Persoalan paceklik sangat mungkin kembali terulang pada masa depan. Ancaman pasokan pangan makin rumit ketika ketersediaan pangan global juga bermasalah.
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
Masalah pangan kian serius, tetapi penanganannya semakin tidak menemui titik terang. Perubahan iklim dan persoalan lahan perlu segera ditangani. Indonesia tengah memasuki fase paceklik produksi beras dan gula. Fase itu dibayangi anomali beras dan gula dunia yang mencerminkan produksi berlimpah, tetapi harga justru naik. Padahal, Pemerintah Indonesia tengah membutuhkan kedua komoditas itu sebagai cadangan pangan di tengah penurunan produksi pada tahun ini. Fase paceklik produksi beras dan gula di Indonesia diperkirakan terjadi berbarengan, yakni pada November 2023-Mei 2024. Musim tanam (MT) I padi di sejumlah daerah produsen beras nasional baru mulai pada November dan Desember 2023 akibat dampak El Nino.
Kondisi itu otomatis menyebabkan panen raya hasil MT I mundur dari Maret-April 2024 menjadi April-Mei 2024. Meskipun tetap ada panen pada Januari-Maret 2024, hasil panen itu masih belum berlimpah (Kompas, 26 Desember 2023). Masalah pangan merupakan masalah yang kompleks, dari mulai hulu, yaitu pertanaman, hingga hilir, yaitu perdagangan di tingkat konsumen. Masalah pertanaman mulai dari penyediaan benih atau bibit, penyediaan air, penyediaan lahan, hingga soal penanganan hama serta penyediaan penyuluh lapangan dan buruh tani. Sementara di hilir, persoalan perdagangan sejak dulu kerap bermasalah akibat para pemburu rente dan juga masalah dengan impor beras.
Akan tetapi, dari berbagai masalah itu, akarnya utamanya adalah perubahan iklim dan penyediaan lahan. Perubahan iklim telah mengubah berbagai aspek dalam pertanian tanaman padi dan tebu. Otomatis penyediaan benih atau bibit, pasokan air, penanganan hama juga telah berubah. Soal perubahan seperti apa yang dilakukan seharusnya masalah ini telah menjadi bahan riset para peneliti sehingga menggerakkan yang terlibat di dalam pertanian untuk membuat inovasi.
Sementara itu, masalah lahan semakin kompleks karena desakan kebutuhan permukiman dan kebutuhan industri. Kita dengan mudah melihat peralihan lahan di sentra-sentra padi dan tebu di daerah-daerah, baik di Jawa Barat, Tawa Tengah, DIY, dan Jawa Timur. Sampai saat ini tidak ada langkah yang bisa menekan perubahan lahan. Nilai tukar petani yang makin rendah tidak sedikit mengakibatkan mereka menjual aset yang sangat berharga, yaitu lahan. Keterdesakan kebutuhan sehari-hari telah membuat mereka memilih untuk menjual lahan mereka. Penghasilan dari pertanian padi dan tebu sudah tidak bisa lagi menopang pengeluaran mereka.
Sayang sekali penanganan masalah ini hanya parsial seperti impor beras dan gula serta pemberian bantuan langsung tunai (BLT) El Nino. Problem inti pertanian belum tersentuh. Kita tentu makin merasa miris ketika keberadaan penyuluh pertanian dan tenaga peneliti pertanian juga makin langkah. Persoalan paceklik sangat mungkin kembali terulang pada masa depan. Ancaman pasokan pangan makin rumit ketika ketersediaan pangan global juga bermasalah.