Diksi keras untuk kriminal kelas bawah, diksi halus, sopan, dipakai untuk koruptor merupakan diskriminasi kultural.
Oleh
INDRA TRANGGONO
·2 menit baca
KOMPAS/PRIYOMBODO
Spanduk bertuliskan ”tangkap maling berhadiah” terpampang di sejumlah sudut jalan Perumahan Puri Dewata Indah, Cipondoh, Kota Tangerang, Banten, Selasa (23/4/2023).
Diksi keras atau pilihan kata tertentu berkonotasi kasar dan mengandung makna buruk sering muncul dalam berita kriminal. Khususnya dengan tokoh pelaku orang kecil. Misalnya copet, pencuri kotak amal rumah ibadah, pemerkosa, dan maling sepeda motor. Adapun untuk koruptor dipilih kata-kata halus dan sopan. Normatif.
Diksi keras bisa kita temukan dalam judul berita: ”Pencuri Sepeda Motor Tewas Dimassa Warga”. Kata dimassa merupakan kata kerja yang dibentuk dari kata massa (orang banyak). Kata dimassa bermakna ’dihajar orang banyak’. Kata dimassa merupakan diksi yang keras dibandingkan, misalnya, dengan dihajar.
Contoh lainnya: ”Tiga Pemuda Bejat Perkosa Murid SMP”. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bejat bermakna ’rusak’, baik untuk benda (misalnya sandal) maupun moral. Judul berita tersebut punya pesan: ”tiga pemuda bermoral bejat memerkosa murid SMP”. Kata bejat bisa digolongkan sebagai diksi keras.
Diskriminasi tersebut bisa diakhiri dengan penggunaan diksi keras bagi koruptor oleh jurnalis.
Pemakaian diksi-diksi keras dalam penulisan banyak berita kriminal punya beberapa tujuan. Pertama, jurnalis ingin memberikan tekanan demi menciptakan asosiasi peristiwa dengan hal-hal yang seram, ganas, keji, genting, dan gawat. Perhatian dan keprihatinan publik digugah.
HUMAS POLRES METRO JAKARTA BARAT
Jajaran Kepolisian Resor Metro Jakarta Barat menunjukkan alat bukti dari tindakan bejat AB (26), IN (26), dan IM (20), tiga tersangka penculikan dan tindak kekerasan seksual kepada korban perempuan berkebutuhan khusus, pada Jumat (5/6/2023).
Kedua, merendahkan derajat kemanusiaan para pelaku kriminal. Diksi keras, misalnya kata bejat, bertalian dengan makna dan citra buruk. Dengan menyematkan diksi keras pada para pelaku kriminalitas, sesungguhnya jurnalis telah memberi ”hukuman moral”, jauh sebelum hukuman pidana dijatuhkan pengadilan. Dengan diksi keras, jurnalis melakukan pembingkaian atas berita dengan makna negatif.
Lembut dan santun
Kenapa diksi keras sangat jarang atau bahkan tidak muncul dalam berita kriminal korupsi yang melibatkan oknum pejabat, politikus, pengusaha, penegak hukum, dan orang-orang lain yang punya kuasa? Untuk mereka dipakai diksi-diksi lembut dan santun. Padahal, koruptor jauh lebih berbahaya daripada pencuri motor. Pencuri motor hanya merugikan orang per orang, sedangkan koruptor, dengan kejahatan yang luar biasa, merugikan negara dan rakyat.
Selain merusak negara, koruptor juga merampas hak-hak warga negara/rakyat. Mereka pun tega melakukan ”pembunuhan massal” atas pertumbuhan anak-anak bangsa yang semestinya punya masa depan.
Selama ini diksi yang sering dipakai untuk koruptor adalah bancakan uang rakyat dan korupsi berjemaah. Diksi konotatif dipakai untuk tindakan koruptor, bukan eksistensi koruptor.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Mural tentang hukuman untuk koruptor tergambar di Keranggan, Tangerang Selatan, Banten, Kamis (9/3/2023).
”Pengistimewaan” koruptor dalam politik pemberitaan bertalian dengan alasan tertentu. Misalnya, para koruptor adalah ”orang-orang terhormat” dan punya kekuasaan. Mereka terdidik. Punya gelar akademik. Diksi yang dipakai para jurnalis pun cenderung normatif dan eufemistis. Mriyayeni.
Pemakaian diksi kasar (bagi kriminal kelas bawah) dan diksi halus (bagi para koruptor) sejatinya merupakan diskriminasi kultural. Padahal, jurnalisme dituntut obyektif/adil. Diskriminasi tersebut bisa diakhiri dengan penggunaan diksi keras bagi koruptor oleh jurnalis. Namun, jika tidak ”tega”, bisa digunakan diksi nyelekit (mengejek) atau sinis.
Kuncinya ada pada cara pandang kreatif jurnalis dalam menghadirkan sikap kritis. Juga kemampuan membangun makna dan memilih kata yang asosiatif dan menyengat perhatian masyarakat. Jurnalis tak perlu segan dan hormat pada koruptor karena mereka juga sangat tidak menghormati publik. Mereka sangat brutal dan kejam. Pers wajib menjalankan sistem kontrol atas kekuasaan yang koruptif.