Penanganan Covid-19 Pascapandemi
Terlepas dari situasi epidemiologi wilayah setempat, perlu diingat penyebaran Covid-19 secara global saat ini masih ada.
Pada 10 November 2023, Organisasi Kesehatan dunia atau WHO memperbarui pedoman penanganan dan terapi Covid-19. Status pandemi telah dicabut, tetapi rekomendasi ini masih perlu menjadi perhatian.
WHO masih merekomendasikan pemakaian masker sebagai alat utama melawan Covid-19. Penggunaan masker itu direkomendasikan untuk masyarakat dalam situasi tertentu, misalnya di dalam areal rumah sakit.
Terlepas dari situasi epidemiologi wilayah setempat, perlu diingat bahwa penyebaran Covid-19 secara global saat ini masih ada.
Penggunaan masker juga disarankan setelah seseorang terpapar Covid-19. Juga ketika seseorang mengidap atau mencurigai dirinya mengidap Covid-19.
Masker pun masih perlu dipakai ketika seseorang berisiko tinggi terkena Covid-19 parah. Selain itu, disarankan pula dikenakan oleh siapa saja yang berada di ruangan ramai, tertutup, atau berventilasi buruk.
Sebelumnya, rekomendasi WHO tentang masker didasarkan pada situasi epidemiologi wilayah setempat.
Rekomendasi terbaru ini juga mengenai pengurangan masa isolasi mandiri pasien Covid-19. Untuk pasien dengan gejala, pedoman baru menyarankan isolasi 10 hari sejak hari timbulnya gejala.
Sebelumnya, WHO menyarankan agar pasien dipulangkan dari rumah sakit 10 hari setelah timbulnya gejala, ditambah setidaknya tiga hari tambahan sejak gejalanya hilang.
Bagi mereka yang dinyatakan positif Covid-19, tetapi tidak menunjukkan tanda atau gejala apa pun, WHO kini menyarankan isolasi cukup lima hari, tidak harus selama 10 hari seperti rekomendasi sebelumnya.
Pasien dapat dipulangkan dari isolasi di rumah sakit lebih awal jika hasil tesnya negatif pada tes cepat berbasis antigen.
Varian Covid-19 yang ada saat ini cenderung menyebabkan penyakit yang lebih ringan, sementara tingkat kekebalan tubuh lebih tinggi karena vaksinasi.
Isolasi terhadap orang yang mengidap Covid-19 merupakan langkah penting dalam mencegah orang lain tertular. Hal ini dapat dilakukan di rumah atau di fasilitas khusus, seperti rumah sakit dan klinik.
Bukti menunjukkan bahwa orang yang tidak memiliki gejala klinis jauh lebih kecil kemungkinannya untuk menularkan virus dibandingkan dengan mereka yang memiliki gejala.
Meski tingkat kepastian sangat rendah, bukti juga menunjukkan bahwa orang yang dipulangkan pada hari kelima setelah timbulnya gejala berisiko menularkan penyakit masih tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan mereka yang dipulangkan pada hari ke-10.
Varian Covid-19 yang ada saat ini cenderung menyebabkan penyakit yang lebih ringan, sementara tingkat kekebalan tubuh lebih tinggi karena vaksinasi. Oleh karena itu, risiko penyakit parah dan kematian bagi sebagian besar pasien telah mampu diturunkan.
Panduan terbaru WHO juga mencakup tingkat risiko yang memerlukan rawat inap di rumah sakit pada pasien dengan Covid-19. Perkiraan risiko akan membantu dokter dan tenaga profesional layanan kesehatan untuk mengidentifikasi pasien yang berisiko tinggi, sedang, atau rendah, untuk dirawat inap di rumah sakit. Berikutnya, mendapatkan pengobatan sesuai dengan pedoman WHO.
Risiko tinggi dirawat inap ter dapat pada orang yang mengalami imunosupresi jika tertular Covid-19, dengan perkiraan tingkat rawat inap 6 persen.
-
Kategori risiko sedang mencakup orang yang sebelumnya dianggap berisiko tinggi, termasuk orang lanjut usia berusia di atas 65 tahun dan atau mereka yang memiliki kondisi penyakit kronis.
Kondisi penyakit kronis di antaranya adalah orang dengan obesitas, diabetes, penyakit paru obstruktif kronis, penyakit ginjal atau hati, kanker, dan penyandang disabilitas. Pada kategori ini perkiraan tingkat rawat inap sebesar 3 persen.
Adapun kategori risiko rendah adalah pada orang yang tidak termasuk dalam kategori risiko tinggi atau sedang untuk dirawat di rumah sakit (0,5 persen). Kebanyakan orang saat ini tergolong berisiko rendah.
Rekomendasi pengobatan
Pengobatan untuk orang terinfeksi Covid-19 yang tidak parah direkomendasikan menggunakan kombinasi nirmatrelvir dengan ritonavir (juga dikenal dengan merek dagangnya Paxlovid). Ini pengobatan pada orang yang berisiko tinggi dan sedang untuk dirawat di rumah sakit.
Rekomendasi tersebut menyatakan bahwa nirmatrelvir-ritonavir dianggap sebagai pilihan terbaik bagi sebagian besar pasien yang memenuhi syarat. Hal ini mengingat manfaat terapeutiknya, kemudahan pemberiannya, dan lebih sedikit kekhawatiran mengenai potensi bahayanya.
Nirmatrelvir-ritonavir pertama kali direkomendasikan WHO pada April 2022. Jika nirmatrelvir-ritonavir tidak tersedia untuk pasien berisiko tinggi dirawat di rumah sakit, WHO menyarankan penggunaan molnupiravir atau remdesivir.
Akan tetapi, molnupiravir dan remdesivir tidak boleh digunakan untuk pasien dengan risiko sedang. Ini mengingat potensi bahayanya lebih besar daripada manfaatnya.
Bahkan, bagi orang yang berisiko rendah untuk dirawat di rumah sakit, WHO tidak merekomendasikan terapi antivirus jenis apa pun.
Bahkan, bagi orang yang berisiko rendah untuk dirawat di rumah sakit, WHO tidak merekomendasikan terapi antivirus jenis apa pun. Gejala seperti demam dan nyeri dapat diatasi dengan obat analgesik, seperti parasetamol.
WHO juga merekomendasikan untuk tidak menggunakan antivirus baru (VV116) pada pasien, kecuali dalam uji klinis. Sebaliknya, rekomendasi penggunaan ivermectin untuk pasien dengan Covid-19 yang tidak parah tetap berlaku.
WHO terus menyarankan bahwa pada pasien dengan Covid-19 yang parah atau kritis, ivermectin hanya boleh digunakan dalam uji klinis. WHO juga memberikan rekomendasi yang kuat pada dua obat lain untuk Covid-19, yaitu sotrovimab dan casirivimab-imdevimab.
Obat antibodi monoklonal kurang atau berkurang aktivitasnya melawan varian virus yang sekarang beredar.
Saat ini terdapat enam pilihan pengobatan yang terbukti untuk pasien Covid-19. Tiga pilihan pengobatan mencegah rawat inap pada orang yang berisiko tinggi. Tiga pilihan pengobatan lainnya menyelamatkan nyawa pasien dengan penyakit parah atau kritis.
Akan tetapi, kecuali kortikosteroid, akses terhadap obat yang lain masih belum memuaskan secara global.
Baca juga : Subvarian Omicron Eris Ditemukan di Indonesia, Kewaspadaan Masih Diperlukan
FX Wikan IndrartoDokter Spesialis Anak di RS Panti Rapih Yogyakarta, Alumnus S3 UGM