Tantangan bagi Indonesia adalah pembiayaan untuk mitigasi dan adaptasi menuju ekonomi hijau.
Oleh
NINUK M PAMBUDY
·3 menit baca
Konferensi Para Pihak (Conference of The Parties/COP) Ke-28 Konvensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim PBB (UNFCC) di Dubai, Uni Emirat Arab, 30 November-12 Desember 2023, akan mengonkretkan Kesepakatan Paris 2015, mencakup mitigasi dan adaptasi perubahan iklim serta pembiayaannya.
Kesepakatan Paris meskipun tidak menjabarkan konkret kewajiban tiap negara, tetapi memberi kerangka kerja untuk COP berikutnya. COP28 untuk pertama kalinya menghitung stok karbon dan mencocokkan apa yang telah dan belum dilakukan oleh tiap negara untuk mendekati sasaran pencegahan kenaikan suhu muka Bumi. Hal penting lain adalah membicarakan pembiayaan transisi menuju ekonomi hijau bagi negara-negara berkembang. COP28 juga berkomitmen menempatkan alam, manusia, kehidupan, dan penghidupan serba inklusif, termasuk dari sisi jender seperti ditekankan UNFCC, sebagai pusat dari aksi iklim.
Indonesia menjadi negara dengan emisi gas rumah kaca (GRK) terbesar ketujuh di dunia, terutama akibat pembukaan hutan. Karena itu, pemenuhan janji Indonesia mengurangi pelepasan GRK sangat berpengaruh secara global.
Pemerintah Indonesia pada 23 September 2022 menyatakan Target Kontribusi Nasional (Nationally Determined Contribution/NDC) kepada UNFCC dengan kemampuan sendiri sebesar 31,89 persen dan dengan dukungan internasional sebesar 43,2 persen.
Bagi Indonesia berkontribusi menurunkan GRK akan menyelamatkan rakyat Indonesia. Berbagai penelitian dikutip oleh Muhamad Chatib Basri, dosen senior Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI), dan Teuku Riefky, peneliti makroekonomi Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat FEB UI, dalam artikel di buku elektronik Keys to Climate Action. Sekitar 25 persen ekonomi Indonesia berasal dari kegiatan di sepanjang garis pantai. Pemanasan muka Bumi akan memengaruhi juga ketahanan pangan karena perubahan pola iklim dan cuaca, menjadikan air tanah menjadi asin di sumber air di pantai, menaikkan risiko badai dan banjir serta kekeringan pada musim kemarau.
Tantangan bagi Indonesia adalah pembiayaan untuk mitigasi dan adaptasi menuju ekonomi hijau. Sumber energi pembangkit listrik terbesar dan termurah terutama bagi masyarakat berpenghasilan menengah-bawah, misalnya, masih batubara. Bahan bakar untuk transportasi lebih dari 90 persen masih berasal dari energi fosil.
Saat ini isu ekonomi hijau masih terlalu elitis.
Meskipun pemerintah berhasil menurunkan deforestasi untuk tanaman pangan dan kerusakan hutan gambut hingga 75 persen per tahun pada 2019, sektor ini menyumbang separuh GRK nasional. Deforestasi pada sisi lain menyumbang pada pertumbuhan ekonomi 5 persen per tahun selama 20 tahun terakhir.
Basri dan Riefky menyebut beberapa tantangan fiskal dan nonfiskal. Jika mengandalkan APBN, pemerintah telah diikat oleh sejumlah kewajiban, seperti pembayaran kembali utang yang naik dua kali lipat dari 7 persen (2013) menjadi 15 persen (2022), anggaran pendidikan dan kesehatan, dan bantuan bagi keluarga prasejahtera. Di luar itu, kebutuhan lahan untuk kebun sawit demi pemenuhan biodiesel dan lahan tanaman pangan sejalan bertambahnya penduduk kemungkinan akan terus menggerus hutan sampai Indonesia mengadopsi teknologi peningkatan produktivitas pangan hemat lahan.
Mentransformasi pembangkit listrik batubara membutuhkan biaya pembangunan pembangkit hijau dan penanganan pembangkit coklat yang ditinggalkan. Biaya energi bisa jadi akan menjadi lebih mahal dan membebani masyarakat berpenghasilan rendah dan UMKM.
Upaya mendorong transisi industri melalui pengenaan pajak bagi pengguna energi kotor boleh jadi tidak populer. Pemerintah memerlukan dukungan politik untuk menerapkan strategi dan kebijakan transisi energi. Saat ini isu ekonomi hijau masih terlalu elitis.
COP28 dapat menjadi jalan bagi Indonesia sebagai negara berkembang untuk mendapatkan dukungan pembiayaan dari negara-negara kaya. Selain itu, Bursa Karbon Indonesia yang diluncurkan Presiden Joko Widodo pada 26 September 2023 sebagai upaya pembiayaan pengurangan karbon Indonesia dapat dipromosikan di Dubai.