Mewujudkan kawasan tanpa rokok bukan mustahil. Kita bisa belajar dari kampung tanpa rokok yang berkembang di Jakarta.
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
Mewujudkan kawasan tanpa rokok bukan hal mustahil jika ada komitmen kuat mewujudkannya. Perlu peran serta masyarakat dan pemangku kepentingan terkait.
Sudah banyak regulasi pemerintah, baik pusat maupun daerah, untuk mengendalikan produk tembakau, termasuk mewujudkan kawasan tanpa rokok. Namun, regulasi-regulasi tersebut belum berdaya kuat karena implementasi dan pengawasan di lapangan belum berjalan sebagaimana semestinya.
Ada banyak faktor yang memengaruhi. Konsistensi pemerintah dan pemangku kepentingan terkait masih kurang, tingginya kepentingan ekonomi, hingga kurangnya kesadaran masyarakat. Posisi Indonesia sebagai salah satu negara penghasil tembakau dan pasar produk rokok terbesar di dunia memberikan tantangan tersendiri.
Dalam hal ini, kita bisa belajar dari kampung tanpa rokok yang mulai berkembang di Jakarta. Meski baru enam kampung (Kompas, 18/11/2023), ini bisa menjadi role model inisiatif masyarakat mewujudkan kawasan tanpa rokok. Selain agar warga menghirup udara bersih dan sehat tanpa asap rokok, upaya ini juga penting untuk mencegah bertambahnya jumlah perokok anak serta menjaga kesehatan dan kesejahteraan masyarakat pada umumnya.
Upaya ini harus dimulai dari kesadaran masyarakat bahwa merokok bukanlah hal yang normal dan bisa berdampak sangat serius bagi kesehatan perokok ataupun orang-orang di sekitarnya. Terutama di sini kesadaran dari perokok untuk menghargai hak orang lain untuk terhindar dari dampak buruk asap rokok, baik terpapar langsung (second-hand smoker) maupun tak langsung (third-hand smoker).
Kemudian, sosialisasi dan edukasi akan pentingnya hidup sehat tanpa rokok secara masif dengan melibatkan semua warga. Upaya ini akan lebih efektif dibandingkan membuat aturan yang sifatnya melarang. Di tengah masifnya iklan rokok, edukasi akan bahaya dampak rokok bagi kesehatan, terutama bagi anak-anak, perlu terus-menerus dilakukan.
Sudah banyak kajian yang memaparkan dampak buruk rokok bagi anak-anak, termasuk prevalensi perokok anak yang terus meningkat. Tanpa upaya yang sistematis dan masif, prevalensi perokok anak, yang pada 2018 mencapai 9,1 persen atau sekitar 3,2 juta anak, pada 2030 diperkirakan akan mencapai 16 persen atau sekitar enam juta anak. Ini kendala besar untuk mewujudkan generasi emas Indonesia.
Keterlibatan para pemangku kepentingan kesehatan akan sangat membantu masyarakat mewujudkan kampung tanpa rokok. Keterlibatan ini dalam bentuk pendampingan untuk sosialisasi dan edukasi serta mempermudah akses masyarakat untuk menemukan solusi hidup lebih sehat tanpa rokok.
Praktik baik yang dilakukan masyarakat untuk mewujudkan kampung tanpa rokok tersebut perlu diapresiasi pemerintah dengan memperkuat komitmen dalam menerapkan aturan kawasan tanpa rokok. Selain itu juga komitmen untuk mengimplementasikan larangan iklan dan promosi rokok di tempat umum dan fasilitas publik.