Hampir 200 kapal menghindari Laut Merah dalam beberapa pekan terakhir. Operator tidak mau jadi korban perang regional yang membara karena perang Gaza.
Oleh
MUSTHAFA ABD RAHMAN
·3 menit baca
Perang Gaza merambat ke Laut Merah. Berkobarnya perang regional, minimal perang regional terbatas, sudah diprediksi. Kobaran terjadi jika Perang Gaza terus bereskalasi dan Israel melancarkan serangan darat ke Gaza.
Timur Tengah kini mengalami perang regional terbatas. Faksi-faksi bersenjata pro-Iran melawan Israel. Perlawanan itu bentuk solidaritas terhadap gerakan perlawanan Hamas yang sedang bertempur melawan Israel di Jalur Gaza.
Hamas dikenal sebagai salah satu kelompok bersenjata yang dekat dengan Iran. Sebab, ada persamaan visi Iran-Hamas: melawan Israel dan imperialisme internasional yang dipimpin Amerika Serikat.
Sangat wajar jika faksi-faksi bersenjata pro-Iran saat ini serempak melawan Israel. Di perbatasan Israel-Lebanon, kini baku tembak antara Israel dan Hezbollah tidak berhenti. Hezbollah sejak lama dekat dengan Iran.
Namun, yang menarik perhatian dan sekaligus sangat mencemaskan adalah aksi kelompok Al Houthi. Kelompok sokongan Iran di Yaman itu menyerang target-target terafiliasi Israel di Laut Merah.
Perairan itu rute pelayaran internasional penting sejak Terusan Suez dibuka pada abad ke-19. Rute itu menghubungkan perdagangan Afrika, Asia, dan Eropa. Tercatat 12 persen perdagangan internasional melalui laut melewati Laut Merah.
Pembukaan Terusan Suez membuat Laut Merah menjadi rute pelayaran pendek, cepat, dan murah di antara Asia-Eropa. Sebelumnya, pelayaran Asia-Eropa harus keliling Afrika. Rute lama lebih mahal, lama, dan berbahaya. Melewati Samudra Hindia dan Samudra Atlantik.
Laut Merah menjadi sangat strategis selepas Terusan Suez dibuka. Kekuatan internasional berebut pengaruh di terusan itu.
Serangan Houthi pada kapal dan tongkang terafiliasi Israel dan sekutunya meresahkan komunitas internasional. Houthi punya rudal dan pesawat nirawak yang bisa menjangkau sasaran di Laut Merah.
Serangan Houthi, antara lain, terjadi pada Rabu (27/12/2023). Amerika Serikat mengklaim menjatuhkan 12 pesawat nirawak dan tiga rudal Houthi. Terpisah, Houthi mengumumkan menyasar MT MSC United. Kapal kargo itu disinyalir terafiliasi dengan Israel.
Tel Aviv juga mengklaim menjatuhkan sejumlah rudal yang ditembakkan Houthi ke arah Israel. Televisi Mesir, Al Akhbariyah, menyebut ada ledakan di dekat Pantai Sinai Selatan.
Adapun Badan Pengawasan Perdagangan Maritim Inggris menyebut ada rudal ditembakkan dari Pelabuhan Hodeida. Pelabuhan di Laut Merah itu dikendalikan Houthi.
Houthi terus menyerang sejumlah kapal dan tongkang di Laut Merah sejak perang Gaza 2023 meletus. Departemen Pertahanan AS menyebut, setidaknya 100 rudal ditembakkan Houthi dalam beberapa bulan terakhir.
AS dan sebagian sekutunya menanggapi itu dengan pembentukan Operasi Pengawal Kemakmuran. Tujuan utamanya mengamankan rute pelayaran Laut Merah.
Operasi terpaksa dijalankan karena sejumlah maskapai pelayaran internasional berhenti melayari Laut Merah. Setidaknya, menurut perusahaan logistik AS, Felix Port, 180 kapal menghindari Laut Merah dalam beberapa pekan terakhir.
Kapal-kapal itu dimiliki beberapa perusahaan. Sudah beberapa perusahaan mengumumkan berhenti berlayar di Laut Merah. Perusahaan itu antara lain CH Robinson, CGM Logistik, CMI Logistik Ltd, Euronav, Frontline Ltd, Gram Car Carries, Hapag-Lloyd, HMM, MSC, Hoegh Autoliners, Maersk, Ocean Network Express (ONE), Orient Overseas Container Line, dan Yang Ming Marine.
Maersk menyebut, rute pelayaran Laut Merah akan terganggu sampai beberapa bulan ke depan. Perusahaan logistik asal Denmark itu mengalihkan rute 15 kapalnya dari Laut Merah. Serangan Houthi jadi alasan penghindaran itu.
Selama Laut Merah dihindari, kapal-kapal melayari rute lama mengelilingi Afrika. Biaya pelayaran dari Asia ke Eropa dan sebaliknya akan naik 14 persen hingga 16 persen akibat ketegangan di Laut Merah. Inilah akibat perang Gaza yang bisa mengganggu perdagangan internasional menyusul terganggunya jalur pelayaran Laut Merah itu.