Warga perlu diedukasi bahwa perencanaan finansial itu begitu penting. Tidak bisa lagi hidup hari ini hanya untuk hari ini saja.
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
Orang kerap mengatakan, inflasi menghancurkan tabungan. Lebih dalam lagi, inflasi bahkan mampu memorak-porandakan kehidupan dan memupus kebahagiaan keluarga.
Kondisi itu terutama menimpa sejumlah rumah tangga yang tanpa tabungan yang memadai. Terlebih lagi, menimpa sejumlah rumah tangga yang tanpa tabungan sama sekali.
Akibat inflasi, biaya hidup rumah tangga di Indonesia naik antara Rp 1-1,5 juta per bulan dalam empat tahun terakhir. Di Jakarta, biaya hidup naik Rp 1,43 juta per bulan menjadi Rp 14,88 juta per bulan berdasarkan Survei Biaya Hidup (SBH) 2022.
Nilai biaya hidup per keluarga itu begitu mengejutkan karena selisih jauh dengan upah minimum provinsi DKI Jakarta. Tidak mengherankan bila tidak sedikit orang yang akhirnya harus bekerja 2-3 tempat dalam satu hari demi memenuhi kebutuhan hidupnya.
Bagi mereka yang mau sedikit kompromi dalam hidupnya, dapat saja berpindah kota. Hasil SBH 2022 menunjukkan, terdapat 10 kota/kabupaten dengan biaya hidup terendah di Indonesia. Kesepuluh kota/ kabupaten itu adalah, Cilacap, Maumere, Sibolga, Kudus, Tegal, Purwokerto, Singaraja, Sumenep, Jember, dan Waingapu.
Namun, tidak semua orang dapat mudah bermigrasi. Tantangannya tidak hanya soal finansial, tetapi juga soal ketersediaan pekerjaan yang layak—tidak semua orang dapat bekerja secara digital dari mana saja, hingga masalah kultur.
Dengan begitu, beban warga sebaiknya diringankan. Pemerintah dapat memilah sektor-sektor mana saja yang dapat disubsidi lebih besar atau diberikan insentif lebih banyak. Berdasarkan hasil SBH 2022 misalnya, empat komoditas barang/jasa di DKI Jakarta yang bobot nilai konsumsinya terbesar adalah tarif listrik (6,58 persen), kontrak rumah (5,56 persen), bensin (4,86 persen), dan sewa rumah (4,34 persen).
Terkait perumahan misalnya, pemerintah dapat membangun rumah susun sewa pada lahan-lahan pemerintah yang kurang produktif. Bila lahan pemerintah telah seluruhnya terbangun maka dapat membangun kembali kampung-kampung kota.
Sementara untuk menekan alokasi pengeluaran untuk konsumsi tarif listrik dan bensin, pemerintah dapat memfokuskan subsidi dengan sasaran yang lebih tepat. Infrastruktur transportasi publik di tiap kota/ kabupaten misalnya, harusnya dibangun tanpa terkecuali.
Di sisi lain, dengan tren inflasi tinggi, perlu ada edukasi bagi warga untuk membelanjakan uang dengan bijak. Bahkan, perlu ada kesadaran untuk terlebih dahulu menginvestasikan uang setelah kebutuhan dasar terpenuhi. Gairah untuk berbelanja pun sebaiknya mampu dikendalikan.
Hal lain adalah, warga perlu diedukasi bahwa perencanaan finansial itu begitu penting. Tidak bisa lagi hidup hari ini hanya untuk hari ini saja. Kemampuan produktif dari tiap manusia itu ada batasnya. Artinya, tiap warga harus mempersiapkan bekal untuk menghadapi hari tuanya.