Industri pengolahan berperan penting dalam perekonomian Indonesia, antara lain dari sisi serapan tenaga kerja dan sumbangannya terhadap produk domestik bruto (PDB). Pada triwulan III-2023, pada saat perekonomian tumbuh 4,94 persen secara tahunan, industri pengolahan tumbuh 5,2 persen dengan distribusi terhadap PDB sebesar 18,75 persen.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, pertumbuhan industri pengolahan yang melampaui pertumbuhan ekonomi tersebut ditopang permintaan domestik yang masih kuat. Meskipun demikian, mengutip data Statista, peran sektor manufaktur terhadap PDB Indonesia pada 2017-2022 kian merosot. Porsi industri pengolahan yang pada 2017 sebesar 20,16 persen, turun menjadi 19,86 persen pada 2018 dan 19,7 persen pada 2019. Sempat naik menjadi 19,87 persen pada 2020, porsi industri pengolahan terhadap PDB kembali turun, yakni 19,24 persen pada 2021 dan 18,34 persen pada 2022.
peran sektor manufaktur terhadap PDB Indonesia pada 2017-2022 kian merosot
Gejala deindustrialisasi, yang ditandai dengan merosotnya peran industri dalam perekonomian, kian jelas. Sebaliknya, sektor jasa berkembang cepat. Lapangan usaha transportasi dan pergudangan, meskipun perannya 5,98 persen terhadap PDB, pada triwulan III-2023 tumbuh 14,74 persen secara tahunan. Lapangan usaha akomodasi, makan dan minum, yang porsinya 2,51 persen pada PDB, tumbuh 10,9 persen.
Baca juga : Porsi Tenaga Kerja Industri Pengolahan Menurun
Merujuk data BPS, meskipun jumlahnya bertambah, porsi penduduk yang bekerja di industri pengolahan menyusut, dari 14,17 persen pada Agustus 2022 menjadi 13,83 persen pada Agustus 2023. Rata-rata upah buruh industri pengolahan pada Agustus 2023 sebesar Rp 3,2 juta per bulan, sedikit di atas rata-rata upah buruh berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional Agustus 2023 yang Rp 3,18 juta per bulan.
Perpaduan tren deindustrialisasi dan kondisi ketenagakerjaan berisiko membuat serapan tenaga kerja di industri pengolahan semakin rendah. Catatan Forum Ekonomi Dunia (WEF), industri semakin gencar mengadopsi teknologi dan digitalisasi. Akibatnya, ada pergeseran keahlian tenaga kerja agar dapat mengakomodasi kebutuhan pasar. Padahal, faktanya, 36,82 persen penduduk bekerja di Indonesia berpendidikan sekolah dasar ke bawah. Hanya 12,76 persen penduduk bekerja yang berpendidikan diploma ke atas.
Baca juga : Tenaga Kerja dalam Investasi
Oleh karena itu, tenaga kerja yang memiliki pendidikan dan keterampilan andal mesti disiapkan dan industri pengolahan mesti diperkuat. Industri pengolahan yang kuat akan menopang pertumbuhan ekonomi dan menjaga stabilitas perekonomian saat terjadi guncangan. Adapun tenaga kerja yang berpendidikan dan keterampilan tinggi sudah tersedia jika dibutuhkan industri pengolahan berteknologi.
Jika upaya itu tak dilakukan, deindustrialisasi akan kian nyata. Manfaat industri pengolahan bagi perekonomian domestik akan semakin kecil.