Pers dan Politik Jelang Pilpres 2024
Media massa sebagai pilar keempat demokrasi, seharusnya bersikap independen dalam menyikapi peristiwa politik.
Adanya konflik sosial dengan tingkat eskalasi yang besar dan luas menjadi hal yang tak terhindarkan pada era pasca-reformasi tahun 1998.
Dampak konflik sosial di waktu lalu mengakibatkan kerugian, kepedihan, dan dendam yang tidak berkesudahan antar kelompok masyarakat. Konflik sosial tersebut ada yang bersifat vertikal, horizontal, dan diagonal.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Hal ini kemudian memunculkan pertanyaan mendasar bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara pada kalangan masyarakat.
Gerakan reformasi 1998 itu kemudian berdampak kepada media massa yang tersekat-sekat di kalangan pers di Tanah Air. Segmentasi yang terjadi pada kalangan media massa inilah yang seharusnya dihindari.
Media massa sebagai pilar keempat demokrasi, memang sudah seharusnya bersikap independen dalam menyikapi peristiwa politik yang terjadi.
Keberpihakan suatu media pada awal era reformasi 1998 sangat terasakan oleh masyarakat awam, lebih-lebih masyarakat peminat pers. Hal itu dapat dilihat dari berbagai bentuk tabloid dan media cetak lain yang banyak bermunculan.
Paling tidak, media massa juga harus sanggup melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat luas, tak sekadar pada kalangan politik tertentu.
Beberapa penerbitan surat kabar umum, tabloid, dan sejenisnya, terasa sekali melakukan keberpihakan kepada suatu partai politik (parpol) tertentu. Pers ikut menyosialisasikan kepentingan politik dari parpol yang sedang berkompetisi di arena pemilu tahun 1999.
Pendidikan politik
Paling tidak, media massa juga harus sanggup melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat luas, tak sekadar pada kalangan politik tertentu.
Dan pada akhirnya, dapat menciptakan kebebasan dan demokrasi sekaligus memberi penguatan pada pendidikan politik masyarakat. Pendidikan politik tidak bisa dipisahkan dari sepak terjang dari insan pers. Pendidikan politik perlu dilakukan pada rakyat agar mau dan mampu berpartisipasi dalam sistem politik di Indonesia.
Rakyat pun perlu terus memahami segala persoalan dalam sistem politik, dan menanggapi secara cepat dan tepat menurut tingkat pengetahuannya.
Keterkaitan pendidikan politik dengan pers, terlihat ketika para pelaku/pengusaha penerbitan media cetak, terus mendengarkan apa yang diinginkan oleh masyarakat pembacanya. Keberpihakan suatu media massa cetak kepada suatu parpol atau kepentingan kelompok lain, sah-sah saja sepanjang itu dilakukan secara proporsional.
Pers sebagai media komunikasi massa masih tetap berperan di jalur pendidikan politik bagi rakyat, terutama sebagai sumber dan sarana edukasi.
Ilustrasi
Peranan pers sebagai lembaga sosial pembentuk opini masyarakat menempati kedudukan dan kekuatan tersendiri. Adanya hubungan signifikan antara parpol dengan media cetak, diharapkan memberi kontribusi pada kedua belah pihak.
Kebebasan pers pada saat ini terus berkembang dan dianggap sudah “bebas terlalu jauh” dan “tanpa kendali”. Oleh karena itu, hubungan antara pers dan parpol harus dapat menguntungkan kedua belah pihak.
Paling tidak, hubungan tersebut harus mulai dirintis secara sehat dan saling menghormati pandangan satu sama lain, sehingga terjalin pemahaman persepsi yang sama tentang makna kemerdekaan pers.
Pada saat ini, pers pun dituntut untuk menghargai keberagaman. Adanya perbedaan perlu dimunculkan, karena itu salah satu sisi demokratisasi.
Adanya keberagaman, tidak semata-mata berlainan pendapat antara satu pihak dengan pihak lain. Akan tetapi, yang paling utama adalah keberagaman menunjukkan adanya banyak ragam pendapat. Publik media mempunyai hak untuk berpendapat berdasarkan pendiriannya sendiri.
Keberagaman yang dituntut dari pers diharapkan dapat menghilangkan pers yang partisan. Adanya indikasi suatu pers itu partisan adalah ketika media cetak itu bertindak mendukung suatu parpol tertentu, dengan mengorbankan parpol yang lain. Ini dilakukan karena media tersebut hanya melihat adanya keuntungan yang akan didapat, tanpa melihat dampak negatifnya.
