logo Kompas.id
OpiniKaum Muda dan Pendangkalan...
Iklan

Kaum Muda dan Pendangkalan Politik

Minimnya perhatian panggung politik membuat kalangan muda cenderung sinis terhadap panggung politik yang absen teladan.

Oleh
AIRLANGGA PRIBADI KUSMAN
· 4 menit baca
Ilustrasi
KOMPAS/HERYUNANTO

Ilustrasi

Kaum muda atau kalangan milenial yang lahir pada 1981-1996 dan generasi Z yang lahir 1997-2012 jadi primadona pada tahun elektoral 2024.

Fakta bahwa jumlah generasi milenial dan generasi Z sebesar 55-60 persen dari pemilih dalam pemilu mendatang menjadikan dukungan suara mereka bagi peserta Pemilu 2024 sangatlah penting.

Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Kunjungi Halaman Pemilu

Sayangnya, terjadi pendangkalan politik ketika komunikasi politik untuk memikat kaum muda hanya menampilkan kemasan, tanpa program yang mampu menjawab tantangan generasi mereka. Sebagian besar kaum muda cenderung menghabiskan waktu dengan perangkat gawai daripada membaca buku. Tren ini membawa banyak politikus pada kesimpulan gegabah perihal kampanye politik yang dangkal.

Model kampanye politik gimik marak. Kemasan ditampilkan dengan menghilangkan civic values (nilai keadaban), platform programatik, bahkan etika itu sendiri. Perayaan kedangkalan menjadi bagian utama dalam arena politik ketika problem kaum muda bukanlah fokus para calon pemimpin bangsa di masa depan.

Begawan sosiologi pengetahuan abad ke-20, Karl Mannheim (1952), dalam karyanya The Problem of Generations menegaskan bahwa generasi bukan hanya menunjukkan tentang orang-orang yang lahir dalam waktu berdekatan. Namun, di dalamnya terkandung identitas yang dipertemukan oleh pengalaman, bahkan problem ataupun trauma yang serupa.

Tugas kalangan intelektual adalah meneliti secara mendalam dan menampilkan kepada publik persoalan dan trauma generasi tersebut, untuk menjadi perhatian dan dicarikan jawabannya oleh warga. Adapun tugas kalangan politikus adalah menciptakan komunikasi politik untuk membangun jembatan agar setiap aspirasi dan pengalaman traumatis menjadi gairah partisipasi. Dengan begitu, setiap keresahan terjawab dalam kebijakan publik.

Kampanye gimik telah mengabaikan substansi persoalan. Di sisi lain, kegembiraan tidak membawa kita pada optimisme untuk menjawab beratnya tantangan melalui proses deliberasi publik.

Kampanye gimik telah mengabaikan substansi persoalan. Di sisi lain, kegembiraan tidak membawa kita pada optimisme untuk menjawab beratnya tantangan melalui proses deliberasi publik. Maka, hadirlah kepalsuan politik.

Alih-alih ajang pemilu menjadi pesta demokrasi untuk melahirkan masyarakat yang sehat, gimik dan keriangan yang abai terhadap realitas sosial akan membentuk masyarakat neurotik. Masyarakat yang kehilangan kejujuran dalam berdialog, kehilangan empati dalam kebersamaan menghadapi masalah, dan kehilangan pengakuan yang tulus terhadap apa yang dihadapi tiap generasi.

Di balik perayaan politik gimik yang berlebihan, sesungguhnya terdapat pengabaian terhadap harapan, agenda, sampai kepedihan kaum muda yang sedang berjibaku menjalani hidup dan masa depannya.

Pakar kebijakan publik dari King College University, Bobby Duffy (2021), dalam Generations: Does When You’re Born Shape Who You Are? menegaskan bahwa pemahaman atas perilaku, orientasi berpikir, ataupun tantangan hidup kaum muda berjejak pada konteks situasi di mana mereka tumbuh.

https://cdn-assetd.kompas.id/PSlafH0K7G8m54YmSEbRiRsZ0Ag=/1024x576/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F07%2F26%2F187f7ab9-509f-4226-811c-1b828c6355bc_jpg.jpg
Iklan

Pencari kerja antre mengambil formulir dalam bursa kerja di sebuah pusat perbelanjaan di Kota Bekasi, Jawa Barat, Rabu (26/7/2023).

