertahankan penggunaan energi fosil sangat mungkin terjadi, apalagi jika publik melihat lingkaran utama para capres yang belum bebas dari para pemilik modal yang bergerak di industri energi fosil.

Peluang untuk membelokkan agenda transisi energi itu semakin terbuka lebar jika ada salah satu capres yang justru memiliki bisnis di energi fosil.

Untuk itu, publik sebagai pemegang kedaulatan rakyat tidak boleh tinggal diam dan tertipu dengan jargon-jargon transisi energi para capres.

Publik harus mulai menyelisik seberapa besar dana kampanye setiap capres yang berasal dari akumulasi laba energi fosil. Jika para capres itu serius berkomitmen pada agenda transisi energi jika terpilih menjadi presiden, mereka tidak akan takut membuka informasi terkait sumbangan para pemilik modal dari industri fosil.

Firdaus Cahyadi
ARSIP PRIBADI

Firdaus Cahyadi

Firdaus Cahyadi, Indonesia Team Lead, 350.org

Editor:
NUR HIDAYATI
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000