Dengan adanya pers mandiri, pers diharapkan dapat memperjuangkan kepentingan masyarakat banyak, bukan hanya kepentingan kelompok tertentu.
Adanya pers yang mengarah kepada partisan, akan berdampak positif maupun negatif. Dampak positif yang didapatnya adalah adanya dukungan finansial secara teratur dari suatu parpol. Dukungan itu terus mengalir selama pers tersebut di dalam pemberitaannya, menginformasikan hal-hal yang positif dan menguntungkan suatu parpol tertentu.
Sedangkan dampak negatifnya adalah masyarakat pembacanya bisa beralih pada surat kabar lain yang lebih independen. Pers yang partisan pada hakikatnya akan merugikan dirinya sendiri.
Kondusivitas politik
Pers sebagai salah satu alat kontrol (pengawas) bagi kalangan eksekutif, yudikatif, legislatif, serta berbagai kalangan masyarakat lainnya, memang harus dapat mencirikan kemandirian yang profesional.
Dengan adanya pers mandiri, pers diharapkan dapat memperjuangkan kepentingan masyarakat banyak, bukan hanya kepentingan kelompok tertentu. Logikanya, jika suatu pers sudah terpengaruh oleh kepentingan parpol, maka mau tidak mau, kepentingan parpol tersebut yang lebih diutamakan daripada kepentingan masyarakat luas.
Pers partisan hanya mendapatkan satu keuntungan atau kontribusi yakni dari parpol yang bersangkutan. Sementara, pers nonpartisan, mendapat dua kontribusi, yaitu dari masyarakat luas dan parpol lain. Keuntungan yang akan diterima di masa depan akan lebih besar lagi.
-
Kontribusi yang terakhir itulah yang akan memberikan dampak bagi pendidikan politik masyarakat. Hal ini mengingat dengan adanya globalisasi media, maka sistem pers yang otoriter tidak akan kuat lagi mempertahankan sifat tertutupnya.
Pada akhirnya, kebebasan pers yang diraih di saat awal reformasi, harus ditindaklanjuti dengan peranan parpol dalam mendukung kebebasan pers.
Adanya kebebasan pers, ditambah dengan dukungan parpol untuk pengembangannya, akan berimbas kepada implementasi pendidikan politik kepada masyarakat.
Kalau hal tersebut bisa berjalan, maka sosialisasi pendidikan politik bisa mulai dilakukan dari tataran infrastruktur hingga suprastruktur politik, dari pemerintah pusat hingga ke daerah, dan sampai kepada masyarakat luas.
Jadi pada prinsipnya, menjaga pers yang profesional dan didukung suatu kemandirian untuk bersikap tegas membela kebenaran, merupakan suatu hal yang harus dilakukan untuk mengisi kebebasan pers.
Pers dan pemilu
Kebebasan pers, pada suatu sisi memerlukan keberanian dari pers untuk memberitakan suatu topik tanpa ada unsur-unsur tekanan dari luar. Jika pers benar-benar menjalankan fungsinya tanpa harus mengikuti keinginan parpol, maka keberadaan pers akan diperhitungkan sungguh-sungguh oleh parpol-parpol yang lain juga.
Media massa perlu menanamkan kepada awak medianya untuk bersikap seimbang kepada semua pasangan calon yang berkompetisi.
Kalangan insan pers sudah seharusnya bersikap lebih bijak dan arif dalam menyikapi masalah-masalah sosial, politik, kemasyarakatan di Tanah Air yang akhir-akhir ini mengemuka. Kalangan pers yang sudah cukup dewasa bila dilihat dari usia harus bisa menghindari berita “hoaks” yang kian marak.
Adanya pemberitaan yang kondusif dari media massa di Tanah Air memang sangat ditunggu oleh seluruh kalangan masyarakat. Paling tidak, pemberitaan yang kondusif tersebut dapat memberikan nuansa menyejukkan terkait situasi politik di Tanah Air yang akan “gegap gempita” dengan adanya penyelenggaraan pemilihan presiden dan wakil presiden pada (pilpres) tahun 2024.
Pers diharapkan tidak ikut mendukung pasangan calon yang berkompetisi dalam pilpres tersebut.
Media massa perlu menanamkan kepada awak medianya untuk bersikap seimbang kepada semua pasangan calon yang berkompetisi. Kalangan media massa di Tanah Air tidak seharusnya ikut ”memanas-manasi” situasi politik menjelang pemilu yang akan dilakukan serentak di Tanah Air pada 2024. Semoga.
Djoko SulistyonoPeneliti pada Pusat Riset Kesejahteraan Sosial, Desa dan Konektivitas BRIN