Krisis sosial

Berbagai persoalan juga harus dihadapi kaum muda di negeri ini. Krisis ekonomi dan krisis ekologi yang mengancam masa depan kemanusiaan, misalnya, adalah problem konkret yang menjadi persoalan kalangan generasi milenial, dan terutama generasi Z. Sayangnya, arena politik yang berada dalam kendali kekuatan ekonomi-politik dominan tidak menampilkan persoalan itu ke atas meja.

Generasi milenial dan terutama generasi Z paling rentan menghadapi krisis ekonomi yang kini berkelindan dengan situasi Perang Ukraina, implikasi krisis pascapandemi Covid-19, ataupun implikasi ketimpangan sosial akibat kemenangan aliansi politik-bisnis dominan (oligarki) dalam praktik pembajakan sumber daya negara. Kenyataan konkret yang dialami masyarakat Indonesia, perekonomian mereka tidak dalam kondisi baik-baik saja.

Kalangan generasi Z menjadi kalangan yang terberat menghadapi imbas krisis ekonomi sebagai generasi yang baru masuk ke pasar tenaga kerja dengan keterbatasan kapasitas dan pengalaman. Mereka harus menghadapi tantangan maksimal sosial-ekonomi. Keadaan ini mendapatkan fakta sosial jika kita cermati angka statistik. Pada 2023, terdapat 1,5 juta nasabah (57 persen) berusia di bawah 35 tahun dari total 2,6 juta nasabah yang terjebak pinjaman online/pinjol dengan pembayaran utang tidak lancar (Kompas, 23/11/2023).

Selain pentingnya membangun kesadaran literasi keuangan, pemahaman lebih mengakar tentang pemajuan platform negara kesejahteraan untuk menyelesaikan problem pemiskinan sosial perlu menjadi agenda mendesak dalam arena politik.

Problem utama lain yang tidak kalah mendesak dan krusial terkait dengan krisis ekologi yang pelan-pelan menghancurkan akar daya hidup bagi keberlangsungan umat manusia.

Berkebalikan dengan dugaan para politikus yang termanifestasi dalam maraknya kampanye gimik bagi kalangan pemilih muda. Kaum muda memiliki kesadaran sosial kritis, terutama pada isu krisis lingkungan hidup, kerusakan alam, dan perubahan iklim.

Kaum muda memiliki kesadaran sosial kritis, terutama pada isu krisis lingkungan hidup, kerusakan alam, dan perubahan iklim.

Seperti terungkap dalam hasil survei Indikator Politik Indonesia pada 28 Oktober 2020, tingkat kepedulian generasi milenial terhadap isu kerusakan ekologis berkisar 79 persen, dan lebih tinggi lagi, sekitar 82 persen. Kenyataan sosial ini hendaknya menjadi pertimbangan para politikus apabila mereka benar-benar peduli terhadap masa depan generasi muda ahli waris republik ini ke depan.

Sepertinya arena politik kita salah menduga karakter kaum muda yang dianggap apatis, apolitis, dan antisosial. Begitu beratnya tantangan sosial yang dihadapi kaum muda dan begitu minimnya perhatian dari panggung politik membuat kalangan muda cenderung sinis terhadap panggung politik yang absen teladan.

Baca juga: Pemilih Muda dan Buaian ”Politainment”

Airlangga Pribadi Kusman, Pengajar Departemen Politik FISIP Universitas Airlangga

Airlangga Pribadi Kusman
HTTP://NEWS.UNAIR.AC.ID/

Airlangga Pribadi Kusman

Editor:
NUR HIDAYATI, YOHANES KRISNAWAN
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000