Kasus tindak pidana perdagangan orang di Asia Tenggara kian mengkhawatirkan. Negara-negara anggota ASEAN perlu berusaha lebih keras untuk mengatasi masalah ini.
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
Di antara berbagai tantangan yang dihadapi asosiasi negara-negara Asia Tenggara, ASEAN, akhir-akhir ini, kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) terus bermunculan. Situasinya semakin meresahkan, memanfaatkan kondisi ekonomi atau ketidaktahuan korban dengan iming-iming untuk mendapatkan penghasilan yang besar.
Kasus terakhir pada awal pekan ini diungkap Kementerian Luar Negeri Malaysia, yang mengevakuasi 127 warga Malaysia, seorang warga Indonesia, dan seorang warga Hong Kong dari Laukkaing, Myanmar, tak jauh dari perbatasan China. Mereka diduga korban penipuan sindikat perdagangan manusia yang umumnya menerima tawaran pekerjaan lewat media sosial.
Tawaran kerja itu ternyata tak seusai harapan, dan mereka berakhir di kota yang dikenal sebagai pusat penipuan daring, perjudian, dan kejahatan terorganisasi lain tersebut. Yang lebih mengkhawatirkan, mereka terjebak di tengah pertikaian militer Myanmar dengan kelompok etnis bersenjata yang tengah memanas di Negara Bagian Shan, Myanmar, ini.
Sekitar empat pekan sebelumnya, 266 korban perdagangan manusia asal Thailand, beberapa warga Filipina, dan seorang warga Singapura juga diselamatkan dari Laukkaing ke Kunming, China. Dari Kunming mereka diterbangkan ke Bangkok, Thailand, dengan pesawat sewaan. Ada juga 41 warga Thailand yang dipulangkan lewat jalan darat (Kompas, 29/11/2023).
Setiap negara wajib melindungi keselamatan warganya dan ASEAN bisa mengambil peran penting dalam koordinasi lintas negara.
Tak hanya di Myanmar, situasi serupa terjadi di Kamboja. Setahun lalu, sebanyak 62 WNI korban perdagangan manusia menceritakan kisah mereka kepada Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi di Phnom Penh. Mereka, beberapa di antaranya berpendidikan sarjana, tertarik bekerja ke Kamboja setelah diiming-imingi pekerjaan, antara lain, berupa staf keuangan, staf administrasi perkantoran, pakar teknologi perusahaan, dan penyelia layanan konsumen (Kompas, 3/8/2022).
Sindikat perdagangan manusia juga kerap mengincar warga Rohingya, yang berusaha melarikan diri dari kamp pengungsian yang tak manusiawi di Myanmar. Warga Rohingya yang meninggalkan Myanmar lewat laut rentan terjerat dan menjadi korban TPPO dalam upaya mereka mencari penghidupan yang lebih baik.
Serangkaian kasus ini cukup menjadi tanda bahaya bagi maraknya kasus TPPO di Asia Tengara. ASEAN perlu bekerja sama lebih erat dengan pemerintah di tiap negara anggota untuk mengatasi hal ini. Hal yang bisa dilakukan, misalnya, memastikan permohonan visa kerja disertai surat jaminan dari institusi pemberi kerja yang telah terkonfirmasi di negara tujuan.
Selain itu, pemerintah juga perlu mengingatkan warganya untuk tidak mudah tergiur bujuk rayu lowongan pekerjaan yang menawarkan penghasilan tinggi. Setiap negara wajib melindungi keselamatan warganya dan ASEAN bisa mengambil peran penting dalam koordinasi lintas negara untuk mengatasi masalah ini.